Senin, 15 Agustus 2011

LOKAKARYA SGPP KEV.TORAJA


LOKAKARYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
SE-KEVIKEPAN TORAJ
=IKAR Rantepao, 13-14 Agustus 2011=

Pemberdayaan perempuan merupakan salah satu tema menarik yang pada akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Di mana-mana muncul kelompok-kelompok, entah atas nama LSM atau kategorial, yang mencoba menyuarakan perempuan. Rupanya semakin disadari oleh banyak pribadi dan atau kelompok bahwa laki-laki dengan perempuan adalah dua mahluk yang diciptakan sederajat dan semartabat, yang oleh konstruksi budaya patriarki disetir menjadi dua mahluk yang berbeda kelas; dimana laki-laki merupakan warga negara kelas satu sementara perempuan titempatkan pada warga negara kelas dua. Barangkali terlalu ekstrim kalau dikatakan bahwa selama berabad-abad kehadiran perempuan tidak lain hanya sebagai pelengkap bagi “manusia” laki-laki.

Atas kesadaran bahwa dua mahluk (laki-laki dan perempuan) sesungguhnya merupakan dua pribadi yang sederajat dan semartabat itulah yang memanggil banyak orang dalam satu team-kelompok pemberdayaan perempuan di wilayah Gereja lokal kevikepan Toraja untuk mencoba mengangkat kembali isu kesetaraan gender. Persoalan yang muncul bahwa banyak orang atau kelompok yang berbicara tentang kesetaraan gender atau ketidak adilan gender tetapi sesungguhnya yang bersangkutan sendiri tidak paham dan mengerti tentang gender itu sendiri. Tidak jarang ketika berbicara mengenai gender, konotasi seseorang langsung pada perlakuan tidak adil kepada perempuan. Padahal ketika kita berbicara mengenai gender, sesungguhnya yang dimaksudkan adalah perjuangan kesamaan martabat antara laki-laki dengan perempuan. Berbicara mengenai gender berarti berbicara mengenai martabat manusia, yakni manusia laki-laki dan manusia perempuan. Karena kurangnya pemahaman dan pengertian tentang gender tersebut maka Gereja lokal kevikepan Toraja yang dimotori oleh team pemberdayaan perempuan keuskupan Agung Makassar mengadakan lokakarya dua hari penuh di Pusat Pastoral IKAR Rantepao pada tanggal 13-14 Agustus 2011. Lokakarya ini berjalan dengan baik. Lokakarya yang dibuka resmi oleh Vikep Toraja, P. Frans Arring, Pr. dihadiri 38 peserta. Yang merupakan perwakilan-perwakilan dari 11 paroki (kecuali paroki Sto. Antonius Rembon) di wilayah kevikepan Toraja.

Dalam lokakarya ini para pemateri memaparkan fakta ketidakadilan gender yang terjadi dalam masyarakat. Sesi pertama diisi oleh dua pembicara dari dinas pemberdayaan perempuan Tana Toraja (Mariana Belo) dan dari Toraja Utara (Mery Kubu, SH). Keduanya memaparkan data kekerasan dan perlakuan tidak adil kepada perempuan di wilayah Tana Toraja dan Toraja Utara. Menurut mereka, kasus yang sempat sampai ke kepolisian setempat menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun kasus perlakuan kasar (pemerkosaan, cabul, kekerasan dalam rumah tangga, dan penculikan anak gadis) semakin meningkat.

Setelah pemaparan dari ibu Mery Kubu, SH dan ibu Mariana Belo, sesi kedua diisi oleh P. Chris Sumarandak, MSC., selaku salah satu team SGPP (Sekertariat Gender Pemberdayaan Perempuan) Keuskupan Agung Makassar. Dalam session yang dibawakan dengan sangat hidup ini, Bapak Vikep, demikian sapaan akrab P. Chris, MSC., memaparkan bagaimana Gender dan Permasalahannya. Dengan gayanya yang sangat blak-blakan dan kadang-kadang diselingi dengan humor, beliau mampu membuat para peserta lokakarya untuk merasa gelisah dengan fakta ketidakadilan gender dalam masyarakat. “Kerap kali kita salah mengerti tentang gender, bahwa itu masalah perempuan. Sesungguhnya ketika berbicara mengenai gender kita berbicara mengenai ketidakadilan baik laki-laki maupun perempuan. Gender bukan saja persoalan perempuan tetapi menyangkut persoalan perendahan martabat manusia” tegasnya. P. Chris, MSC., yang juga adalah Vikep Luwu Raya ini beberapa kali mengulang kata-kata, “Nanti kalau Santo Petrus meminta kita masuk ke surga, dia tidak akan bilang bahwa yang duluan masuk adalah kelompok bapak-bapak setelah itu nanti kelompok ibu-ibu. Tidak,” tandasnya.

Sebelum sesi selanjutnya, ibu Lusi dari SGPP Makassar memaparkan data penjualan (trafficking) perempuan dari Indonesi ke luar negeri, khususnya ke Malaysia. Dan yang membuat para peserta lokakarya terperanga adalah data tentang perempuan Toraja yang diekspor ke luar negeri tersebut. Ibu Lusi Lamba’ memaparkan bahwa Tana Toraja dan Toraja Utara merupakan salah satu daerah pemasok perempuan yang kemudian dijadikan objek seks komersial di luar negeri. Karena itu ia menghimbau supaya hal ini tidak dicuekin, tetapi harus disikapi secara serius.

