Minggu, 04 Desember 2011

Gender 2

Kemerdekaan, Adakah Sebuah Cita-cita Utopis

Bagi Kaum perempuan?


 

Oleh: Y a n s Paganna', Pr.


 

Enam puluh lima tahun lalu, ada satu kata benda dalam bahasa Indonesia yang sanggup membakar semangat semua penduduk negeri ini yaitu kata "merdeka". Di mana-mana kata ini mampu menyihir setiap warga untuk bersatu tanpa terhalang oleh sekat-sekat suku. Tidak ada lagi wong Selebes atau wong Java atau wong Ambon, yang ada adalah rakyat Indonesia. Hanya dengan kata "merdeka", wong Ambon merasa bersaudara dengan wong Selebes atau dengan wong Java. Hanya dengan kata tersebut, laki-laki dan perempuan, tua-muda tanpa mengenal tempat dan waktu saling berpelukan penuh kegembiraan sambil meneriakkan kata "merdeka".

Pemuda dan para pemimpin mereka waktu itu memiliki mimpi yang sama untuk membebaskan negeri ini dari penjajahan. Tetapi apa yang terjadi? Ironi yang abadi. Di satu sisi bangsa ini setiap tahun merayakan hari bersejarah "kemerdekaan" tetapi di sisi lain rakyat negeri ini tetap eksis dalam "ketidakmerdekaan" bangsanya. Pembodohan tetap berlangsung di negeri ini. Ketidakadilan dan penindasan a la penjajah dari daratan Eropa ratusan tahun silam seolah menjadi program jangka panjang para petinggi bangsa ini. Pertumpahan darah terus berlangsung tanpa henti. Penindasan terhadap kaum marginal tetap 'terpelihara' dengan baik. Bahkan hampir setiap hari media massa memberitakan suatu perlakuan tidak manusiawi terhadap manusia yang disebut perempuan; pemerkosaan, penjualan perempuan, pembunuhan, dll. Inikah mimpi para moyang kita enam puluh lima tahun silam? Permenungan menarik bagi kita di "bulan suci" bangsa ini adalah apakah teriakan kemerdekaan para moyang kita enam puluh lima tahun silam hanya diperuntukkan bagi golongan atau kelompok tertentu? Tulisan ini mencoba memaknai arti sebuah kemerdekaan bagi kaum perempuan.

Dalam bahasa Perancis untuk menuliskan kata-kata "tout home est Homme" (setiap laki-laki adalah manusia) adalah suatu hal yang sangat umum, tetapi ketika seseorang menuliskan kata "toute femme est Homme" (setiap perempuan adalah manusia) dirasakan sebagai sesuatu hal yang aneh dan lucu, meski pun orang yang menuliskannya itu adalah seorang perempuan. Bagi orang Perancis laki-laki berbicara atas nama manusia, sementara perempuan berbicara atas nama perempuan saja.

Bagi mereka yang akrab dengan perjuangan kesetaraan gender, kata-kata tersebut di atas tentulah sangat menyakitkan. Tetapi itulah fakta yang tidak bisa dipungkiri kebenarannya; kaum laki-laki mendominasi peradaban dunia. Bahkan tidak jarang kaum perempuan lebih banyak mendapat tempat kedua (the second class) dalam masyarakat. Fenomena pelacuran dan penjualan wanita menjadi bukti bagaimana kaum perempuan sungguh menjadi 'alat' atau kebutuhan kaum laki-laki. Wanita menjadi bahan konsumen (baca: objek) bagi kaum laki-laki.

Kalau kita mencoba membaca sejarah masa lampau, dominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan memang sudah merupakan hal yang sangat biasa. Dalam kebudayaan Yahudi dan Timur Tengah misalnya, perempuan dipisahkan dari kaum laki-laki. Sebagai contoh perlakuan terhadap wanita yang sedang haid (baca: datang bulan). Perempuan yang sedang datang bulan dilarang mengambil bagian dalam ibadat di sinagoga atau rumah-rumah ibadat (bdk. Im 15,25). Bahkan dalam peribadatan kehadiran perempuan tidak diperhitungkan sama sekali. Hal yang sama juga terjadi atas mereka di hadapan pengadilan. Hak kaum perempuan sama sekali tidak diakui.

Hal yang serupa juga kiranya tetap kita jumpai dalam masyarakat dan bangsa kita yang nota bene enam puluh lima tahun lalu memproklamasikan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang bermartabat. Satu pertanyaan yang cukup urgen untuk kita sekarang ini adalah, apakah kemerdekaan bagi kaum perempuan akan terus menjadi cita-cita utopis?


 

Konsep Yang Keliru

    Tidak semua dari kita dapat memahami dengan tepat pokok persoalan, mengapa perempuan dilihat sebagai manusia kelas dua (the second class) dari laki-laki. Label tersebut mempunyai sejarah yang sangat panjang. Dalam sejarah yang panjang tersebut nampak bagaimana 'hukum' laki-laki menang atas 'hukum' perempuan, yang kemudian melahirkan suatu persepsi yang keliru dalam memandang kaum perempuan sebagai 'the second class'. Namun sesungguhnya munculnya dikotomi ini disebabkan karena kurangnya pemahaman yang memadai antara dua istilah yang sangat berbeda tersebut. Kebanyakan kesalahpahaman dalam memandang kaum perempuan itu karena kita tidak bisa membedakan antara seks dan gender. Pembedaan yang jelas akan kedua istilah yang berbeda ini sangat penting, khususnya ketika kita dihadapkan pada tahap analisa kasus ketidakadilan-kekerasan yang terjadi pada diri kaum perempuan.

Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata seks, mengacu pada pembedaan jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Kaum "lelaki" ditandai dengan adanya penis dan jakun, sementara kaum "perempuan" ditandai dengan adanya vagina-rahim dan buah dada yang bisa membedakannya dengan kaum laki-laki. Pembedaan ini sifatnya permanen, kodrati, dan tidak bisa dipertukarkan satu dengan yang lain.

Sedangkan istilah gender sendiri adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan lebih identik dengan sifat keibuhan, cantik, lemah lembut, emosional, dll; Sementara laki-laki lebih identik dengan penggambaran seorang pribadi yang kuat, rasional, jantan, perkasa, tegar, dll.

    Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, terbentuklah pembedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan. Misalnya karena pertimbangan fisik, perempuan lebih dilihat cocok untuk mengurusi rumah tangga dari pada mengusahakan nafkah, maka secara tidak sadar lahirlah apa yang disebut dengan pembagian kerja.

    Secara historis, khususnya pada tahap awal perkembangan manusia, lelaki selalu diidentikkan dengan 'lembaga' atau aktivitas kerja di luar rumah. Sementara perempuan tempatnya di dalam rumah (domestik), sebagaimana ditulis oleh Loise Ricklander: "Historically the external world has been the business men. Women took care of the internal world. Politics traditionally is external, but not necessarily the business of all men – often only the few (RICKLANDER, Loise, Women and Politics, hlm. 185). Pembagian kerja ini yang secara seksual pada mulanya tidak dimaksudkan untuk membuat pembedaan dalam artian "gap", tetapi dalam perkebangan kemudian ternyata pekerjaan di luar rumah memungkinkan untuk mengumpulkan kekayaan material. Imbalan pekerjaan di luar rumah (public sphare) ternyata tidak seimbang dengan imbalan pekerjaan di dalam rumah tangga (private sphare).

Keadaan tersebut kemudian menciptakan suatu pembedaan yang sangat mencolok antara kaum laki-laki dan kaum perempuan; kaum laki-laki yang menguasai pekerjaan di luar rumah lebih kuat posisinya di dalam masyarakat dibandingkan dengan kaum perempuan yang mengurusi rumah tangga. Pekerjaan perempuan ini tidak mempunyai harga jual atau harga pasar, sebaliknya pekerjaan di luar rumah yang digeluti oleh kaum laki-laki ternyata memiliki harga jual atau harga pasar yang sangat tinggi, karena itulah maka mau tidak mau – terima tidak terima perempuan terkondisikan untuk menggantungkan diri kepada kaum laki-laki.

Ciri khas keperempuanan tersebut di atas dirasa kurang pantas meramba ke ranah publik, yang nota bene keras dan penuh resiko. Akibatnya bahwa perempuan lebih dekat dengan ruang privat (domestik) dan laki-laki lebih terformat hidup di ruang publik sebagai pencari nafkah. Dalam pada ini terjadi dikotomi antara wilayah publik dan wilayah privat (the private and public sphares), di mana wilayah publik adalah wilayah laki-laki, sementara wialayah privat adalah wilayah perempuan. Inilah kiranya yang terus diperjuangkan oleh kelompok feminis, yakni ingin membebaskan berbagai macam stereotype antara peran perempuan dan laki-laki. -laki.


 

Penghormatan Martabat Manusia

    Dari waktu ke waktu semakin disadari oleh semua pihak untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender, demi penghormatan kepada martabat manusia itu sendiri. Inilah fenomena yang mengemuka pada dua abad terakhir ini. Di mana-mana para pemerhati perempuan membentuk suatu organisasi-organisasi yang menamakan dirinya sebagai kelompok feminisme. Di mana-mana muncul berbagai gerakan penyadaran perempuan.

Gerakan penyadaran perempuan ini dilatar belakangi oleh ide kebebasan manusia sebagai individu. Namun sebetulnya jauh di balik usaha perjuangan para feminis itu, satu hal yang ingin diperjuangkan adalah usaha untuk mewujudkan satu harapan supaya manusia sunggu-sungguh mampu menghargai martabatnya sebagai manusia; bahwa laki-laki memiliki martabat yang sama dengan perempuan. Dengan kesadaran seperti ini akan melahirkan persepsi yang baru tentang perempuan, bahwa pelecehan terhadap perempuan tidak lain adalah pelecehan terhadap martabat manusia itu sendiri. Hanya dengan demikian maka perempuan akan dilihat sebagai subjek yang sungguh-sunggu hidup dalam alam kemerdekaan dan bukan sebagai objek yang hanya "dilihat". Kalau tidak, kemerdekaan kaum perempuan tidak bisa tidak akan tetap tinggal sebagai sebuah cita-cita utopis.***


 

Belajar dari Kitab Suci:

Kitab kejadian mengangkat dengan sangat implisit tentang kesetaraan gender; di mana laki-laki dan perempuan merupakan mahluk yang sepadan, dengan menyebut istilah "penolong yang sepadan".


 


 


 

Penulis adalah Pastor Paroki Bokin – Toraja Utara,

Peserta Pelatihan Agenda 18 Jakarta.


 

Dicopy dari kamar sebelah

(dicopy dari kamar sebelah)

HARGA SEBUAH KEBEBASAN : ISU PERDAGANGAN PEREMPUAN


 


 

(Ratnawati Yuni Suryandari*) )


 


 

ABSTRAK

Hubungan ekonomi Indonesia dengan Malaysia saat ini berkembang dengan pesat. Ramai investor Malaysia yang melirik Indonesia kerana menurut mereka Indonesia pasar yang luar biasa besar dan belum digarap optimal. Oleh itu, mereka berbondong-bondong masuk ke Indonesia membeli perusahaan-perusahaan yang sudah eksis. Sebaliknya, investor Indonesia yang masuk Malaysia sangat minim. Hanya beberapa dan itu pun tidak dalam skala besar. Indonesia baru banyak `menanamkan investasi' di Malaysia di sektor tenaga kerja. Lebih daripada dua juta orang Indonesia bekerja di Malaysia sebagai tenaga kerja kasar seperti buruh di perkebunan, buruh bangunan, buruh pabrik dan pembantu rumah tangga. Di antara buruh-buruh migran tersebut terselip juga para tenaga kerja perempuan Indonesia yang masuk ke Malayisa secara ilegal karena terperangkap dalam sindikat perdagangan manusia. Fenomena perdagangan perempuan merupakan sektor perdagangan yang kini berkembang pesat karena dikendalikan oleh jaringan global yang tersusun serta bersindikat, dengan menggunakan kelengkapan teknologi yang canggih serta dilindungi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perdagangan perempuan ini boleh dijadikan sebagai daya tarik wisatawan luar negeri, yang mana menjadikan ianya satu perdagangan yang lumayan untuk diceburi. Kegiatan perdagangan perempuan ini juga semakin berleluasa disebabkan oleh nafsu materialistik, nafsu uang dan nafsu seks yang mengatasi kewarasan akal manusia, di mana kebiasaannya perempuan-perempuan yang diperdagangkan dipaksa atau ditipu untuk menjadi pekerja seks. Pergerakan manusia menjangkau perbatasan secara ilegal dan terselubung ialah fenomena global yang serius. Perdagangan perempuan bukan hanya kejahatan transnasional, tetapi pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan merupakan salah satu aspek perbudakan modern yang memprihatinkan karena dijadikannya kehidupan manusia sebagai komoditi perdagangan dan meletakkan nilai moneter pada kehidupan seorang perempuan. Menurut Persatuan Bangsa-bangsa, antara dua dan empat juta wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahun. Indonesia merupakan negara asal perdagangan manusia terutama perempuan yang diperdagangkan secara internasional untuk tujuan-tujuan eksploitasi seks dan kerja paksa dimana Malaysia merupakan salah satu kawasan tujuan perdagangan tersebut. Kertas kerja ini akan membahas tentang : (1) isu perdagangan perempuan dari Indonesia ke Malaysia, (2) Faktor-faktor penyebab semakin maraknya perdagangan perempuan dari Indonesia ke Malaysia dan (3) Upaya-upaya yang perlu dilakukan Malaysia dan Indonesia untuk memerangi perdagangan perempuan tersebut.


 


 

PENGENALAN

Sistem migrasi dunia telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi, baik bagi negara-negara pengirim maupun juga penerima. Selain itu, tidak sedikit pula persoalan yang dihadapi dalam proses migrasi ini. Salah satu diantaranya adalah persoalan perdagangan manusia (trafficking). Anak perempuan di bawah umur (kurang dari 18 tahun) dan kaum perempuan merupakan korban yang terbesar dari perdagangan haram ini. Pergerakan manusia menjangkau perbatasan secara ilegal dan tersembunyi ialah fenomena global yang serius. Perdagangan manusia bukan hanya kejahatan transnasional, tetapi juga pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan perhambaan bentuk baru.


 

Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa, antara dua dan empat juta wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahun. Pada tahun 2000, di seluruh dunia diperkirakan antara 700 ribu sampai 2 juta kaum perempuan dan anak-anak merupakan korban trafficking. Dari jumlah tersebut sebanyak 200.000 - 225.000 diantaranya terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2003, jumlah ini mengalami peningkatan seperti yang dilaporkan oleh Bureau of Public Affairs, US Departement of Sate yakni bahwa tiap tahun sebanyak 800.000 - 900.000 manusia telah diperdagangkan dengan mengabaikan batas batas internasional untuk tujuan memasok pasar perdagangan seks internasional dan buruh. Sangat sulit untuk mendapatkan angka jumlah korban secara pasti, tetapi menurut perkiraan, korban trafficking setiap tahunnya di Afrika mencapai sekitar 50 ribu orang, 75 ribu di Eropa timur, 100 ribu di Amerika Latin dan Karibia serta 375 ribu manusia di Asia. Perdagangan haram tersebut dilakukan melalui jejaring kejahatan internasional yang terorganisasi secara rapi, baik melalui jalur negara perantara maupun langsung (Pigay 2005).


 

Perdagangan manusia secara ilegal terutama para perempuan ini berkembang menjadi persoalan kemanusiaan yang memprihatinkan. Di negara-negara Asia Tenggara para perempuan dan anak gadis diperlakukan sewenang-wenang tanpa mempedulikan faktor manusiawi yang bersentuhan dengan harkat dan martabatnya. Para perempuan dibujuk, dipaksa dan diperdagangkan untuk industri seks dan dunia hiburan lainnya, terdapat juga yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga atau pabrik dengan jam kerja tak terbatas dan upah minimum. Praktek-praktek semacam ini tergolong pelanggaran terhadap pemajuan, pemenuhan, penghormatan, perlindungan dan penegakan manusia dan hukum.


 

Dalam peta migrasi lintas batas di Asia Tenggara dan Mekong, posisi Indonesia merupakan negara pemasok tenaga kerja terutama ke Malaysia. Sebagian besar migrasi Indonesia ke Malaysia tersebut bersifat ilegal sehingga sarat dengan masalah seperti menjadi obyek perdagangan manusia untuk tujuan prostitusi. Data statistik komprehensif perdagangan perempuan dan anak di Indonesia tidak tersedia. Sulit untuk mengetahui data akurat mengenai perdagangan tersebut mengingat kegiatannya terselubung. Biarpun demikian, diperkirakan ratusan ribu orang telah mengalaminya Pada tahun 2003, diperkirakan kasus perdagangan perempuan telah mencapai angka yang sangat memprihatinkan sampai 7000 kasus (Ditjen HAM 2003). Data perdagangan perempuan ini termasuk dark number. Artinya, data yang tersedia hanya berasal dari kasus yang dilaporkan, padahal tidak semua kasus dilaporkan.


 

DEFINISI PERDAGANGAN PEREMPUAN

Sampai sekarang sukar dicari pengertian yang universal tentang konsep trafficking. Mengikut Soesilo (1994), perdagangan perempuan ialah melakukan perbuatan-perbuatan dengan maksud menyerahkan perempuan kepada pihak lain untuk kepentingan pelacuran. Termasuk pula di sini adalah kegiatan mencari perempuan-perempuan untuk dikirim keluar negeri dan dijadikan pelacur. Konvensi PBB untuk Penindasan, Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacuran oleh Orang Lain tahun 1949 membatasi pengertian trafficking hanya pada praktek prostitusi dan kejahatan yang menyertai iaitu perdagangan manusia untuk tujuan prostitusi. Mengikut Global Alliance Against Trafficking Women (GAATW) tahun 1997, dalam definisinya menekankan adanya tiga elemen penting dalam konsep trafficking, yaitu rekrutmen, transportasi dan lintas batas negara. Kemudian oleh Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Againt Women (CEDAW) tahun 1979, ditambahkan satu elemen lagi yakni elemen persetujuan atau consent. Dalam hal ini, persetujuan korban merupakan elemen kunci dalam konsep trafficking. Sepanjang tujuannya tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi pekerja migran atau masih dalam batas-batas consent yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dikategorikan sebagai trafficking.


 

Dari ketiga elemen dasar trafficking tersebut di atas, ketara sekali perbedaan antara trafficking (perdagangan manusia) dan smuggling (penyelundupan). Dalam fenomena smuggling mengandungi unsur-unsur ilegalitas transportasi, melintas batas negara dan sama sekali tidak ada unsur eksploitasi terhadap pekerja migran di negara tujuan. Sebaliknya, dalam kasus trafficking selalu berlaku tindakan yang mengeksploit pekerja migran. Bagaimanapun, di dalam perdagangan perempuan terkadang ditemukan juga unsur penyelundupan karena memasuki negara lain secara ilegal (Farid 2000).


 

Berdasarkan beberapa definisi yang dihurai di atas, maka bolehlah dikatakan bahwa perdagangan perempuan ialah suatu kegiatan yang meliputi proses perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan dan pengiriman perempuan baik di dalam wilayah negara maupun melintasi batas negara untuk pekerjaan atau pelayanan dengan menggunakan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penghambaan dan penipuan untuk tujuan eksploitasi.


 

FENOMENA PERDAGANGAN PEREMPUAN

Hubungan ekonomi Indonesia dengan Malaysia saat ini berkembang dengan pesat. Banyak investor Malaysia yang melirik Indonesia karena menurut mereka Indonesia pasar yang luar biasa besar dan belum digarap optimal. Oleh itu, mereka berbondong-bondong masuk ke Indonesia membeli perusahaan-perusahaan yang sudah eksis. Sebaliknya, investor Indonesia yang masuk Malaysia sangat minim. Hanya beberapa dan itu pun tidak dalam skala besar. Indonesia baru banyak `menanamkan investasi' di Malaysia di sektor tenaga kerja. Lebih daripada dua juta orang Indonesia bekerja di Malaysia sebagai tenaga kerja kasar seperti buruh di perkebunan, buruh bangunan, buruh pabrik dan pembantu rumah tangga. Di antara buruh-buruh migran tersebut terselip juga para tenaga kerja perempuan Indonesia yang masuk ke Malaysia secara ilegal karena terperangkap dalam jaringan perdagangan manusia.


 

Para pekerja migran tersebut datang ke Malaysia melalui dua jalur yaitu jalur barat dan jalur timur. Jalur barat (The Peninsular Malaysian System) dilalui oleh pekerja migran dari Jawa, Pulau Bawean, Sumatra Utara, Aceh, Minangkabau, Lombok Timur dan Lombok Tengah. Mereka dibawa ke penampungan di Batam, Kuala Tungkal dan Tanjung Balai Karimun, Propinsi Kepulauan Riau sebelum diseberangkan ke Johor Baru Malaysia. Sedangkan jalur timur dilalui pekerja migran dari Sulawesi Selatan (Pare-Pare, Tana Toraja) dan Kabupaten Flores Timur. Mereka berlayar menuju Pulau Nunukan dan terus menyebrang ke Tawao (Sabah dan Serawak). Jalur timur lebih berbahaya daripada jalur barat dengan waktu tempuh selama empat hari untuk sampai ke Pulau Nunukan (Mantra et al. 1999).


 

Berbagai cara dilakukan oleh calon pekerja migran untuk dapat bekerja ke Malaysia. Sebagian calon pekerja menempuh prosedur yang dianjurkan pemerintah, yaitu dengan melalui PJTKI (Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia), sedang yang lainnya melalui prosedur lain, yaitu dengan melalui calo tenaga kerja. Upah yang tinggi di luar negeri mengakibatkan para calon tenaga kerja memilih cara yang paling mudah untuk dapat bekerja di Malaysia. Menggunakan jasa calo dianggap sebagai cara yang paling mudah untuk berangkat dan mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Status mereka ini kebanyakannya ilegal menyebabkan mereka mudah terperangkap ke dalam sindikat perdagangan perempuan. Berbagai data menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja migran Indonesia di Malaysia menyandang status ilegal, artinya tidak mempunyai dokumen, tanpa izin atau tidak mempunyai visa kerja yang sah. Menurut Demmallino dan Wicaksono (2004), pada tahun 2000 tercatat bahwa lebih dari 1,5 juta pekerja migran ilegal asal Indonesia berada di Malaysia. Dari jumlah ini, 1 juta orang bekerja di Semenanjung Malaysia dan sekitar 500 sampai dengan 700 ribu orang lainnya di Malaysia Timur. Pada tahun 2002 diperkirakan lebih dari 2 juta rakyat Indonesia berhijrah ke Malaysia untuk perbaikan nasib mereka. Namun hampir setengah jumlah tersebut merupakan tenaga kerja ilegal. Status ilegal tersebut menjadikan mereka sangat rentan menjadi korban perdagangan manusia,
banyak di antaranya mengalami eksploitasi dan berbagai perlakuan yang bertentangan dengan hak asasi manusia.


 

Dalam perkembangannya, para calo bukan lagi menjadi perantara bagi calon tenaga kerja yang ingin ke luar negeri, namun mereka berperan sebagai pencari tenaga kerja. Peran calo cukup dominan dan menimbulkan ketergantungan para pekerja migran yang cukup besar terhadap calo. Ketergantungan tersebut menjadikan calo leluasa untuk melakukan berbagai penipuan, terutama janji palsu dalam mencarikan pekerjaan. Sebagai contoh, menurut Darwin (2003) di Pontianak, banyak anak perempuan di bawah umur yang dijerat oleh para calo atau trafficker dengan cara merayu mereka untuk dipekerjakan di luar negeri dengan upah yang cukup tinggi. Segala kelengkapan, termasuk biaya pembuatan paspor dan keberangkatan anak tersebut sepenuhnya ditanggung oleh calo. Namun demikian, pada akhirnya semua pengeluaran tersebut dihitung sebagai pinjaman yang harus dibayar. Selain menjerat dengan bentuk hutang, tidak sedikit para calo yang mempekerjakan perempuan tidak sesuai dengan janji mereka. Janji untuk mempekerjakan sebagai pembantu rumah tangga pada kenyataannya dialihkan untuk pekerjaan di dalam industri seks.


 

Perempuan pekerja migran yang terjerumus ke dalam lembah pelacuran biasanya awalnya karena tertipu. Sebelum berangkat ke Malaysia, mereka dijanjikan akan dipekerjakan sebagai pelayan toko atau pegawai pabrik. Tetapi kenyataan berkata lain, sesampai di Malaysia, mereka dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersial. Mengikut (Atmanto & Barus 2007), sekali melayani tamu, mereka dibayar RM 150, tetapi dari jumlah itu mereka hanya memperoleh RM10 sahaja. Selebihnya disetor ke bapak ayam (mucikari). Ini kerana germo tersebut telah membeli seorang perempuan tersebut seharga RM 4800. Setoran tersebut merupakan pembayaran cicilan hutang perempuan tersebut kepada sang germo, sekaligus biaya makan selama di penampungan. Tidak tanggung-tanggung, seorang perempuan harus melayani 500 laki-laki hidung belang untuk melunasi hutangnya. Tapi sekalipun sudah melayani 500 orang, ia tak bisa lepas dari cengkeraman bapak ayam. Kalau perempuan tersebut berani meninggalkan penampungan dan tertangkap, maka hukumannya adalah dipukuli.


 

Mekanisme yang digunakan oleh jaringan perdagangan perempuan untuk semakin membenamkan perempuan ke dalam lingkaran industri prostitusi adalah melalui konsep jerat hutang. Jaringan ini akan berusaha sekeras mungkin untuk mengekalkan fenomena perdagangan haram agar dapat meraup keuntungan sebanyak mungkin. Mereka sengaja menciptakan keadaan yang membuat perempuan pencari kerja akan berada pada tahap ketergantungan yang sangat tinggi sehingga tidak mampu lagi untuk keluar dari pekerjaannya. Salah satu cara untuk mempertahankan ketergantungan pekerja migran perempuan dengan mereka yang menawarkan jasa adalah dengan mempraktikkan jerat hutang memalui sistem kerja ijon. Kerja ijon muncul ketika para pencari kerja yang tertipu diberitahu bahwa mereka harus membayar sejumlah uang kepada bos atau calo yang membawa mereka setibanya di tempat tujuan atau di tempat kerja yang baru. Uang yang harus dibayarkan biasanya meliputi biaya transportasi, dokumen perjalanan, akomodasi dan biaya lainnya. Para pencari kerja tersebut tidak pernah mendapatkan penjelasan sebelumnya tentang jumlah hutang yang harus dibayarkan. Biasanya jumlah tersebut sangat tinggi karena ditambah dengan tingginya bunga pinjaman yang ditetapkan secara sepihak. Keadaan ini menyebabkan mereka harus bekerja sebagai bentuk pembayaran atas hutang-hutang mereka.


 

Kasus-kasus perdagangan perempuan terutama untuk eksploitasi seksual ini sukar diselesaikan secara tuntas karena mekanisme perdagangan perempuan yang biasanya di bawah umur ini dilaksanakan secara tersembunyi dan menggunakan jaringan yang sangat tertutup. Mata rantai jaringan ini dimulai dari para calo yang menyamar sebagai pencari tenaga kerja di tingkat desa atau daerah asal, sampai dengan mucikari yang memperdagangkan mereka untuk keperluan seksual di daerah tujuan yang umumnya di kota-kota besar atau luar negeri. Kolusi yang dibina antara calo, mucikari, aparat, biro travel dan para konsumen, menyebabkan perdagangan haram ini makin subur (Setyawati 1999). Jaringan industri seks ini kemudian menjadi sangat panjang dan luas hingga meliputi beberapa negara sebagai konsekuensi dari mudahnya jalur komunikasi dan terbukanya sistem informasi maupun transportasi.


 

Pola jaringan sindikat perdagangan perempuan terorganisasi dengan rapi dan sangat sulit untuk dideteksi, terlebih bila yang bersangkutan ditujukan untuk kegiatan pelacuran. Kesulitan untuk mendeteksi jaringan sindiket ini selain kerana kemampuan dan jaringannya yang sangat kuat, mereka juga memiliki akses yang sangat dekat dengan biro jasa transportasi dan pengirim tenaga kerja ilegal serta biro keimigrasian, mulai dari daerah asal, dearah pemberangkatan hingga ke daerah penyeberangan Malaysia. Oleh itu kegiatan jaringan sindikat ini dapat dikatakan tidak menghadapi kendala yang cukup berarti (Demmallino dan Wicaksono 2004).


 

Peranan anggota sindikat ini bermacam-macam. Ada yang bertugas mengurus paspor dan visa, menjadi penghubung dengan mucikari di Malaysia dan mencari gadis-gadis berumur 14 hingga 20 tahun. Mereka ini mencari korban di pelosok desa dengan iming-iming gaji tinggi dan bekerja di tempat yang halal seperti pelayan toko atau rumah makan. Selain itu, segala pengurusan surat seperti paspor, visa dan izin kerja, keperluan selama di penampungan, dan ongkos keberangkatan tidak dipungut biaya. Biaya-biaya tersebut boleh dicicil nantinya setelah bekerja. Sindikat ini juga bekerja sama dengan PJTKI yang nakal.


 

Fenomena perdagangan perempuan ini merupakan sektor perdagangan yang kini berkembang pesat. Ianya dikendalikan oleh jaringan global yang tersusun serta bersindikat, dengan menggunakan kelengkapan teknologi yang canggih serta dilindungi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perdagangan perempuan ini boleh dijadikan sebagai daya tarik wisatawan luar negari, yang mana menjadikan ianya satu perdagangan yang lumayan untuk diceburi. Kegiatan perdagangan perempuan ini juga semakin berleluasa disebabkan oleh nafsu materialistik, nafsu uang dan nafsu seks yang melebihi kewarasan akal manusia. Menurut satu kajian oleh Persatuan Bangsa-Bangsa, perniagaan haram ini mampu meraih keuntungan tinggi dengan anggaran keuntungan mencapai jutaan dollar. Satu kajian telah mencatatkan bahwa terkini hampir 300,000 perempuan melibatkan diri dalam pelacuran di Malaysia. Sebuah kelab yang menjalankan kegiatan tidak halal ini pula mampu mendapat hasil sehingga sebanyak hampir RM500,000 semalam.


 

FAKTOR PENYEBAB PERDAGANGAN PEREMPUAN

Pembangunan ekonomi di negara miskin dipengaruhi golongan berkuasa di negara kapitalis maju (Baran 1957). Kemunduran dan kemiskinan di negara-negara Dunia Ketiga ini dianggap sebagai hasil pergantungan negara tersebut ke dalam sistem ekonomi dunia. Keadaan ini dikenal juga sebagai perhubungan antara pusat dan pinggiran dimana negara-negara maju telah mengeksploit negara-negara pinggiran. Keadaan ini berlangsung sampai kepada tataran kehidupan di pedesaan. Menurut pendekatan struktur, kemiskinan yang terjadi di pedesaan berakar umbi kepada sistem produksi dan bukannya faktor internal individu tersebut (Frank 1978). Kekurangan ketiadaan sumber kebendaan menimbulkan halangan membuat dan menikmati pilihan di kalangan golongan miskin tersebut. Keadaan ini berimbas kepada munculnya perempuan-perempuan pedesaan yang miskin dan tidak berpenghasilan. Ketidak berdayaan perempuan-perempuan pedesaan tersebut telah dijadikan peluang oleh jaringan perdagangan haram untuk mengeksploit mereka.


 

Selain kemiskinan perempuan pedesaan, masih banyak lagi faktor-faktor penyebab perdagangan manusia. Sebab-sebab ini rumit dan seringkali saling memperkuat satu sama lain. Jika melihat perdagangan manusia sebagai pasar global, maka para korban merupakan sisi penawaran (persedian) dan para majikan yang kejam atau pelaku eksploitasi seksual mewakili permintaan.


 

Faktor-faktor yang mempengaruhi dari sisi penawaran antara lain ialah kemiskinan, pendidikan dan ketrampilan yang rendah, kekurangan informasi, daya tarik standar hidup di tempat lain yang lebih tinggi, strukur sosial dan ekonomi yang lemah, kesempatan bekerja yang kurang, kejahatan yang terorganisir, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, diskriminasi terhadap perempuan, budaya patriarkhi, penegakan hukum yang lemah, korupsi pemerintah, ketidakstabilan politik, konflik bersenjata, dan tradisi-tradisi budaya seperti perbudakan tradisional. Di beberapa masyarakat, sebuah tradisi memungkinkan anak ketiga atau keempat dikirim untuk hidup dan bekerja di kota dengan seorang anggota keluarga jauh (seringkali seorang "paman"), dengan janji akan memberi pendidikan dan pelajaran berdagang kepada anak. Dengan mengambil keuntungan dari tradisi ini, para pelaku perdagangan seringkali memposisikan diri mereka sebagai agen pekerjaan, yang membujuk para orang tua untuk berpisah dengan seorang anak, tetapi kemudian memperdagangkan anak tersebut untuk bekerja sebagai pekerja seks, pelayan rumah atau perusahaan komersial.


 

Di sisi permintaan, faktor-faktor yang membawa pada perdagangan manusia mencakup industri seks dan permintaan akan tenaga kerja yang dapat dieksploitasi. Pariwisata seks dan pornografi telah menjadi industri dunia luas, yang difasilitasi oleh teknologi seperti internet, yang secara berlebihan memperluas pilihan-pilihan yang tersedia bagi para pelanggan dan memungkinkan adanya transaksi yang cepat dan hampir tidak terdeteksi. Perdagangan haram untuk tujuan prostitusi ini semakin tumbuh subur karena keuntungannya sangat luar biasa. Perdagangan manusia juga ditimbulkan oleh adanya permintaan global atas tenaga kerja yang murah, rentan, dan illegal.


 

PERDAGANGAN PEREMPUAN SEBAGAI ISU HAM

Perdagangan perempuan merupakan kegiatan pelanggaran hak asasi manusia terutama berupa tindakan kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan ataupun hukum dan praktik yang mendiskriminasikan perempuan (Yasir 1999). Perdagangan perempuan merupakan salah satu aspek perbudakan moderen yang memprihatinkan karena kehidupan manusia dijadikan sebagai komoditi perdagangan. Ianya telah menempatkan nilai moneter pada kehidupan seorang perempuan. Sebuah harga diberikan atas kebebasan seorang perempuan. Kejahatan perdagangan manusia bukan hanya merusak nilai-nilai asasi manusia, tetapi telah merendahkan derajat manusia. Sebagai salah satu isu HAM, masalah perdagangan anak perempuan seharusnya mendapatkan prioritas penanganan. Pemerintah yang mentoleransi perdagangan manusia sama saja mentoleransi perbudakan. Bagaimanapun, penghapusan mata rantai perdagangan perempuan ini menghadapi kendala. Hal ini karena menyangkut faktor-faktor sosial budaya yang berkait erat dengan konstruksi sosial yang sudah melembaga dan hubungan gender yang asimetris.


 

Hukum sangat diperlukan untuk dapat melindungi perempuan daripada praktik perdagangan yang merupakan bentukan dari faktor sosial budaya tersebut. Hukum yang diperlukan adalah hukum pidana karena hukum ini dipandang sangat efektif untuk menangani berbagai tindak kejahatan yang menyangkut norma kesusilaan. Ianya bertujuan melindungi kepentingan individu atau hak-hak asasi manusia, serta melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat dan negara dengan perimbangan yang serasi dari tindakan tercela di satu pihak dan tindakan penguasa yang sewenang-wenang di lain pihak. KUHP pasal 297 dan UU Perlindungan Anak pasal 83 mengatur secara tegas kebijakan-kebijakan terhadap perdagangan haram ini. Tetapi ianya belum sepenuhnya menjamin perlindungan atas hak-hak perempuan, utamanya yang menyangkut perlindungan atas hak kebebasan perempuan dan kesehatan reproduksi mereka. Hukum tersebut menjadi tidak sensitif gender dan sudah tidak up to date lagi. Oleh itu sudah saatnya pemerintah dan lembaga-lembaga terkait membuat suatu kebijakan atau peraturan hukum yang dapat melindungi kesehatan reproduksi perempuan dalam berbagai kegiatan seksual ilegal, khususnya yang menyangkut perdagangan perempuan untuk tujuan pelacuran.


 

Fenomena perdagangan perempuan ini telah membuahkan berbagai bentuk eksploitasi yang dialami para migran. Ianya dapat terjadi sejak mereka diberangkatkan dari daerah asal hingga ke negara tujuan dan ketika pemulangan terjadi. Bentuk-bentuk eksploitasi tersebut meliputi pencaloan administrasi, pemberangkatan dan penyelundupan, penipuan atas pekerjaan, pemaksaan pekerjaan, jerat hutang, pelecehan seksual dan pemotongan gaji (Demmallino & Wicaksono 2004). Semua bentuk-bentuk eksploitasi tersebut bercampur aduk antara eksploitasi ekonomi, seksual, fisik dan psikis.


 

  1. Penipuan

Unsur penipuan terhadap para migran terjadi dalam proses keberangkatan migran dari daerah asal sampai ke daerah tujuan, dan juga sewaktu pemulangannya pun masih tidak luput dari penipuan. Perekrut menipu dengan berbagai macam janji, dari janji mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang banyak sampai janji untuk mendapatkan bantuan finansial untuk keperluan keluarga calon migran. Biro perjalanan juga menipu melalui percaloan tiket, paspor, penginapan dan KTP. Kemudian pada proses penyebrangan, pihak penyelundup sering berkolusi dengan polisi lintas batas dalam melakukan kegiatan yang merugikan para migran. Sementara itu, pihak penyalur di daerah tujuan menipu pekerja migran dengan menjerumuskan pada pekerjaan ilegal, pemotongan gaji, perlindungan semu bila ada penggrebegan oleh kepolisian setempat, penginapan dan lain-lain.


 

  1. Pemaksaan pekerjaan sebagai pelacur

Kasus eksploitasi terhadap pekerja migran terjadi pada tataran asusila kerana mereka diperjualbelikan dalam kasus perdagangan perempuan untuk prostitusi. Sebagai contoh, seorang koordinator perekrut yang berhasil menyeberangkan migran ke Malaysia memperoleh keuntungan 2.5 juta rupiah per orang. Jumlah ini belum termasuk royalti per bulan yang besarnya tergantung dari banyaknya pelanggan di Malaysia. Perekrut di daerah asal juga juga memperoleh keuntungan yang besarnya 1.5 juta rupiah per orang. Penadah yang mengelola lokalisasi memperoleh fee secara berjenjang atau berdasar kelas pelacur. Keuntungan terbesar diperoleh ketika seorang penadah mendapat migran yang perawan, yang biasa ditawar dengan harga 6 juta rupiah per orang (harga sebelum krisis moneter).


 

  1. Pelecehan seksual

Di samping penipuan dan pemaksaan pekerjaan sebagai pelacur, migran sering mendapat pelecehan seksual. Sebagai contoh, seorang pekerja migran perempuan yang mengaku perawan dijual ke cukong seharga 6 juta rupiah dan harus "dites" lebih dahulu oleh cukong tersebut. Bila ternyata perempuan tersebut tidak perawan, maka cukong tidak membayarnya meskipun untuk biaya uji coba. Posisi perempuan menjadi tersudut karena penilaian keperawanan sangat subjektif dari cukong. Kasus pelecehan seksual yang lain yang sering dialami pekerja migran tersebut ialah jika terjadi penggrebegan atau razia oleh Polis Diraja Malaysia. Untuk menghindar dari razia terkadang terdapat beberapa orang pekerja migran ilegal mengaku istri dari seorang laki-laki yang ditunjuk sebagai suami mereka. Sebagai imbalannya lak-laki tersebut harus dibayar dengan sejumlah uang, termasuk didalamnya sogokan ringgit yang harus dibayarkan kepada oknum kepolisian Malaysia dan dibayar dalam bentuk hubungan seks.


 

  1. Jerat hutang dan pemotongan gaji

Pekerja migran terjerat hutang sejak dari pemberian bantuan dari awal perekrutan, biaya perjalanan, sampai yang bersangkutan belum bekerja di negara tujuan. Seluruh biaya tersebut dihitung sekurang-kurang 2 atau 3 kali lipat dari total pembiayaan. Hutang ini kemudian dicicil melalui pemotongan gaji dalam beberapa bulan bahkan ada yang bertahun-tahun.


 

  1. Penularan penyakit

Perdagangan perempuan akan memberi dampak yang sangat membimbangkan dari sudut kesehatan dan kesejahteraan rakyat.   Ia membawa resiko penyakit kelamin dan HIV/AIDS yang dapat merebak dengan begitu pantas di kalangan masyarakat.   Tentu sekali keadaan ini membawa dampak negatif kepada keharmonian kehidupan individu, keluarga pada umumnya dan seterusnya kepada seluruh masyarakat  Indonesia-Malaysia. Hakekatnya keadaan ini membawa akibat yang buruk terhadap pembinaan generasi masa depan negara.


 

UPAYA-UPAYA MEMERANGI PERDAGANGAN PEREMPUAN

Berbagai upaya telah dan sedang dijalankan pemerintah Indonesia untuk memerangi kejahatan perdagangan perempuan, melalui upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan perdagangan perempuan. Rakyat perlu diperjelaskan tentang keseriusan isu perdagangan perempuan dengan segala implikasinya. Transformasi sosial masyarakat merupakan dasar penting kepada pembasmian gejala sosial, yang merangkumi isu perdagangan perempuan. Transformasi itu membawa implikasi bahwa masyarakat akan memiliki pemikiran dan nurani yang mementingkan kesejahteraan manusia, khususnya perempuan, mengatasi kepentingan keuntungan uang dan pemuasan hawa nafsu.


 

Untuk mencegah terjadinya perdagangan perempuan maka beberapa program perlu dilancarkan seperti program ekonomi, penyebarluasan informasi, dan akses pendidikan di wilayah rentan. Masyarakat daerah asal migran perlu diberdayakan ke arah pemahaman tentang prosedur ketenagakerjaan. Pihak Depnaker setempat harus memainkan perannya lebih aktif bersama-sama secara terpadu dengan pihak terkait (tokoh adat, agama, budaya, pemintah tingkat desa/kelurahan setempat) termasuk biro travel untuk membenahi segala kemungkinan bentuk eksploitasi pada calon migran maupun keluarganya.


 

Pemerintah juga perlu membenahi semua lini proses pemberangkatan dan penempatan pekerja migran oleh birokrat atau swasta. Peran swasta yang dominan didalam penempatan pekerja migran justru perlu dikurangkan karena selama ini mereka selalu lepas tanggung jawab apabila muncul persoalan di lapangan.


 

Mengikut harian Pikiran Rakyat (2005), upaya-upaya penghapusan kejahatan perdagangan perempuan di Indonesia agaknya masih setengah hati dan memprihatinkan. Demikian juga dukungan pemerintah terhadap penegakan hak asasi perempuan dan anak-anak masih sebatas politis, belum sampai pada tahap implementasinya. Secara politis Indonesia sudah banyak meratifikasi berbagai kesepakatan dunia mengenai diskriminasi gender dan penghapusan perdagangan perempuan. Akan tetapi implementasinya belum optimal. Belum ada langkah jelas dan nyata seperti dalam bentuk kontrak sosial pemerintah dengan masyarakatnya.


 

Perlu adanya ketegasan dari pemerintah pusat sampai daerah sebagai negara yang ikut meratifikasi agar ada jaminan terhadap ditegakkannya hak asasi perempuan, yakni dengan tindakan hukum dan sanksi keras untuk menghapus perdagangan perempuan. Kepolisian Republik Indonesia masih kesulitan mengatasi kasus perdagangan manusia karena instrumen hukum yang tersedia tidak mencukupi untuk menanggapi kompleksitas kejahatan perdagangan haram ini. Sebelum tahun 2007, UU yang paling relevan dalam kejahatan perdagangan tersebut adalah UU KUHP pasal 297 dan UU Perlindungan Anak pasal 83. Beberapa aspek penting yang tidak memadai dalam perundang-undangan tersebut meliputi definisi, sistem pembuktian kejahatan dan perlindungan korban. UU tersebut tidak memberikan definisi yang jelas mengenai perdagangan manusia sehingga telah membawa masalah serius dalam penerapan kedua UU tersebut dalam kasus yang seharusnya dikategorikan sebagai perdagangan manusia. Di lapangan banyak juga ditemukan bantuk-bentuk kejahatan lebih spesifik yang tidak mampu dijerat oleh pasal-pasal dalam UU tersebut, misalnya modus jeratan hutang.


 

Pemidanaan praktik serupa perdagangan manusia dalam UU yang ada lebih fokus kepada kejahatan perorangan, padahal nyata sekali perdagangan haram ini merupakan kejahatan terorganisir. Secara teknis hukum, penyelidikan dan penyidikan kejahatan perorangan dan terorganisir seharusnya berbeda. UU yang ada juga tidak menyediakn bantuan yang memadai bagi korban. Seharusnya ada bantuan untuk korban yang wajib diberikan menurut UU misalnya penangan luka jasmani dan trauma, klaim atas hak sebagai pekerja dan kemudahan berurusan dengan proses hukum sebagai korban tindak pidana.


 

Dalam hal menangani perdagangan perempuan, Pemerintah Thailand lebih maju dibanding Indonesia. Mereka telah mempunyai instrumen HAM nasional di bidang perlindungan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat perdagangan perempuan dan anak yaitu Undang-Undang Pencegahan dan Pelarangan terhadap Prostitusi tahun 1996 (Ditjen Ham, 2003). Indonesia sendiri, baru pada awal tahun 2007 ini mempunyai Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO No 21/2007). Undang-undang ini agaknya sudah menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam undang-undang sebelumnya yang berkaitan dengan perdagangan perempuan seperti KUHP pasal 297 dan UU Perlindungan Anak pasal 83. Sanksi hukumannya pun lebih berat, yakni hukuman penjara antara 3 sampai 15 tahun atau denda Rp 120 juta hingga Rp 600 juta bagi oknum yang tertangkap akibat melakukan kegiatan perdagangan perempuan. Bagaimanapun, efektifitas dari peraturan perundang-undangan tersebut sangat bergantung pada pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum, polisi dan instansi terkait. Kekurangan kesadaran atas kerjasama aparat penegak hukum serta kolusi antara penegak hukum dengan sindikat kriminal sering dinyatakan sebagai faktor-faktor yang menghalangi efektifitas upaya penegakan hukum.


 

Panduan (guidelines) tentang pekerja migran mengenai pengaturan standar gaji minimum, hak pekerja dan perlindungan pekerja migran sampai saat ini belum tersedia. Untuk itu perlu dibuat perundingan kerjasama antara Menteri Tenaga Kerja Indonesia dan Malaysia. Dalam perundingan tersebut juga harus mengikutsertakan para pengusaha, terutama pengusaha pemasok pekerja migran dan para pengurus konfederasi Serikat Pekerja. Perundingan ini memang sangat berat, apalagi banyak perusahaan pengerah tenaga kerja adalah milik pejabat kerajaan Malaysia. Kesepakatan ini tentunya akan menyebabkan keuntungan mereka berkurang. Bagaimanapun, perundingan ini perlu diwujudkan untuk melindungi pekerja migran dari jeratan perdagangan manusia.


 

Pemerintah Malaysia sampai saat ini juga belum memiliki UU Anti Perdagangan Manusia. Oleh itu pekerja migran tanpa dokumen yang bekerja di Malaysia menjadi rawan kriminalisasi. Pihak Indonesia dapat mengatakan bahwa pekerja migran ilegal tersebut merupakan korban perdagangan manusia karena Indonesia mempunyai UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Bagaimanapun, di Malaysia, pekerja migran tersebut justru dikatakan melanggar hukum dan boleh ditahan Polis Diraja Malaysia. MoU antara pemerintah Indonesia dan Malaysia mengenai pekerja migran juga berpotensi menjurus kepada perdagangan manusia, karena majikan boleh menahan paspor buruh migran. Mereka yang kabur karena tidak tahan dengan siksaan majikan malah dianggap pelanggar keimigrasian, seperti dalam kasus Ceriyati (Ramadhanny 2007). Sudah saatnya MoU tersebut dikaji ulang. Pemerintah Indonesia juga perlu menghimbau secara tegas kepada kerajaan Malaysia melalui posisi Indonesia di ASEAN dan Dewan HAM PBB, untuk segera membuat UU Anti Perdagangan Manusia agar kedua negara dapat sepaham untuk melindungi buruh migran.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

RUMUSAN


 

Perdagangan perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Pada dasarnya, perdagangan perempuan melanggar hak asasi universal manusia untuk hidup, merdeka, dan bebas dari semua bentuk perbudakan.


 

Perdagangan perempuan meningkatkan kerusakan sosial. Perdagangan ini merenggut anak secara paksa dari orang tua dan keluarga mereka, menghalangi pengasuhan dan perkembangan moral mereka, mengganggu jalannya pengetahuan dan nilai-nilai budaya dari orang tua kepada anaknya dan dari generasi ke generasi, yang membangun pilar utama masyarakat. Keuntungan dari perdagangan haram ini seringkali membuatnya mengakar di masyarakat-masyarakat tertentu, yang kemudian dieksploitasi secara berulang-ulang sebagai sumber yang siap menjadi korban.


 

Perdagangan perempuan menghilangkan sumber daya manusia. Perdagangan ini memiliki dampak negatif pada pasar tenaga kerja, yang menimbulkan hilangnya sumber-sumber daya manusia yang tidak dapat diperoleh kembali. Perdagangan haram ini menciptakan generasi yang terbelakang dalam hal pendidikan yang selanjutnya mengakibatkan hilangnya produktifitas dan kekuatan pendapatan di masa mendatang. Keadaan ini memperkuat putaran kemiskinan dan buta huruf yang memperlambat perkembangan nasional.


 

Perdagangan perempuan merusak kesehatan masyarakat. Para korban perdagangan seringkali mengalami kondisi yang menyakitkan diakibatkan kerana trauma fisik, seksual dan psikologis. Infeksi-infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit kelamin dan HIV/AIDS seringkali merupakan akibat dari prostitusi yang dipaksakan. Kegelisahan, insomnia, depresi dan penyakit pasca traumatis stres adalah wujud psikologis umum di antara para korban.


 

Perdagangan perempuan menumbangkan wibawa pemerintah. Pemerintah telah berjuang untuk melaksanakan kendali penuh atas teritori nasional mereka tetapi amalan korupsi melemahkannya. Para pelaku perdagangan perempuan mengancam keamanan penduduk yang rentan dan lebih lanjut merusak usaha-usaha pemerintah untuk menggunakan wewenangnya. Selain itu, uang suap yang dibayarkan oleh para pelaku perdagangan menghalangi kemampuan pemerintah untuk memerangi korupsi yang dilakukan diantara para petugas penegak hukum, pejabat imigrasi dan pejabat pengadilan.


 

Pemerintah perlu mengambil langkah nyata untuk menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam mata rantai perdagangan perempuan, dari calo, germo, PJTKI yang nakal, biro travel, aparat imigrasi, aparat penegak hukum, penadah dan sebagainya. Jangan sampai negara ini terus menerus tercoreng hanya karena tidak mampu mengurus pekerja migran yang merupakan pahlawan bangsa yang sebenar-benarnya.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

RUJUKAN


 

Atmanto, I.A. dan Barus, D.M. 2007. Perdagangan manusia: dalam cengkeraman bapak ayam. Gatra no 30. 7 Juni

Baran, P. 1957. The political economy of growth. Monthly Review Press

Darwin, Mujahidir. 2003. Pekerja migran dan seksualitas. Yogya : PSKK UGM

Demmallino, E.B. dan Wicaksono, B. 2004. Utang budaya perempuan tana Toraja. Yogya : PSKK UGM

Ditjen HAM, 2003. Tinjauan trafficking di Thailand. http://www.ham.go.id/index_HAM (25/6/2007)

Farid, Muhammad. 2000. Perdagangan ("trafficking") anak dan perempuan : masalah definisi. Yogyakarta.

Frank, A.G. 1978. Dependent accululation and underdevelopment. London : The MacMillan Press Ltd.

Global Alliance Against Trafficking Women (GAATW), 1997. Practical guide to assisting trafficked women, Bangkok

Imelda, J.D. et al. 2004. Utang selilit pinggang : sistem ijon dalam perdagangan anak perempuan. Yogya : PSKK UGM

Mantra, I.B et al. 1999. Mobilitas tenaga kerja Indonesia ke Malaysia : studi kasus. Yogya : PSKK UGM

Pigay, N. 2005. Migrasi dan penyelundupan manusia.
http://www.nakertrans.go.id (27/3/2007)

Pikiran Rakyat. 2005. 24 Pebruari


 

Ramadhanny, F.2007. TKI di Malaysia rawan kriminalisasi. http//www.detik.com (28/6/2007)

Setyowati, Lugina. 1999. The government policy on prostitusion, a study of policy making in Indonesia, (Thesis for Master of Arts), Melbourne : Monash University

Sikwan, A dan Triastuti, M.R.H. 2004. Tragedi perdagangan amoi Singkawang. Yogya : PSKK UGM

Soesilo, R. 1994. Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya. Bogor : Politica

Yasir, Muhammad Alimi. 1999. Advokasi hak-hak perempuan membela hak mewujudkan perubahan. Yogya : LKIS


 


 


 


 


 


 


 

*) Dosen di Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta. Email : nratnawati@yahoo.com

Kamis, 03 November 2011

Doa Arwah Semua Umat Beriman

MANUSIA TIDAK MATI DALAM PANDANGAN MASYARAKAT TUMBANGDATU – BALIK, DI KECAMATAN SANGALLA' UTARA – TANA TORAJA

(Yans Sulo Paganna' Pr.)

=sebuah laporan peristiwa dan refleksi=


 

Tumbangdatu, sebuah daerah di bagian paling utara kecamatan Sangalla' Utara– Kabupaten Tana Toraja. Sebuah nama kampung yang diambil dari nama seorang tokoh penggagas kombongan raksasa pertama di Bumi Lakipadada-Toraja. Dari daerah inilah yang dalam sejarah "negeri lepongan bulan – gorri'na matari' allo" disebut sebagai daerah tempat kombongan kalua', atau rapat raksasa pertama di Tana Toraja yakni ketika seorang pemuda genius bernama Tumbangdatu mengumpulkan topadatindo (tokoh-tokoh toraja yang mempunyai harapan dan mimpi yang sama untuk membangun toraja) di Sarira-Balik (Tumbangdatu) untuk membicarakan berbagai persoalan negeri ini (baca: Toraja) yang salah satunya adalah membicarakan strategi perang melawan musuh yang mencoba masuk ke Tana Toraja. Dari 'negeri' inilah lahir beberapa basse toraya (kesepakatan bersama yang tidak boleh dilanggar) yang kini dilupakan.


 

Daerah Tumbangdatu yang dalam peta wisata Toraja disebut sebagai salah satu perkampungan wisata, sungguh-sungguh merupakan sebuah daerah yang unik dan masih sangat original. Maka tidak heran kalau tempat ini menjadi salah satu tempat yang paling disenangi para pemandu wisata saat mengantar tamu-tamu mereka di daerah Toraja ini. Selain daerahnya yang indah, rumah-rumah adatnya yang hampir semuanya masih beratap bambu lengkap dengan tanduk-tanduk kerbau yang tersusun rapih tanpa cacat, tetapi juga karena adatnya yang sangat unik. Untuk saat sekarang ini, barangkali tinggal satu-satunya daerah yang masih setia memelihara kebiasaan ma'tada (berdoa sekaligus bermohon doa bagi keluarga yang sudah meninggal). Dan barangkali juga tinggal satu-satunya daerah yang masih memelihara tradisi leluhur di tengah kekristenan modern, sebut saja misalnya istilah "manda' pemali" semacam hari-hari nyepi di Bali. Pada saat itu masyarakat sungguh-sungguh menciptakan keheningan (bukan kesepian); tidak boleh bertengkar, tidak boleh menebang pohon, tidak boleh berbicara keras-keras – tertawa apalagi berteriak, dll. Bagi yang melanggar akan dikenai sangsi adat dengan istilah didosa yang harus ditebus dengan permohonan maaf publik.


 

Sungguh-sungguh sebuah daerah yang sangat unik. Di sini saya ingin mengisahkan salah satu keunikan dari berbagai keunikan tradisi leluhur yang terpelihara dengan baik dan dihidupi oleh masyarakat setempat, yakni tradisi ma'ta'da (berdoa sekaligus memohon doa bagi keluarga yang sudah meninggal dan dilakukan oleh komunitas agama alukta-aluk todolo) dan mambaya kaburu' (tradisi katolik).


 

Masyarakat di daerah Tumbangdatu yang meliputi dua lembang, Balik dan Bokko, yang hampir 100% warganya menganut agama katolik ini setiap tahunnya melaksanakan adat ma'ta'da (dalam agama asli) dan mambaya kaburu' atau doa arwah (dalam tradisi katolik). Dalam acara ma'ta'da (dari kata meta'da = memohon, atau meminta dengan penuh hormat) dan mambaya kaburu' (membersihkan daerah sekitar kubur atau makam), keduanya sesungguhnya mempunyai satu maksud yang sama yaitu berdoa sekaligus memohon doa bagi keluarga yang telah meninggal. Kata ma'tada sendiri dari kata meta'da (memohon atau meminta dengan penuh hormat) mereka pahami dalam dua artian. Pertama meta'da atau bermohon kepada Allah yang sang pemberi hidup supaya mereka yang meninggal dianugerahi hidup abadi. Kedua, supaya kalau saja mereka yang telah meninggal telah hidup abadi (membalipuang, kembali ke Tuhan atau menjadi dewa) dimohon doanya untuk keluarga yang masih sedang berziarah di dunia ini. Dalam acara ini semua rumpun keluarga berkumpul di tongkonan atau batua'riri masing-masing kemudia duduk dan makan bersama. Pada acara ma'ta'da yang biasanya dilaksanakan di bulan Agustus saat setelah panen raya, keluarga datang mengunjungi kubur atau makam (ziarah) keluarga yang telah meninggal dengan meminta imam agama asli alu'todolo untuk mempersembahkan persembahan di sekitar kuburan atau makam keluarga. Dalam acara ini sesaji dan persembahan dibuat di sekitar kuburan keluarga, setelah itu keluarga masing-masing kembali ke tongkonan atau batua'riri untuk makan bersama. Dan seperti kebiasaan orang Toraja saat berkumpul dua atau tiga orang sudah hampir dipastikan mereka akan memotong babi dan membeli ballok untuk duduk dan berbagi rasa bersama sampai sore atau malam. Sama halnya dengan tradisi katolik yang mereka pelihara dengan baik yakni doa arwah setiap tanggal 2 November. Keluarga-keluarga yang tinggal di daerah ini bahkan ada yang kemudian datang khusus dari perantauan untuk acara tahunan tersebut berkumpul di tongkonan atau batua'riri masing-masing kemudian memotong babi sebagai bahan persembahan yang indah bagi keluarga yang akan mereka doakan dalam doa arwah di gereja stasi Tumbangdatu. Angkanya sangat mengejutkan untuk orang-orang di luar daerah ini, tetapi untuk masyarakat setempat merupakan angka yang sangat biasa karena setiap tahunnya mereka melakukannya sebagai sebuah tradisi turun-temurun. Dalam perayaan Misa Arwah untuk semua umat beriman yang dilangsungkan di gereja stasti Tumbangdatu-Paroki Kristus Imam Agung Abadi Sangalla' kemarin tanggal 2 November 2011, angka persembahan babi yang dikorbankan menyentuh angka 79 ekor babi. Hampir semua masyarakat di kampung itu berduyun-duyun untuk menghadiri Perayaan Ekaristi bersama dalam rangka doa arwah tersebut. Gereja stasi yang tergolong merupakan gedung gereja stasi terbesar di Paroki Sangalla' tidak sanggup memuat semua orang yang datang. Bahkan halaman depan, samping kiri-kanan, dan belakang gereja dipenuhi dengan masyarakat yang datang berdoa.


 

Dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh P. Yans Sulo Paganna', Pr. tersebut, imam praja yang tidak lain merupakan putra asli kelahiran dari daerah Tumbangdatu itu menegaskan maksud dan makna dari tradisi mambaya kaburu' atau doa arwah tersebut. Pastor Yans, demikian sapaan akrab imam produk lokal daerah Tumbangdatu yang sekarang bertugas sebagai Pastor Paroki Bokin-Toraja Utara, menjelaskan dalam homilynya mengenai istilah dan paham mengenai manusia tidak mati, ",. . . Allah menciptakan manusia bukan untuk mati tetapi untuk hidup, karena Allah kita bukanlah Allah orang mati tetapi Allah orang hidup. Maka, walaupun kita mati di mata manusiawi kita, tetapi sesungguhnya kita tetap hidup seperti dalam iman yang kita yakini dalam Gereja bawha hidup tidaklah dilenyapkan tetapi hanyalah diubah. Karena itulah orang toraja dahulu menyebutnya dengan istilah 'melayo' (beristirahat). Beristirahat sungguh menunjuk pada sebuah konotasi kehidupan. Dan dalam Gereja dikenal dengan "Beristirahat Dalam Tuhan" atau RIP, Rest In Peace, Requesqat In Pacem, beristirahat dalam Damai atau Tuhan. Dan seperti janji Tuhan Yesus dalam injil bahwa siapa yang datang kepada-Ku dan percaya dalam nama-Ku akan kuberi hidup abadi kendatipun ia mengalami kematian. Dia akan membawa kita ke tempat-Nya, seperti dikatkalan-Nya dalam Injil Yohanes bahwa di tempat dimana aku berada kamupun berada dan kemana Aku pergi kamu tahu jalan ke situ. Inilah jaminan hidup abadi dari Tuhan kita Yesus Kristus, akan membawa kita ke tempat-Nya sendiri, dan Tuhan Yesus tidak mungkin berada di neraka, karena kalau Ia sampai berada di neraka maka surga pasti akan kosong, . . .".


 

Tradisi mambaya kaburu' dan ma'ta'da di daerah Tumbangdatu ini juga kemudian dihidupkan juga oleh beberapa stasi tetangga, seperti stasi Bebo', stasi Tambunan, stasi Randanbatu. Beberapa gereja stasi tersebut mengadakannya pada tanggal 3 atau 4 November, tetapi tidak seantusias yang terjadi di daerah Tumbangdatu – Sangalla' Utara.


 

Keluarga-keluarga dari masing-masing tongkonan di daerah Tumbangdatu pada setiap tanggal 2 November datang berziarah ke makam atau kubur keluarga dengan membawa bunga yang telah diberkati oleh seorang imam di gereja saat Misa arwah bersama. Setelah pulang dari makam atau kubur keluarga, mereka kemudian duduk dan makan bersama di tongkonan masing-masing dalam suasana kegembiraan penuh harapan. Mereka percaya bahwa keluarga yang telah meninggal itu telah hidup bersama dengan Allah di surga dan akan menjadi pendoa bagi mereka dan bagi semua keluarga di rantauan. Keyakinan ini berakar kuat dan dalam di dalam diri masyarakat di daerah Tumbangdatu, maka nyawa satu atau dua bagi yang dikorbankan bukanlah sebuah beban, tetapi sebuah ungkapan kegembiraan atau syukur bahwa bisa mengalami kebersamaan dengan keluarga yang telah meninggal kendati hanya dalam doa. Keyakinan masyarakat setempat di daerah ini tentang konsep "Manusia tidak mati" ini membuat anda akan terkejut saat mendengar cerita jumlah babi yang dikorbankan oleh umat di stasi Tumbangdatu – Sangalla' Utara, yang setiap tahunnya hanya berkisar antara 60-an sampai 80-an ekor babi. Bahkan terkesan bahwa tanggal 2 November untuk masyarakat Tumbangdatu telah dibaptis sebagai hari "pesta" kampung. Persembahan bunga dan babi yang mereka bawa ke gereja merupakan sebuah persembahan yang indah untuk Allah. Sebuah kebiasaan yang hampir mirip dengan kisah yang ditulis penulis suci dalam Kitab Suci, dalam Kitab Kedua Makabe 12:43-45, yang setiap tahun juga mereka pilih sebagai bacaan pertama dalam doa arwah atau Ekaristi di gereja.


 

Masyarakat setempat yang memang sungguh-sungguh mayoritas katolik memahami dengan baik akan kehidupan kekal, dan memahami bahwa setelah kehidupan di dunia ini berakhir akan kehidupan itu akan berpindah ke alam lain yakni puya. Mereka yang ada di puya ini senantiasa mereka doakan supaya berpindah ke surga abadi bersama dengan Allah dan orang-orang kudus yang lain yang kemudian akan menjadi pendoa mereka.


 

Konsep kehidupan manusia mereka pahami dalam tiga alam: Surga – Dunia – dan Puya atau tempat pemurnian, yang mereka yakini bahwa hubungan diatara ketiganya tetap terjalin dengan baik; mereka yang di puya menantikan doa-doa kita yang masih berziarah di dunia dan mereka yang sudah jaya di surga, dan setelah mereka beralih ke surga akan menjadi pendoa bagi kita yang ada di dunia. Unsur Do ut Des tidak mereka pikirkan, kecuali semata bahwa sebuah hubungan kekeluargaan dan persaudaran yang intim satu dengan yang lain.


 

Masyarakat di daerah Tumbangdatu sungguh-sungguh percaya akan kehidupan jaya di surga. Salah satu tokoh yang mereka yakini telah hidup di surga adalah nenek Tumbangdatu, si-genius yang telah berhasil mengumpulkan 'topadatindo' (tokoh-tokoh dari seluruh penjuru toraja yang mempunyai harapan dan cita-cita yang sama tentang toraja) pada abad XVII. Dalam doa arwah, mambaya kaburu' (2 November) dan atau ma'ta'da (biasanya di bulan Agustus, saat selesai panen raya) yang mereka laksanakan setiap tahunnya, "orang kudus" Tumbangdatu akan selalu mereka ingat, bukan lagi sebagai orang yang akan mereka doakan, tetapi sebagai pribadi tempat mereka meminta doa, baik untuk diri pribadi masing-masing maupun untuk kampung mereka sendiri dan anak-anak mereka yang ada di rantau orang.***

Jumat, 07 Oktober 2011

Remah-remah

Majalah ROHANI, Kolom REMAH-REMAH


 

Bundaku, Bundamu, Bunda kita, Bunda Tuhan

( P. Yans Sulo Paganna', Pr)


 

"Muantapsss,…aku kasih jempol dua kali untuk gambarnya", demikian balasan salah satu rekan di group FB (facebook) saat aku mengirim sebuah gambar bunda Maria dengan komentar dalam gambar itu 'kehidupan hilang dari dunia karena hawa, tetapi berkat Maria bundaku,bundamu, bunda kita dan bunda Tuhan Yesus kehidupan itu dibawa kembali kedalam dunia', pada dinding status emailku.

Gara-gara gambar tersebut aku terpancing untuk chating dengan beberapa teman di group facebook. Kami berbicara dan berdiskusi soal seorang perempuan sederhana yang sangat berbahagia bukan hanya di antara semua perempuan, tetapi di antara semua manusia. Seorang perempuan yang dipercaya oleh Allah untuk mengandung Sang Penyelamat.

Seorang teman chating sore itu yang kuduga bukan seorang yang menerima bunda Maria sebagai bundanya atau boleh jadi seorang yang sangat beriman beriman dalam Gerej Katolik tetapi pura-pura tidak tahu tentang perempuan paling berbagaia sejagad dan sepanjang masa itu sedikit membuatku jengkel. Sepertinya dia sama sekali tidak bisa menelaah logika berpikir sederhana yang aku berikan. Teman itu menyerangku dengan pertanyaan bertubi-tubi, sehingga aku seperti seorang Chris John di atas ring tinju yang mencoba membiarkan "musuh"ku itu melepaskan semua pukulan sampai ia kehabisan tenaga dan kemudian aku menyerang balik "Prukkk,..", dan ia terjatuh.

Bundaku-bundamu-bundakita-bunda Tuhan. Luar biasa, hebat, dan mengagumkan. Bagaimana tidak, perempuan terpilih yang tidak lain adalah bunda Tuhan kita Yesus Kristus Sang Penyelamat, sudi menjadi bundaku, sudi menjadi bundamu, dan sudi menjadi bunda kita semua.

Kokh bisa ya? Ya lah iyalah,… Kenapa tidak? Lewat baptisan kita diangkat oleh Allah menjadi anak-anak-Nya dalam Putera-Nya, Tuhan kita. Kalau kita diangkat menjadi anak-Nya sendiri, maka tidak perlu bertanya lagi Yesus Putera-Nya itu siapa? Pertanyaan yang tidak perlu lagi dijawab. Dia adalah Tuhan kita dan telah menjadi Saudara kita sendiri. Bedanya bahwa Tuhan kita Yesus Kristus itu memiliki keputeraan dalam kemanusiaan dan keallahan. Aku, anda, kita sebagai Gereja tidak memiliki keputeraan dalam keallahan dari Bapa kita. Dia adalah saudara kita dalam kemanusiaan-Nya dan Tuhan kita dalam keallahan-Nya. Dalam Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan Allah kita ini, kita diangkat menjadi putera-puteri Allah sendiri. Sebuah kehormatan dan rahmat tak ternilai bagi kita.

Lalu,….? Lalu dengan demikian bunda Maria yang adalah bunda Tuhan itu juga menjadi bundamu, bundaku, dan bunda kita. Logikanya sangat sederhana bukan?

Tetapi belum selesai. Mari kita lihat apa yang terjadi di dekat salib Tuhan kita saat Dia tergantung di kayu salib. Murid-murid-Nya yang tentu saja sangat menyayangi dan mencintai (Kecuali Yudas sang penghianat, yang sesungguhnya harus juga kita hormati), bersama bunda-Nya berada di sekitar tempat penyaliban Tuhan kita, di saat-saat mau penyerahan hidup-Nya kepada Bapa di surga, Tuhan kita masih menegaskan tentang keputeraan kita itu lewat perwakilan Yohanes.

Masih ingat apa yang Tuhan katakana? Dia menunjuk Yohanes dan berbicara kepada bunda-Nya, "Ibu,… lihatlah anakmu" sambil mengarahkan tatapan-Nya yang sudah tidak segar lagi ke arah wajah Yohanes. Tatapan yang sama dibawa-Nya kembali kepada ibu-Nya dan berkata, "Yohanes itu ibumu". Sebuah penegasan yang sangat mengagumkan. Sebuah kepercayaan yang amat besar bahwa Tuhan kita menunjuk Yohanes, sebagai wakil kita menjadi "saudara-Nya" sendiri di depan bunda-Nya dan di hadapan orang-orang yang ada di sekitar gunung Golgota pada saat itu.

Renungkanlah dalam-dalam bahwa peristiwa penegasan diri-Nya sebagai saudara kita, dan bunda Maria sebagai ibu kita ini disampaikan-Nya pada saat-saat terkhir hidup-Nya di dunia, sebelum kemudian bangkit pada hari ketiga. Dan seperti yang anda tahu, biasanya pesan-pesan terakhir dari seseorang yang akan meninggal selalu diingat oleh orang yang ditinggalkan. Lalu kenapa kita mengabaikannya? Mengapa kita seolah-olah antara yakin dan tidak untuk memandang Yesus Tuhan kita itu sebagai saudara kita dalam kemanusiaan-Nya dan Tuhan kita dalam keallahan-Nya? Atau sudah lupakah kita saat Ia mengajarkan doa Bapa kami yang sangat indah dan setiap hari kita doakan? Di dalam doa tersebut, Ia meminta kita menyapa Bapa-Nya sendiri sebagai Bapa kita juga dengan mengatakan, "Bapa kami yang ada di surga,…", dan bukan "Bapa-Nya Tuhan kami Yesus Kristus yang ada di surga,…".

Kalau demikian, maka bunda Maria, bunda Tuhan kita, telah menjadi bundaku, bundamu, dan bunda kita semua; selain lewat penyerahan Tuhan kita satu dengan yang lain di dekat salib-Nya, tetapi terutama lewat baptisan yang telah kita terima. Juga kisah yang jauh sebelumnya saat mengajarkan doa Bapa kami kepada kita sesungguhnya oleh Tuhan kita sendiri sungguh menegaskan bagaiman hubungan kita dengan diri-Nya sendiri. Semua ini menjadi lengkap bagi kita untuk sungguh memandang bunda Maria dengan penuh hormat.

Baik, kita kembali ke NB (net book) dari FB (facebook). Lalu kalau kita sudah menerima dua peristiwa di atas, plus kisah saat mengajarkan doa Bapa kami kepada murid-murid-Nya (baca: kita) maka seharusnya jugalah kita memiliki logika yang lurus tentang bunda Maria. Sebagai bunda kita (baca: bunda Gereja), bundaku, bundamu, dan bunda Tuhan kita Yesus Kristus, dia harus mendapat tempat yang sangat istimewa dalam diri kita, layaknya seorang ibu kandung kita sendiri. Sebagai bunda kita, sebagai seorang ibu kita, penghormatan adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Dengan kata lain, dia pantas kita hormati selain sebagai bunda Tuhan kita tetapi juga karena telah menjadi bunda kita sendiri.

Akhir kata, bukankah anda masih ingat pepatah lama, "Surga terletak di telapak kaki ibu". Karenanya anda jangan ragu dan malu-malu untuk memberi penghormatan kepada bunda kita yang adalah bunda Tuhan, bunda Gereja, bundamu, dan bundaku. ***


 

Sedikit Tentang Penulis:

Nama             : P. Yans Sulo Paganna', Pr.

Pekerjaan    : Pastor Kepala Paroki Santa Maria Bokin Tombanglambe' – Kevikepan Toraja, Keuskupan Agung Makassar.

Alamat            : Pastoran Cielito Lindo

Bokin Toraja Utara – Sulawesi Selatan.

Via: Pastoran Gereja Katolik Santa Theresia Rantepao – Toraja Utara.

Jln. WR. Monginsidi No.37 Rantepao – Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

E-mail             : yans.pr@gmail.com,

Kamis, 06 Oktober 2011

Selamat datang di bumi Cielito Lindo Toraja

Selamat Datang Di Negeri Kayangan

Taman Surgawi Toraja - Indonesia

(Mari bermimpi bersama untuk Toraja)

By: Yans Sulo Paganna', Pr.


 

Toraja, sebuah kata yang indah dan sangat bersahabat di telinga siapapun yang mendengarnya. Seperti saat mendengar orang menyebut Bali. Dua daerah yang dari segi budaya dan adat istiadatnya hampir memiliki kesamaan. Demikian juga keindahan alamnya. Bedanya bahwa Bali lebih mengandalkan keindahan panorama laut sementara Toraja menawarkan keindahan panorama alamnya. Bali disebut-sebut 'pulau dewata', Toraja disebut sebagai 'tondok madeata' (paling tidak untuk saya sendiri, ckckckck…). Bali mengenal dewa-dewa, Toraja mengenal juga deata (dewa-dewa). Bali dan Toraja menjadi taman firdausnya Indonesia di mana wisatawan mancanegara dan domestik serasa dihipnotis untuk datang, melihat, dan merasakan indahnya negeri kayangan di bumi Indonesia.


 

Tetapi kini "Pulau dewata – Bali", semakin menunjukkan kepantasannya menyandang 'pujian' tersebut, dan Toraja sedang menuju alam baka dan perlahan ditinggalkan para wisatawan mancanegara dan domestik. Barangkali tepatlah kata anak-anak muda sekarang, "E,… malemo sau'". Kalau saya terjemahkan lurus-lurus ungkapan tersebut kira-kira sama dengan 'sudah sedang menuju ke alam baka'.


 

Kalau anda datang ke 'Pulau dewata – Bali', anda akan menjumpai patung para dewa dalam kemegahannya yang gagah, serasa sedang menghadirkan yang ilahi di tengah-tengah pulau dewata. Bahkan tidak tanggung-tanggung hotel-hotel berbintang dirancang sedemikian rupa untuk sungguh menghadirkan 'negeri para dewa' bagi anda, lengkap dengan bunyi gong berpadu dengan kesatuan alam yang tertata indah dan bersih. Bunga-bunga dan sesaji dipersembahkan oleh masyarakat bali untuk dewa-dewa mereka setiap hari serasa tidak pusing dengan modernitas yang sedang membanjiri negeri para dewa tersebut.


 

Tetapi 'negeri deata-negeri to madeata' Toraja telah dan sedang mengubur budaya dan tradisi leluhurnya. Bayangan "negeri kayangan" masih akan terasa saat sedang dalam perjalanan dari Endrekan ke arah Toraja, dengan pemandangan indah yang sungguh-sungguh mempesona. Panorama indah gunung nona di daerah Bamba Puang (Pintu Gerbang bertemu Tuhan atau tuan) seolah-olah sedang seperti sebuah pemanasan untuk masuk ke negeri kayangan yang sesungguhnya. Gunung nona yang sedang telanjang itu serasa sedang berkisah bahwa sesuatu yang lebih indah berada di balik sana, di negeri kayangan, Toraja. Ia seakan-akan berbicara dan mengundang siapa saja yang berhenti mengambil gambar untuk terus dan terus lagi bahwa sesuatu yang lebih indah akan anda jumpai di sana. Pemandangan indah itu seakan mengingatkan saja bahwa anda baru berada di gerbannya (Bamba).


 

Saat anda meneruskan perjalanan dengan harapa akan berjumpa dengan pemandangan yang lebih indah dari apa yang ada di gerbang (bamba), anda masih akan disambut dengan sebuah gerbang indah bertuliskan Selamat Datang di Toraja. Anda sekarang berada di daerah Salubarani, perbatasan Endrekang dengan Toraja, negeri kayangan yang sedang ada dalam bayangan anda. Di gerbang tersebut anda akan melihat sebuah rumah tongkonan di apit dengan empat patung sebuah keluarga yang sedang melambaikan tangan kepada anda dengan sejuta keramahan, persis di atas jalan raya yang anda lewati.


 

Rasa penasaran dalam diri anda semakin menggebu-gebu ingin segera melihat negeri kayangan itu, maka anda akan terpancing untuk menambah laju kendaraan kendati jalan dari Salubarani ke arah kota Makale berlekuk-lekuk, dengan tikungan yang tajam, tetapi jalan tersebut serasa tidak akan menghalangi anda untuk menekan gas kendaraan.


 

Anda pasti akan semakin penasaran karena bayangan negeri kayangan itu tidak nampak-nampak. Pemangdangan sekitar Mebali – Mengkendek tidak terlalu indah, rumah-rumah adat di jalan-jalan hampir tidak akan anda jumpai. Anda akan sedikit terhibur saat anda tiba di kilometer sembilan dari kota Makale, saat anda menyaksikan pemandangan indah daerah Randanan-Pangngulu-Marinding dengan gunung Kandora yang tampak indah menjulang tinggi bagai tangga ke surge (eran di langi').

Anda akan sedikit yakin dan tersadar bahwa sekarang anda sekarang sedang masuk ke daerah kayangan yang ada dalam bayangan anda.


 

Bila anda terus melaju, anda akan segera tiba di kota kecil Makale. Di kota kecil tersebut, anda akan disambut dengan pemandangan yang sedikit mengecewakan. Jalan-jalan masuk kota Makale sedikit macet dan tampak kumuh. Kendaraan-kendaraan diparkir seenaknya di kiri-kanan jalan. Setelah anda bersabar sedikit untuk lolos masuk ke pintu yang sempit kota Makale, anda akan disambut dengan patung raksasa Lakipadada yang tampak sedikit seram dan sangar. Sangat berbeda dengan patung para dewa di pulau dewata-Bali. Anda sekarang berada di "negeri deata – to madeata" Toraja. Patung raksasa Lakipadada di tengah kolam kota Makale sedang menyambut anda dengan wajah yang kaku dan keras; otot-ototnya yang kekar dan wajahnya tampak sangar dengan mulut yang sedikit terbuka seolah-olah ia sedang berteriak sambil memegang obor raksasa dengan pedang pusaka di pinggangnya. Sungguh menakutkan buat anda. Tetapi jangan anda terkejut. Konon patung itu adalah patung seorang Toraja yang tidak ingin mati kemudian mencari seorang mahaguru yang bisa mengajarinya ilmu tidak mati (hidup abadi) tetapi kemudian gagal mendapatkannya. Anda jangan terkejut melihat patung raksasa yang tampak tidak bersahabat tersebut. Barangkali ia sedang berteriak jengkel dan marah karena pulang tanpa hasil. Atau barangkali ia sedang menyambut anda dengan mimik jengkel layaknya seorang pembesar yang sedang marah dengan rakyatnya. Atau boleh jadi ia sedang menyambut anda dengan rasa malu ala pembesar karena anda akan pulang dengan kisah sedih dari negeri kayangan Toraja. Entahlah, silahkan lanjutkan perjalanan anda di negeri ini.


 

Kalau anda seorang pendatang baru dalam rangka melancong ke negeri kayangan Toraja, anda pasti lebih memilih untu terus berjalan ke utara, ke kota Rantepao di mana hotel-hotel bertebaran tak terhitung jumlahnya layaknya di pulau dewata Bali.


 

Tidak ada pemandangan indah antara Makale dan Rantepao. Tetapi saat anda meninggalkan kota Makale rasa penat yang sempat menerkam anda akan sedikit setelah menyaksikan alam negeri ini yang luas membentang kiri dan kanan jalan. Perjalanan anda akan sedikit terganggu dengan kondisi jalan poros Makale dengan Rantepao yang sedikit tidak terurus. Tetapi berjalan dan berjalanlah terus ke arah utara.


 

Mendekati kota Rantepao, lagi-lagi anda jangat terkejut karena anda tidak akan disambut dengan patung para dewa, atau to madeata, tetapi justur akan disambut dengan sebuah patung cantik kerbau belang yang sedang dipegang oleh seorang manusia pendek kecil (ne' pento') dan tampak seperti sedang berteriak kegirangan.


 

Lagi-lagi anda jangan terkejut melihat patung kerbau belang (saleko) tersebut. Anda memang sedang mengarah ke pasar hewan Pasar Bolu, di mana semua jenis kerbau, kecuali kerbau putih polos (tedong bulan) ditawarkan kepada siapa saja yang ingin membelinya. Atau jangan sampai anda sedang berpikir kalau anda akan sedang menuju kebun binatang. Tidak, anda sekarang sungguh-sungguh ada di negeri kayangan Toraja. Silahkan melanjutkan perjalanan anda.


 

Tinggal beberapa kilo saja anda akan berada di pusat kota Rantepao. Tetapi sekali lagi anda jangan terkejut menyaksikan kondisi kota yang kumuh dan tidak beraturan, sangat jauh dari apa yang anda lihat di Bali. Sekarang anda sedang berada di Toraja dan bukan Bali. Jangan anda bermimpi melihat kota Rantepao seperti Denpasar di Bali. Den duka pasa' (ada juga pasar) di Rantepao tetapi bukan seperti di Bali, tetapi pasa' tedong (pasar hewan kerbau) di Bolu. Hahaha, mari kita tertawa sejenak, karena anda pasti sudah lelah dan barangkali sedikit kecewa datang ke negeri kayangan Toraja.


 

Perjalanan anda belum berakhir. Toraja yang anda bayangkan tidak seluas Makale atau Rantepao saja. Silahkan anda ke hotel dan mintalah keterangan di sana tentang maksud kedatangan anda di negeri kayangan Toraja. Ada banyak hotel di kota Rantepao dan sekitarnya. Anda tinggal memilih sesuai dengan selera dan ketebalan dompet saja.


 

Kalau anda seorang tourist lokal dan tidak ingin ditemani oleh pemandu wisata hotel, anda bisa menyewa mobil sendiri lengkap dengan sopirnya, atau menyewa ojek juga lengkap dengan tukang ojeknya, atau hanya menyewa motor ojek saja. Kalau yang terakhir ini yang anda pilih, barangkali hati-hati saja. Boleh jadi anda mahir menggunakan kendaraan di jalan mulus tetapi tidak di jalan berbatu-batu. Karena hampir semua tempat wisata di daerah ini berada di daerah yang terpencil dengan kondisi jalan yang cukup parah. Belum lagi pengendara-pengendara roda dua dan roda empat termasuk roda enam dan juga roda tiga tidak terlalu disiplin dalam berlalu lintas.


 

Kalau anda ingin menyaksikan pemandangan alam yang indah, silahkan berjalan ke arah utara lewat kampung bernama Baranak – Tallunglipu dan terus ke Batutumonga. Saat kedatangan anda tepat waktu musim padi menguning, cost yang anda keluarkan boleh jadi cukup impas dengan apa yang anda lihat dan alami di negeri kayangan ini. Apalagi kalau anda cukup beruntung dan bisa mendapatkan pesta adat rambu tuka' dan rambu solo' yang kadang menelan biaya ratusan bahkan miliaran rupiah itu. Tetapi anda lagi-lagi jangan pulang dengan kesimpulan seperti itu. Sebagian terbesar juga pesta rambu tuka' dan rambu solo' yang dibuat dengan sangat sederhana.


 

Kalau anda ingin menikmati pemandangan indah dari atas puncak Batutumonga, jangan lupa membawa jaket karena udara di atas puncak itu cukup dingin untuk mereka yang datang dari kota. Jalan ke tempat tersebut cukup rusak parah. Tetapi dalam perjalanan tersebut mudah-mudahan anda bermenung sambil berkontemplasi karena anda akan segera menyaksikan pemandangan alam yang amat indah. Perjalanan yang melelahkan dengan kondisi jalan yang rusak akan memberi kenangan tersendiri bagi anda bahwa jalan menuju puncak selalu berbatu-batu dan tidak enak, tetapi setelah berada di atas anda akan segera lupa jalan berbatu-batu itu, karena anda sedang menyaksikan karya tangan Allah yang luar biasa. Di dekat Batutumoga indah itu ditawarkan sebuah tempat dimana anda akan bertanya dan bertanya terus tentang manusia Toraja. Lo'ko' Mata, sebuah batu besar yang dipahat untuk kemudian dijadikan makam atau kuburan. Lagi-lagi anda jangan terkejut saat mendengar bahwa untuk membuat lubang pada batu besar itu dibutuhkan waktu berbulan-bulan, tentunya dengan biaya yang mahal. Karena itu anda jangan membayangkan bahwa mereka yang dikuburkan di situ adalah orang sembarangan. Tetapi anda tidak perlu mencari di mana kuburan orang kecil, karena pasti tidak menjadi tempat tujuan wisata. Kecuali kalau turisnya adalah turis yang aneh.


 

Pemandangan indah yang lain ada di sebelah timur kota Rantepao. Nama tempatnya sudah sangat tidak asing lagi di telinga para pecandu kopi arabika Toraja asli, Bokin-Kare-Pantilang. Tetapi anda tidak perlu ke tempat ini karena tempat ini hanya dijangkau dengan kendaraan roda enam pada musim hujan. Itupun anda harus rela berdiri di atas trek, di antara barang-barang yang lain. Bersyukurlah kalau saat itu anda tidak sedang sial dan harus naik di atas trek yang sedang mengangkut babi atau barang-barang jualan para pedagang kampung. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kota Rantepao, tetapi waktu yang akan anda habiskan dalam perjalanan ke tempat ini hampir dua kali lipat dari waktu anda ke Batutumonga indah. Kalaupun anda punya planing ke tempat tersebut, barangkali ditunda saja sampai mendapatkan informasi bahwa jalan-jalan sudah bagus, karena konon katanya pemerinta akan mengusahakan perbaikan jalan ke sana. Daerah ini menyimpan harta karun yang terlupakan tetapi lagi-lagi anda akan pulang dengan badan yang ngilu karena peralanan yang melelahkan. Di tempat tersebut selain dengan pemandangan alamnya yang indah, rumah-rumah adat 'tongkona' dibangun dimana-mana, tetapi juga karena di tempat tersebut terdapat beberapa peristiwa tak terselami oleh pikiran manusia. Ada mummi, jenazah manusia yang tidak termakan zaman seperti jenazah santa Bernadeth di Eropa sana. Ada juga daging hewan dengan nasi yang membatu dan konon setiap waktu bertambah besar. Tetapi lagi-lagi anda tidak perlu ke tempat itu, kecuali kalau anda seorang petualang sejati dan penikmat benda-benda antik. Kecuali itu, kalau anda seorang penikmat sejarah di tempat inilah dibangun pertama kalinya rumah batu bagaikan istana raja oleh Belanda. "Istana kecil" yang dibuat oleh Parengnge' Rante (satu-satunya parengnge' perempuan yang dipercaya Belanda kala itu), saudara dari Puang Rante Kata (seorang parengnge' terkenal pada zamannya) sudah tidak terurus lagi. Tempatnya sangat terpencil dan jalan ke tempat itu sangat sulit. Anda jangan bertanya mengapa Belanda kala itu meminta Toparengge' di tempat tersebut membangun 'istana kecil' di tengah hutan. Tidak jauh dari tempat tersebut ada sebuah batu raksasa di pinggir kolam yang menurut cerita rakyat menjadi tempat masuknya seorang anak remaja yang dikejar oleh ibunya akibat kesalahan fatal yang telah dibuatnya. Batu itu sebesar rumah Toraja. Kalaupun anda nekat datang ke tempat tersebut, mohon anda menjaga sopan santun dalam hal berbicara. Anda jangan coba-coba takabur saat berada dekat kolam di dekat batu raksasa itu. Di daerah yang indah dengan harta karun yang terlupakan itu juga anda bisa mampir menikmati panorama wiata pertanian (agro wisata). Anda bisa mampir ke tempat pengolahan kopi Toraja arabika asli yang diolah secara tradisional; mulai dari penanaman (tanpa pupuk kimia), pemetikan, pengolahan di ruang penggorengan sampai pengepakan semuanya serba tradisional. Segelas kopi Toraja arabika tumbuk dari lereng pedamaran Bokin ini akan membuat anda mampu memahami mengapa pada abad-abad yang lalu terjadi apa yang dicatata dalam sejarah Toraja dengan catatan 'perang kopi di Toraja'. Anda tidak perlu mencari tahu mengapa perang itu terjadi karena akan terjawab sendiri saat anda menikmati kopi Toraja arabika asli dari daerah tersebut.


 

Perjalanan anda di negeri kayangan belum berakhir. Anda barangkali sudah lelah berjalan menyusuri jalan-jalan yang rusak dan berbatu-batu, lagi-lagi tidak seperti jalan-jalan di pulau dewata – Bali, dan aku sendiri rupanya sudah muali lelah juga menemani perjalanan anda. Tetapi aku harus menemani anda sampai meniggalkan negeri kayangan Toraja ini.


 

Kalau anda seorang pencinta benda-benda bersejarah dan tidak menyempatkan diri mengunjungi daerah Bokin-Karre-Pantilang yang menyimpan harta karun terlupakan itu, anda bisa berjalan-jalan ke daerah Ke'te' Kesu'. Tempat seperti ini biasanya menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara ataupun domestic. Karena itu jangan anda melewatkannya dalam catatan perjalanan anda di negeri kayangan Toraja ini. Anda jangan menghabiskan waktu mengagumi rumah-rumah Toraja dan lumbung-lumbung padi yang telah berusia sekitar seratusan tahun itu, karena anda bisa menjumpainya dalam perjalanan anda di kampung-kampung yang lain di negeri kayangan. Anda cukup mengagumi arsitekturnya saja karena rumah-rumah itu dibuat tanpa menggunakan satu biji paku atau baut. Kayu-kayu itu disambung dengan cara kait-mengait satu dengan yang lain. Atapnya rumah itu yang ditumbuhi dengan bunga-bunga dan angrek hutan sengaja dibiarkan tumbuh di atas. Anda jangan heran mengapa sang pemiliknya tidak mencabut rumput di atas atap rumah tersebut demi menambah keangkeran tongkonan tersebut. Di tempat itu, berjalanlah ke belakang untuk melihat bagaimana manusia Toraja pada zaman dahulu menyimpan dan menguburkan jenazah. Selain memahat batu seperti yang anda lihat di Lo'ko' Mata atau di tempat-tempat yang lain, manusia dari negeri kayangan ini juga menyimpan jenazah dalam peti kayu ulin yang tahan hujan dan panas terik alias tidak termakan zaman kemudian menggantungnya di tebing batu. Anda jangan terkejut kalau mendapat informasi dari orang-orang di sekitar tempat itu dan mengatakan kalau usia peti jenazah kayu yang digantung itu (erong) sudah berusia ratusan tahun. Anda harus percaya dan tidak perlu meragukannya. Anda juga tidak perlu bertanya mengapa kuburan gantung itu hanya beberapa saja. Karena mereka yang dikuburkan dalam peti kayu itu hanyalah orang-orang tertentu saja, yang dipesta dengan pesta paling meriah dalam beberapa hari bahkan minggu.


 

Anda baru mengunjungi beberapa sudut negeri kayangan ini. Di pelosok-pelosok desa masih ada puluhan tempat yang tidak mungkin anda kunjungi dalam kunjungan anda ke negeri kayangan Toraja ini. Tetapi baik kalau anda mengarahkan kemudi ke arah selatan dari Ke'te' Kesu' menuju daerah kelahiran Lakipadada yakni Sangalla'. Saat masuk dalam daerah ini, anda harus menjaga diri dengan baik dalah hal tutur kata dan bahasa karena anda sedang memasuki daera "Tallu lembangna" (tiga daerah kapuangan: negeri yang dipimpin seorang puang atau raja yakni Makale, Sangalla', dan Mengkendek). Saat anda masuk ke daerah tersebut, anda tidak perlu takut. Keamanan terjamin karena semua orang di daerah ini baik dan hormat pada tamu-tamu yang datang ke daerah mereka. Mereka punya prinsip, "Anda sopan kami pun segan, anda kurang ajar kami akan ajar".


 

Anda jangan terkejut saat masuk gerbang negeri ini dan mendengar kakek-kakek tua atau anak-anak kecil menyapa anda dalam bahasa Ingris atau Jerman. Mereka sudah terbiasa berjumpa dengan orang-orang asing yang datang ke tempat itu. Tapi sebelum masuk kota Sangalla', negeri kelahiran Puang Lakipadada yang diabadikan dengan patungnya raksasa Lakipadada di tengah kota Makale, sebaiknya anda menyempatkan jalan-jalan ke kambung sebelum negeri kelahiran Lakipadada. Sebuah kampung yang didaulat oleh dinas pariwisata Tana Toraja sebagai perkampungan wisata. Entah apa alasannya. Di kampung itu anda akan menyaksikan rumah-rumah adat Toraja yang menjamur dibangun di mana-mana. Barangkali karena itu dinas pariwisata mendaulatnya menjadi perkampungan wisata. Tetapi anda tidak perlu terlalu terpesona dengan bangunan-bangunan tua yang ada di tempat itu dan anda jangan menghabiskan waktu terlalu banyak untuk pemandangan indah dalam perjalanan sepanjang perkampungan wisata itu. Lebih baik anda mengarahkan langka anda ke sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam sejarah Toraja. Di tempat itulah seorang genius dari daerah itu berhasil mengumpulkan semua orang-orang berpengaruh di setiap kampung di negeri ini untuk berkumpul dan mengadakan rapat raksasa sekaligus menyusun strategi perang untuk musuh yang mencoba memasuki negeri kayangan Toraja. Dari tempat itu jugalah diproklamirkan, atau setidak-tidaknya ditegaskan kembali oleh topadatindo (orang yang mimpinya sama pada malam yang sama, atau lebih tepat dikatakan orang-orang yang memiliki harapan atau dream yang sama untuk negeri kayangan Toraja ini) apa yang konon katanya pernah dicanangkan dan diimpikan oleh Puang Tamborolangi', yakni "Tondok Lepongan Bulan – Tana Matari'allo", yang diikat dalam semboyan perjuangan mereka "Misa' kada dipotuo – pantan kada dipomate". Tetapi anda harus rela jalan kaki sekitar satu setengah jam untuk sampai ke tempat bersejarah itu. Mohon anda tidak bertanya mengapa negeri lepongan bulan tana matari'allo sekarang telah terbagi dua? Katanya demi praktisnya pelayanan kepada rakyat di negeri kayangan Toraja ini. Tempat dimana para bijak dan para penguasa dari berbagai daerah di negeri ini berkumpul di Sarira adalah To' Sendana atau To' Pasa'. Disebut "To' Sendana" karena sewaktu terjadi perang melawan musuh semua rancangan dan strategi perang diatur dan disusun di tempat tersebut, termasuk hasil kombongan dengan semboyan di atas diproklamasikan atau ditegaskan sebagai sebuah komitmen bersama seluruh Toraja. Tidaka ada yang keberatan pada waktu itu maka ditanamlah sendana sebagai tanda kesepakatan bersama yang kemudian diikuti dengan namanya basse (kesepakatan bersama yang diikat dalam persembahan darah; tidak boleh ada yang melanggarnya).


 

Topadatindo ini kemudian pulang ke daerah masing-masing di seluruh negeri kayangan Toraja dan memberitahukan kepada warga apa yang mereka bicarakan dan putuskan bersama, termasuk memberitahukan warga rahasia taktik perang dari To' Sendana – Sarira. Dari tempat itu jugalah dipandu seluruh perintah terjun perang kepada semua warga di negeri kayagan Toraja saat sang pemimpin perang merasa sudah saatnya untuk perang. Tandanya hanya sebuah obor raksasa dinyalakan di tempat tersebut. Karena tempat itu berada di atas gunung Sarira yang tinggi maka saat obor raksasa sebagai tanda kode terjun ke medan perang dilihat oleh semua warga, maka tanpa menunggu perintah lain mereka langsung terjun dan menghabisi musu yang terlena karena tidak menyangka bahwa musuhnya datang bagaikan semut mengepung mereka tanpa melihat ada perintah dari siapapun. Sayang bahwa tempat itu sekarang terbengkalai dan tidak terurus.


 

Setelah sukses dalam perang, rasa syukur dinyatakan dan diungkapkan dengan mengambil persembahan menurut kebiasaan mereka pada zaman itu dan dari Sarira bertolak ke Pata'padang (pusar bumi) Manggape-Randanbatu. Anda tidak perlu bertanya mengapa tempat itu (Pata'padang) dianggap sebagai tempat syukuran besar-besaran dan mengapa dianggap sebagai pusatnya bumi.


 

Harap anda masih punya cukup energy untuk berjalan mengelilingi negeri kayangan Toraja ini. Sekarang anda berjalanlah ke arah selatan menuju negeri kelahiran Puang Lakipadada, seorang bangasawan yang tidak ingin mati itu. Anda belum tiba di daerah kelahiran Lakipadada. Daerah To' Sendana – Sarira tidak masuk dalam daerah kekuasaan Puang Sangalla' dari Tallu Lembangna. Anda terus ke selatan dan akan bertemu dengan daerah Sangalla', Suaya dan Kaera. Tetapi sebagian dari wisatawan lebih suka mengunjungi kuburan gantung di Suaya seperti yang ada di Ke'te' Kesu', dengan erong yang sudah berumur ratusan tahun tetapi sepertinya baru dibuat beberapa tahun lalu. Atau mengunjungi daerah Kambira', tempat yang sangat khas sebagai tempat menguburkan bayi-bayi dalam pohon yang masih hidup dan bertumbuh. Tidak semua daerah di negeri kayangan ini membuat kuburan bayi dalam pohon seperti di daerah Sangalla' dan sekitarnya. Di dalam pohon besar yang sedang bertumbuh layaknya pohon-pohon besar lainnya ditanam jenazah bayi-bayi tak berdosa saat meninggal dunia. Kalau anda bertanya, maka jawaban masyarakat di sekitar tempat itu hanya satu, mereka tetap hidup kendati sudah mati karenanya pohon hidup itu diminta untuk membiarkannya tetap hidup.


 

Aduh aku sudah capek, lelah, dan mulai kehabisan energy menemani anda dalam perjalanan di negeri kayangan ini, padahal anda belum berjalan ke arah barat negeri kayangan Toraja ini. Terpaksa aku minta maaf harus berpisah dengan anda di negeri kelahiran Lakipadada. Semoga perjalanan anda menyenangkan. Semua penduduk di negeri kayangna Toraja ini berharap dan berdoa supaya anda pulang lebih bahagia daripada saat anda datang ke negeri kayangan ini, tetapi kalau saja tidak, maka kami mohon maaf.***


 


 

Baik, mari kembali ke netbook (NB). Minta maaf, ini bukan rekaman Toraja, tetapi sebuah kisahku mengantar tamu-tamuku yang datang dari luar negeri kayangan Toraja dan aku mengajaknya mengunjungi beberapa tempat yang aku sebutkan dalam kisah di atas. Karena bukan sebuah ulasan tempat wisata yang ada apalagi bukan pulah ulasan sejarah tetapi sungguh sebuah kisah perjalanan mengantar tamu-tamuku, maka anda dilarang protes apalagi keberatan karena objek wisata yang anda bayangkan akan kusebut tidak muncul dalam kisah pengalamanku ini yang lebih tepat kusebut 'catatan harian bersama para tamuku yang terhormat dari negeri tetangga'.


 

"Toraja, negeri yang indah", demikian kesan tamu-tamuku itu saat pamitan denganku. Sebuah kesan yang mengundang permenungan yang mendalam buatku. Sungguhkan Toraja ini sebagai sebuah negeri yang inda? Dan dimakah keindahanmu?


 

Aku merenungkannya dengan serius dalam kesendirianku di negeri pertapaan. Dari permenungan itulah kutulis sebuah catatan harian sore ini sebagaimana kebiasaanku menulis pengalaman hidup yang terjadi dalam hidupku. Dalam catatan harianku ini kusebut Toraja yang indah ini dengan sebutan, "Negeri kayangan: Taman surgawi". Sebuah predikat yang lahir dari dalam hatiku pribadi mengingat keindahan alam, kekayaan budaya dan seni, keramahan masyarakat, dan ketentraman daerah ini saat aku masih menjalani masa kanak-kanak bersama daerah yang aku banggakan ini. Tetapi sekarang? Masih layakkah menyandang predikat besar itu? Atau jangan-jangan "Negeri kayangan: Taman surgawi", Toraja ini sudah 'malemo sau', seperti istilah orang-orang muda di daerah ini saat ada sesuatu yang asing atau aneh dengan teriakan, "E,… Malemo sau'". Jangan-jangan itulah yang sedang dan yang akan bakal terjadi. Aduh, sebuah mimpi buruk buatku dan buat semua anak-anak dari negeri yang sangat aku kagumi ini.


 

"Oh,… tidak jangan sampai itu terjadi", teriakku dalam hati kuat-kuat. Barangkali negeri ini membutuhkan episode kedua topada tindo, dengan bermimpi bersama supaya negeri kayangan Toraja ini tidak tenggelam ke dasar bumi. Iya, itulah yang harus terjadi sebuah kata "We have a dream for Toraja". Kita mempunyai sebuah mimpi untuk Toraja; menjadikannya negeri kayangan, nengeri impian semua orang seperti yang diimpikan para leluhur lewat symbol pa'bare'allo pada ukiran Toraja.


 

Iya, itulah mimpi (dream) yang harus kita mimpikan bersama dalam waktu yang bersamaan. Semua penduduk negeri kayangan Toraja ini harus memiliki mimpi bersama untuk menjadikan daerah tercinta Toraja ini sebagai sebuah negeri kayangan yang dirindukan semua orang seperti orang-orang dari seluruh penjuru dunia merindukan pulau dewata – Bali.


 

Toraja dengan kekayaan budaya dan keindahan alamnya yang sempat menghipnotis dunia tidak boleh tinggal kenangan di masa depan tetapi sungguh-sungguh menjadi negeri kayangan di jaman modern. Semuanya belum terlambat. Sisa-sisa keindahan dan kekayaan negeri ini masih sayup-sayup kelihatan. Inner beautynya masih tampak keluar kendati tidak seperti dulu saat inner beatynya menyatu dengan alam yang indah dan budayanya yang amat kaya. Sebagian besar tempat-tempat wisata masih bisa dibenahi. Keindahan kota yang menampilkan watak manusia ambradul masih bisa dipoles, alam yang mulai dirusak toh juga belum terlambat untuk dihentikan, dan seni budaya yang hampir hilang masih bisa dipupuk kembali. Semuanya hanya membutuhkan komitmen bersama, "Mari bermimpi bersama menghadirkan kembali negeri kayangan yang telah, sedang, dan akan berjalan ke alam baka".


 

Mimpi bersama semua masyarakat negeri ini di manapun berada untuk bekerja sama dengan pemerinta, bergandengan tangan bersama membangun negeri impian, Taman surgawi Toraja. Caranya tidak sulit dan sangat sederhana yakni membangun sebuah image sedang hidup di negeri kayangan layaknya orang-orang Bali membangun negeri para dewa di pulau dewata.


 

Setiap elemen daerah ini bertanggungjawab dalam tugas dan kapasitanya masing-masing. Pemerintah betanggunjawab dalam hal infrastruktur yang sekarang sangat memprihatinkan, keindahan kota yang sekarang sangat hancur, dan keamanan masyarakat dan semua wisatawan yang datang ke negeri ini. Sementara seluruh masyarakat bertanggung jawab mempercantik serta menciptakan suasana surgawi dalam kampung dan daerah masing-masing; keindahan rumah tongkonan, keramahan masyarakat kepada semua saja yang datang, dan kewajiban memelihara keindahan alam dan tempat-tempat wisata yang ada. Dan secara bersama-sama menggali dan menumbuhkan kembali seni budaya yang pernah ada di negeri Taman surgawi-negeri kayangan Toraja ini. Karena hanya dengan itu, kita boleh berkata kepada semua saja yang datang ke negeri ini, "Selamat datang di negeri kayangan – Taman surgawi Toraja. Semoga Anda pulang lebih bahagia daripada saat Anda datang ke negeri ini".***


 


 

Bokin – Toraja Utara, Primo Oktober 2011

P. Yans Sulo Paganna', Pr.

(Sebagian besar dikutip dari penggalan catatan harian penulis).