Setelah makan siang, sesi berikut diisi oleh P. Yans Paganna’, Pr. Dalam sesi ini, P. Yans, Pr., yang sekarang bertugas selaku pastor paroki Bokin-Tombang Lambe’ Toraja Utara, menyihir para peserta yang sudah mulai mengantuk dengan tema “Perempuan Toraja dan Budaya Siri’”. Dengan bahasa Torajanya yang sangat baik, beliau mengupas dalam tentang sejarah lahirnya manusia Toraja menurut versi To Manurun di Langi’, di mana laki-laki dan perempuan diciptakan sederajat dan semartabat. “Kalau kita melihat sejarah to manurun di langi’-kisah penciptaan manusia Toraja, sebetulnya tidak berbeda dengan Kitab Kejadian yang melihat laki-laki dan perempuan sebagai dua mahluk yang sederajat. Lalu mengapa dalam masyarakat perempuan menjadi mahluk kelas dua? Tidak lain karena budaya kita lebih dikendalikan oleh budaya patriarki. Dan celakanya bahwa perempuan seolah-olah diam dan tidak bersuara” katanya.
Pastor Yans yang sore itu tampil dengan batik biru menggarisbawahi pesan lelurur orang Toraja mengenai siri’ dan longko’ (budaya malu). “Naposiri’ iyanna Toraya ke umbala’-bala’kik kaleta, sia napolongko’ iyanna to ma’rapunta ke umpogau’ki penggauran kadake” (Orang Toraja itu sangat malu kalau saja ia merusak dirinya sendiri dengan cara-cara yang tidak baik, dan keluarga besar juga itu malu kalau ada kerabatnya yang hidup tidak benar). P. Yans, Pr., menutup materinya dengan kata-kata, “Semahal apa pun harga manusia, ia tidak pernah boleh di nilai dengan uang. Karena kalau manusia sudah dinilai dengan uang, maka ia tidak ada bedanya lagi dengan kerbau atau tedong di pasar Bolu Rantepao.

Sessi sore hari masih dilanjutkan oleh P. Yans, Pr., dengan tema “Perempuan dalam Kitab Suci”. Dalam sesi ini pastor yang energik itu kembali memaparkan kisah Kitab Suci yang membuat para peserta terperangah. “Siapa bilang perempuan dinomorduakan atau disepelehkan dalam Kitab Suci. Hanya bahwa masing-masing; baik itu laki-laki maupun perempuan mengambil perannya sendiri-sendiri” katanya. “Jelas kokh dalam Kitab Suci, bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan sebagai penolong yang sepadan. Karena itu sebetulnya dan seharusnya tidak boleh ada istilah bos dan anak buah dalam keluarga. Kalau pun terpaksa pakai istilah itu, maka seharusnya dua-duanya bos dan dua-duanya anak buah” tambahnya.

Malam hari setelah makan malam lokakarya yang dihadiri juga oleh Sekertaris Eksekutif SGPP KWI, Sr. Anna, SFS., dari Jakarta ini mengajak para peserta untuk menyaksikan dua film singkat tentang penjualan perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Pada hari kedua, pagi sampai siang hari diisi dengan presentasi program enam bulan ke depan dari masing-masing paroki yang hadir dalam lokakarya tersebut. Setelah presentasi dari masing-masing perwakilan paroki, P. Yans, Pr., selaku ketua panita lokakarya tersebut mengajak para peserta untuk membentuk team SGPP Kevikepan Toraja. Siang itu terbentuklah Team SGPP (Sekertariat Gender Pemberdayaan Perempuan) wilayah Kevikepan Toraja sebagai berikut:
Ketua :
Wakil etua :
Sekertaris I :
Wakil II :
Bendahara :
Bidang-bidang seksi
1. Seksi
2. Seksi
3. Seksi
4. Seksi
Lokakarya dua hari full SGPP Kevikepan Toraja itu ditutup dengan Misa Penutup di kapel Puspas IKAR Rantepao, yang dipimpin oleh P. Yans Paganna’, Pr., selaku koordinator SGPP Kevikepan Toraja dan didampingi oleh Vikep Luwu Raya, P. Chris Sumarandak, MSC., selaku anggota team SGPP Keuskupan Agung Makassar. Dalam homilinya, P. Yans, Pr., menggarisbawahi kata-kata Santo Paulus dalam bacaan kedua pada Minggu itu,....”dan musuh terakhir yang ditaklukkan Yesus adalah maut”. Beliau mengarahkan umat untuk melihat kejahatan dan ketidakadilan terhadap perempuan sebagai musuh bersama yang harus dihadapi dengan bergandengan tangan, baik selaku Gereja lokal kevikepan Toraja maupun selaku Gereja semesta dan masyarakat di manapun Gereja hadir.***

Bokin-Toraja Utara,
Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga
P. Yans Paganna’, Pr
Koordinator SGPP Kevikepan Toraja).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar