Jumat, 07 Oktober 2011

Remah-remah

Majalah ROHANI, Kolom REMAH-REMAH


 

Bundaku, Bundamu, Bunda kita, Bunda Tuhan

( P. Yans Sulo Paganna', Pr)


 

"Muantapsss,…aku kasih jempol dua kali untuk gambarnya", demikian balasan salah satu rekan di group FB (facebook) saat aku mengirim sebuah gambar bunda Maria dengan komentar dalam gambar itu 'kehidupan hilang dari dunia karena hawa, tetapi berkat Maria bundaku,bundamu, bunda kita dan bunda Tuhan Yesus kehidupan itu dibawa kembali kedalam dunia', pada dinding status emailku.

Gara-gara gambar tersebut aku terpancing untuk chating dengan beberapa teman di group facebook. Kami berbicara dan berdiskusi soal seorang perempuan sederhana yang sangat berbahagia bukan hanya di antara semua perempuan, tetapi di antara semua manusia. Seorang perempuan yang dipercaya oleh Allah untuk mengandung Sang Penyelamat.

Seorang teman chating sore itu yang kuduga bukan seorang yang menerima bunda Maria sebagai bundanya atau boleh jadi seorang yang sangat beriman beriman dalam Gerej Katolik tetapi pura-pura tidak tahu tentang perempuan paling berbagaia sejagad dan sepanjang masa itu sedikit membuatku jengkel. Sepertinya dia sama sekali tidak bisa menelaah logika berpikir sederhana yang aku berikan. Teman itu menyerangku dengan pertanyaan bertubi-tubi, sehingga aku seperti seorang Chris John di atas ring tinju yang mencoba membiarkan "musuh"ku itu melepaskan semua pukulan sampai ia kehabisan tenaga dan kemudian aku menyerang balik "Prukkk,..", dan ia terjatuh.

Bundaku-bundamu-bundakita-bunda Tuhan. Luar biasa, hebat, dan mengagumkan. Bagaimana tidak, perempuan terpilih yang tidak lain adalah bunda Tuhan kita Yesus Kristus Sang Penyelamat, sudi menjadi bundaku, sudi menjadi bundamu, dan sudi menjadi bunda kita semua.

Kokh bisa ya? Ya lah iyalah,… Kenapa tidak? Lewat baptisan kita diangkat oleh Allah menjadi anak-anak-Nya dalam Putera-Nya, Tuhan kita. Kalau kita diangkat menjadi anak-Nya sendiri, maka tidak perlu bertanya lagi Yesus Putera-Nya itu siapa? Pertanyaan yang tidak perlu lagi dijawab. Dia adalah Tuhan kita dan telah menjadi Saudara kita sendiri. Bedanya bahwa Tuhan kita Yesus Kristus itu memiliki keputeraan dalam kemanusiaan dan keallahan. Aku, anda, kita sebagai Gereja tidak memiliki keputeraan dalam keallahan dari Bapa kita. Dia adalah saudara kita dalam kemanusiaan-Nya dan Tuhan kita dalam keallahan-Nya. Dalam Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan Allah kita ini, kita diangkat menjadi putera-puteri Allah sendiri. Sebuah kehormatan dan rahmat tak ternilai bagi kita.

Lalu,….? Lalu dengan demikian bunda Maria yang adalah bunda Tuhan itu juga menjadi bundamu, bundaku, dan bunda kita. Logikanya sangat sederhana bukan?

Tetapi belum selesai. Mari kita lihat apa yang terjadi di dekat salib Tuhan kita saat Dia tergantung di kayu salib. Murid-murid-Nya yang tentu saja sangat menyayangi dan mencintai (Kecuali Yudas sang penghianat, yang sesungguhnya harus juga kita hormati), bersama bunda-Nya berada di sekitar tempat penyaliban Tuhan kita, di saat-saat mau penyerahan hidup-Nya kepada Bapa di surga, Tuhan kita masih menegaskan tentang keputeraan kita itu lewat perwakilan Yohanes.

Masih ingat apa yang Tuhan katakana? Dia menunjuk Yohanes dan berbicara kepada bunda-Nya, "Ibu,… lihatlah anakmu" sambil mengarahkan tatapan-Nya yang sudah tidak segar lagi ke arah wajah Yohanes. Tatapan yang sama dibawa-Nya kembali kepada ibu-Nya dan berkata, "Yohanes itu ibumu". Sebuah penegasan yang sangat mengagumkan. Sebuah kepercayaan yang amat besar bahwa Tuhan kita menunjuk Yohanes, sebagai wakil kita menjadi "saudara-Nya" sendiri di depan bunda-Nya dan di hadapan orang-orang yang ada di sekitar gunung Golgota pada saat itu.

Renungkanlah dalam-dalam bahwa peristiwa penegasan diri-Nya sebagai saudara kita, dan bunda Maria sebagai ibu kita ini disampaikan-Nya pada saat-saat terkhir hidup-Nya di dunia, sebelum kemudian bangkit pada hari ketiga. Dan seperti yang anda tahu, biasanya pesan-pesan terakhir dari seseorang yang akan meninggal selalu diingat oleh orang yang ditinggalkan. Lalu kenapa kita mengabaikannya? Mengapa kita seolah-olah antara yakin dan tidak untuk memandang Yesus Tuhan kita itu sebagai saudara kita dalam kemanusiaan-Nya dan Tuhan kita dalam keallahan-Nya? Atau sudah lupakah kita saat Ia mengajarkan doa Bapa kami yang sangat indah dan setiap hari kita doakan? Di dalam doa tersebut, Ia meminta kita menyapa Bapa-Nya sendiri sebagai Bapa kita juga dengan mengatakan, "Bapa kami yang ada di surga,…", dan bukan "Bapa-Nya Tuhan kami Yesus Kristus yang ada di surga,…".

Kalau demikian, maka bunda Maria, bunda Tuhan kita, telah menjadi bundaku, bundamu, dan bunda kita semua; selain lewat penyerahan Tuhan kita satu dengan yang lain di dekat salib-Nya, tetapi terutama lewat baptisan yang telah kita terima. Juga kisah yang jauh sebelumnya saat mengajarkan doa Bapa kami kepada kita sesungguhnya oleh Tuhan kita sendiri sungguh menegaskan bagaiman hubungan kita dengan diri-Nya sendiri. Semua ini menjadi lengkap bagi kita untuk sungguh memandang bunda Maria dengan penuh hormat.

Baik, kita kembali ke NB (net book) dari FB (facebook). Lalu kalau kita sudah menerima dua peristiwa di atas, plus kisah saat mengajarkan doa Bapa kami kepada murid-murid-Nya (baca: kita) maka seharusnya jugalah kita memiliki logika yang lurus tentang bunda Maria. Sebagai bunda kita (baca: bunda Gereja), bundaku, bundamu, dan bunda Tuhan kita Yesus Kristus, dia harus mendapat tempat yang sangat istimewa dalam diri kita, layaknya seorang ibu kandung kita sendiri. Sebagai bunda kita, sebagai seorang ibu kita, penghormatan adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Dengan kata lain, dia pantas kita hormati selain sebagai bunda Tuhan kita tetapi juga karena telah menjadi bunda kita sendiri.

Akhir kata, bukankah anda masih ingat pepatah lama, "Surga terletak di telapak kaki ibu". Karenanya anda jangan ragu dan malu-malu untuk memberi penghormatan kepada bunda kita yang adalah bunda Tuhan, bunda Gereja, bundamu, dan bundaku. ***


 

Sedikit Tentang Penulis:

Nama             : P. Yans Sulo Paganna', Pr.

Pekerjaan    : Pastor Kepala Paroki Santa Maria Bokin Tombanglambe' – Kevikepan Toraja, Keuskupan Agung Makassar.

Alamat            : Pastoran Cielito Lindo

Bokin Toraja Utara – Sulawesi Selatan.

Via: Pastoran Gereja Katolik Santa Theresia Rantepao – Toraja Utara.

Jln. WR. Monginsidi No.37 Rantepao – Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

E-mail             : yans.pr@gmail.com,

Kamis, 06 Oktober 2011

Selamat datang di bumi Cielito Lindo Toraja

Selamat Datang Di Negeri Kayangan

Taman Surgawi Toraja - Indonesia

(Mari bermimpi bersama untuk Toraja)

By: Yans Sulo Paganna', Pr.


 

Toraja, sebuah kata yang indah dan sangat bersahabat di telinga siapapun yang mendengarnya. Seperti saat mendengar orang menyebut Bali. Dua daerah yang dari segi budaya dan adat istiadatnya hampir memiliki kesamaan. Demikian juga keindahan alamnya. Bedanya bahwa Bali lebih mengandalkan keindahan panorama laut sementara Toraja menawarkan keindahan panorama alamnya. Bali disebut-sebut 'pulau dewata', Toraja disebut sebagai 'tondok madeata' (paling tidak untuk saya sendiri, ckckckck…). Bali mengenal dewa-dewa, Toraja mengenal juga deata (dewa-dewa). Bali dan Toraja menjadi taman firdausnya Indonesia di mana wisatawan mancanegara dan domestik serasa dihipnotis untuk datang, melihat, dan merasakan indahnya negeri kayangan di bumi Indonesia.


 

Tetapi kini "Pulau dewata – Bali", semakin menunjukkan kepantasannya menyandang 'pujian' tersebut, dan Toraja sedang menuju alam baka dan perlahan ditinggalkan para wisatawan mancanegara dan domestik. Barangkali tepatlah kata anak-anak muda sekarang, "E,… malemo sau'". Kalau saya terjemahkan lurus-lurus ungkapan tersebut kira-kira sama dengan 'sudah sedang menuju ke alam baka'.


 

Kalau anda datang ke 'Pulau dewata – Bali', anda akan menjumpai patung para dewa dalam kemegahannya yang gagah, serasa sedang menghadirkan yang ilahi di tengah-tengah pulau dewata. Bahkan tidak tanggung-tanggung hotel-hotel berbintang dirancang sedemikian rupa untuk sungguh menghadirkan 'negeri para dewa' bagi anda, lengkap dengan bunyi gong berpadu dengan kesatuan alam yang tertata indah dan bersih. Bunga-bunga dan sesaji dipersembahkan oleh masyarakat bali untuk dewa-dewa mereka setiap hari serasa tidak pusing dengan modernitas yang sedang membanjiri negeri para dewa tersebut.


 

Tetapi 'negeri deata-negeri to madeata' Toraja telah dan sedang mengubur budaya dan tradisi leluhurnya. Bayangan "negeri kayangan" masih akan terasa saat sedang dalam perjalanan dari Endrekan ke arah Toraja, dengan pemandangan indah yang sungguh-sungguh mempesona. Panorama indah gunung nona di daerah Bamba Puang (Pintu Gerbang bertemu Tuhan atau tuan) seolah-olah sedang seperti sebuah pemanasan untuk masuk ke negeri kayangan yang sesungguhnya. Gunung nona yang sedang telanjang itu serasa sedang berkisah bahwa sesuatu yang lebih indah berada di balik sana, di negeri kayangan, Toraja. Ia seakan-akan berbicara dan mengundang siapa saja yang berhenti mengambil gambar untuk terus dan terus lagi bahwa sesuatu yang lebih indah akan anda jumpai di sana. Pemandangan indah itu seakan mengingatkan saja bahwa anda baru berada di gerbannya (Bamba).


 

Saat anda meneruskan perjalanan dengan harapa akan berjumpa dengan pemandangan yang lebih indah dari apa yang ada di gerbang (bamba), anda masih akan disambut dengan sebuah gerbang indah bertuliskan Selamat Datang di Toraja. Anda sekarang berada di daerah Salubarani, perbatasan Endrekang dengan Toraja, negeri kayangan yang sedang ada dalam bayangan anda. Di gerbang tersebut anda akan melihat sebuah rumah tongkonan di apit dengan empat patung sebuah keluarga yang sedang melambaikan tangan kepada anda dengan sejuta keramahan, persis di atas jalan raya yang anda lewati.


 

Rasa penasaran dalam diri anda semakin menggebu-gebu ingin segera melihat negeri kayangan itu, maka anda akan terpancing untuk menambah laju kendaraan kendati jalan dari Salubarani ke arah kota Makale berlekuk-lekuk, dengan tikungan yang tajam, tetapi jalan tersebut serasa tidak akan menghalangi anda untuk menekan gas kendaraan.


 

Anda pasti akan semakin penasaran karena bayangan negeri kayangan itu tidak nampak-nampak. Pemangdangan sekitar Mebali – Mengkendek tidak terlalu indah, rumah-rumah adat di jalan-jalan hampir tidak akan anda jumpai. Anda akan sedikit terhibur saat anda tiba di kilometer sembilan dari kota Makale, saat anda menyaksikan pemandangan indah daerah Randanan-Pangngulu-Marinding dengan gunung Kandora yang tampak indah menjulang tinggi bagai tangga ke surge (eran di langi').

Anda akan sedikit yakin dan tersadar bahwa sekarang anda sekarang sedang masuk ke daerah kayangan yang ada dalam bayangan anda.


 

Bila anda terus melaju, anda akan segera tiba di kota kecil Makale. Di kota kecil tersebut, anda akan disambut dengan pemandangan yang sedikit mengecewakan. Jalan-jalan masuk kota Makale sedikit macet dan tampak kumuh. Kendaraan-kendaraan diparkir seenaknya di kiri-kanan jalan. Setelah anda bersabar sedikit untuk lolos masuk ke pintu yang sempit kota Makale, anda akan disambut dengan patung raksasa Lakipadada yang tampak sedikit seram dan sangar. Sangat berbeda dengan patung para dewa di pulau dewata-Bali. Anda sekarang berada di "negeri deata – to madeata" Toraja. Patung raksasa Lakipadada di tengah kolam kota Makale sedang menyambut anda dengan wajah yang kaku dan keras; otot-ototnya yang kekar dan wajahnya tampak sangar dengan mulut yang sedikit terbuka seolah-olah ia sedang berteriak sambil memegang obor raksasa dengan pedang pusaka di pinggangnya. Sungguh menakutkan buat anda. Tetapi jangan anda terkejut. Konon patung itu adalah patung seorang Toraja yang tidak ingin mati kemudian mencari seorang mahaguru yang bisa mengajarinya ilmu tidak mati (hidup abadi) tetapi kemudian gagal mendapatkannya. Anda jangan terkejut melihat patung raksasa yang tampak tidak bersahabat tersebut. Barangkali ia sedang berteriak jengkel dan marah karena pulang tanpa hasil. Atau barangkali ia sedang menyambut anda dengan mimik jengkel layaknya seorang pembesar yang sedang marah dengan rakyatnya. Atau boleh jadi ia sedang menyambut anda dengan rasa malu ala pembesar karena anda akan pulang dengan kisah sedih dari negeri kayangan Toraja. Entahlah, silahkan lanjutkan perjalanan anda di negeri ini.


 

Kalau anda seorang pendatang baru dalam rangka melancong ke negeri kayangan Toraja, anda pasti lebih memilih untu terus berjalan ke utara, ke kota Rantepao di mana hotel-hotel bertebaran tak terhitung jumlahnya layaknya di pulau dewata Bali.


 

Tidak ada pemandangan indah antara Makale dan Rantepao. Tetapi saat anda meninggalkan kota Makale rasa penat yang sempat menerkam anda akan sedikit setelah menyaksikan alam negeri ini yang luas membentang kiri dan kanan jalan. Perjalanan anda akan sedikit terganggu dengan kondisi jalan poros Makale dengan Rantepao yang sedikit tidak terurus. Tetapi berjalan dan berjalanlah terus ke arah utara.


 

Mendekati kota Rantepao, lagi-lagi anda jangat terkejut karena anda tidak akan disambut dengan patung para dewa, atau to madeata, tetapi justur akan disambut dengan sebuah patung cantik kerbau belang yang sedang dipegang oleh seorang manusia pendek kecil (ne' pento') dan tampak seperti sedang berteriak kegirangan.


 

Lagi-lagi anda jangan terkejut melihat patung kerbau belang (saleko) tersebut. Anda memang sedang mengarah ke pasar hewan Pasar Bolu, di mana semua jenis kerbau, kecuali kerbau putih polos (tedong bulan) ditawarkan kepada siapa saja yang ingin membelinya. Atau jangan sampai anda sedang berpikir kalau anda akan sedang menuju kebun binatang. Tidak, anda sekarang sungguh-sungguh ada di negeri kayangan Toraja. Silahkan melanjutkan perjalanan anda.


 

Tinggal beberapa kilo saja anda akan berada di pusat kota Rantepao. Tetapi sekali lagi anda jangan terkejut menyaksikan kondisi kota yang kumuh dan tidak beraturan, sangat jauh dari apa yang anda lihat di Bali. Sekarang anda sedang berada di Toraja dan bukan Bali. Jangan anda bermimpi melihat kota Rantepao seperti Denpasar di Bali. Den duka pasa' (ada juga pasar) di Rantepao tetapi bukan seperti di Bali, tetapi pasa' tedong (pasar hewan kerbau) di Bolu. Hahaha, mari kita tertawa sejenak, karena anda pasti sudah lelah dan barangkali sedikit kecewa datang ke negeri kayangan Toraja.


 

Perjalanan anda belum berakhir. Toraja yang anda bayangkan tidak seluas Makale atau Rantepao saja. Silahkan anda ke hotel dan mintalah keterangan di sana tentang maksud kedatangan anda di negeri kayangan Toraja. Ada banyak hotel di kota Rantepao dan sekitarnya. Anda tinggal memilih sesuai dengan selera dan ketebalan dompet saja.


 

Kalau anda seorang tourist lokal dan tidak ingin ditemani oleh pemandu wisata hotel, anda bisa menyewa mobil sendiri lengkap dengan sopirnya, atau menyewa ojek juga lengkap dengan tukang ojeknya, atau hanya menyewa motor ojek saja. Kalau yang terakhir ini yang anda pilih, barangkali hati-hati saja. Boleh jadi anda mahir menggunakan kendaraan di jalan mulus tetapi tidak di jalan berbatu-batu. Karena hampir semua tempat wisata di daerah ini berada di daerah yang terpencil dengan kondisi jalan yang cukup parah. Belum lagi pengendara-pengendara roda dua dan roda empat termasuk roda enam dan juga roda tiga tidak terlalu disiplin dalam berlalu lintas.


 

Kalau anda ingin menyaksikan pemandangan alam yang indah, silahkan berjalan ke arah utara lewat kampung bernama Baranak – Tallunglipu dan terus ke Batutumonga. Saat kedatangan anda tepat waktu musim padi menguning, cost yang anda keluarkan boleh jadi cukup impas dengan apa yang anda lihat dan alami di negeri kayangan ini. Apalagi kalau anda cukup beruntung dan bisa mendapatkan pesta adat rambu tuka' dan rambu solo' yang kadang menelan biaya ratusan bahkan miliaran rupiah itu. Tetapi anda lagi-lagi jangan pulang dengan kesimpulan seperti itu. Sebagian terbesar juga pesta rambu tuka' dan rambu solo' yang dibuat dengan sangat sederhana.


 

Kalau anda ingin menikmati pemandangan indah dari atas puncak Batutumonga, jangan lupa membawa jaket karena udara di atas puncak itu cukup dingin untuk mereka yang datang dari kota. Jalan ke tempat tersebut cukup rusak parah. Tetapi dalam perjalanan tersebut mudah-mudahan anda bermenung sambil berkontemplasi karena anda akan segera menyaksikan pemandangan alam yang amat indah. Perjalanan yang melelahkan dengan kondisi jalan yang rusak akan memberi kenangan tersendiri bagi anda bahwa jalan menuju puncak selalu berbatu-batu dan tidak enak, tetapi setelah berada di atas anda akan segera lupa jalan berbatu-batu itu, karena anda sedang menyaksikan karya tangan Allah yang luar biasa. Di dekat Batutumoga indah itu ditawarkan sebuah tempat dimana anda akan bertanya dan bertanya terus tentang manusia Toraja. Lo'ko' Mata, sebuah batu besar yang dipahat untuk kemudian dijadikan makam atau kuburan. Lagi-lagi anda jangan terkejut saat mendengar bahwa untuk membuat lubang pada batu besar itu dibutuhkan waktu berbulan-bulan, tentunya dengan biaya yang mahal. Karena itu anda jangan membayangkan bahwa mereka yang dikuburkan di situ adalah orang sembarangan. Tetapi anda tidak perlu mencari di mana kuburan orang kecil, karena pasti tidak menjadi tempat tujuan wisata. Kecuali kalau turisnya adalah turis yang aneh.


 

Pemandangan indah yang lain ada di sebelah timur kota Rantepao. Nama tempatnya sudah sangat tidak asing lagi di telinga para pecandu kopi arabika Toraja asli, Bokin-Kare-Pantilang. Tetapi anda tidak perlu ke tempat ini karena tempat ini hanya dijangkau dengan kendaraan roda enam pada musim hujan. Itupun anda harus rela berdiri di atas trek, di antara barang-barang yang lain. Bersyukurlah kalau saat itu anda tidak sedang sial dan harus naik di atas trek yang sedang mengangkut babi atau barang-barang jualan para pedagang kampung. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kota Rantepao, tetapi waktu yang akan anda habiskan dalam perjalanan ke tempat ini hampir dua kali lipat dari waktu anda ke Batutumonga indah. Kalaupun anda punya planing ke tempat tersebut, barangkali ditunda saja sampai mendapatkan informasi bahwa jalan-jalan sudah bagus, karena konon katanya pemerinta akan mengusahakan perbaikan jalan ke sana. Daerah ini menyimpan harta karun yang terlupakan tetapi lagi-lagi anda akan pulang dengan badan yang ngilu karena peralanan yang melelahkan. Di tempat tersebut selain dengan pemandangan alamnya yang indah, rumah-rumah adat 'tongkona' dibangun dimana-mana, tetapi juga karena di tempat tersebut terdapat beberapa peristiwa tak terselami oleh pikiran manusia. Ada mummi, jenazah manusia yang tidak termakan zaman seperti jenazah santa Bernadeth di Eropa sana. Ada juga daging hewan dengan nasi yang membatu dan konon setiap waktu bertambah besar. Tetapi lagi-lagi anda tidak perlu ke tempat itu, kecuali kalau anda seorang petualang sejati dan penikmat benda-benda antik. Kecuali itu, kalau anda seorang penikmat sejarah di tempat inilah dibangun pertama kalinya rumah batu bagaikan istana raja oleh Belanda. "Istana kecil" yang dibuat oleh Parengnge' Rante (satu-satunya parengnge' perempuan yang dipercaya Belanda kala itu), saudara dari Puang Rante Kata (seorang parengnge' terkenal pada zamannya) sudah tidak terurus lagi. Tempatnya sangat terpencil dan jalan ke tempat itu sangat sulit. Anda jangan bertanya mengapa Belanda kala itu meminta Toparengge' di tempat tersebut membangun 'istana kecil' di tengah hutan. Tidak jauh dari tempat tersebut ada sebuah batu raksasa di pinggir kolam yang menurut cerita rakyat menjadi tempat masuknya seorang anak remaja yang dikejar oleh ibunya akibat kesalahan fatal yang telah dibuatnya. Batu itu sebesar rumah Toraja. Kalaupun anda nekat datang ke tempat tersebut, mohon anda menjaga sopan santun dalam hal berbicara. Anda jangan coba-coba takabur saat berada dekat kolam di dekat batu raksasa itu. Di daerah yang indah dengan harta karun yang terlupakan itu juga anda bisa mampir menikmati panorama wiata pertanian (agro wisata). Anda bisa mampir ke tempat pengolahan kopi Toraja arabika asli yang diolah secara tradisional; mulai dari penanaman (tanpa pupuk kimia), pemetikan, pengolahan di ruang penggorengan sampai pengepakan semuanya serba tradisional. Segelas kopi Toraja arabika tumbuk dari lereng pedamaran Bokin ini akan membuat anda mampu memahami mengapa pada abad-abad yang lalu terjadi apa yang dicatata dalam sejarah Toraja dengan catatan 'perang kopi di Toraja'. Anda tidak perlu mencari tahu mengapa perang itu terjadi karena akan terjawab sendiri saat anda menikmati kopi Toraja arabika asli dari daerah tersebut.


 

Perjalanan anda di negeri kayangan belum berakhir. Anda barangkali sudah lelah berjalan menyusuri jalan-jalan yang rusak dan berbatu-batu, lagi-lagi tidak seperti jalan-jalan di pulau dewata – Bali, dan aku sendiri rupanya sudah muali lelah juga menemani perjalanan anda. Tetapi aku harus menemani anda sampai meniggalkan negeri kayangan Toraja ini.


 

Kalau anda seorang pencinta benda-benda bersejarah dan tidak menyempatkan diri mengunjungi daerah Bokin-Karre-Pantilang yang menyimpan harta karun terlupakan itu, anda bisa berjalan-jalan ke daerah Ke'te' Kesu'. Tempat seperti ini biasanya menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara ataupun domestic. Karena itu jangan anda melewatkannya dalam catatan perjalanan anda di negeri kayangan Toraja ini. Anda jangan menghabiskan waktu mengagumi rumah-rumah Toraja dan lumbung-lumbung padi yang telah berusia sekitar seratusan tahun itu, karena anda bisa menjumpainya dalam perjalanan anda di kampung-kampung yang lain di negeri kayangan. Anda cukup mengagumi arsitekturnya saja karena rumah-rumah itu dibuat tanpa menggunakan satu biji paku atau baut. Kayu-kayu itu disambung dengan cara kait-mengait satu dengan yang lain. Atapnya rumah itu yang ditumbuhi dengan bunga-bunga dan angrek hutan sengaja dibiarkan tumbuh di atas. Anda jangan heran mengapa sang pemiliknya tidak mencabut rumput di atas atap rumah tersebut demi menambah keangkeran tongkonan tersebut. Di tempat itu, berjalanlah ke belakang untuk melihat bagaimana manusia Toraja pada zaman dahulu menyimpan dan menguburkan jenazah. Selain memahat batu seperti yang anda lihat di Lo'ko' Mata atau di tempat-tempat yang lain, manusia dari negeri kayangan ini juga menyimpan jenazah dalam peti kayu ulin yang tahan hujan dan panas terik alias tidak termakan zaman kemudian menggantungnya di tebing batu. Anda jangan terkejut kalau mendapat informasi dari orang-orang di sekitar tempat itu dan mengatakan kalau usia peti jenazah kayu yang digantung itu (erong) sudah berusia ratusan tahun. Anda harus percaya dan tidak perlu meragukannya. Anda juga tidak perlu bertanya mengapa kuburan gantung itu hanya beberapa saja. Karena mereka yang dikuburkan dalam peti kayu itu hanyalah orang-orang tertentu saja, yang dipesta dengan pesta paling meriah dalam beberapa hari bahkan minggu.


 

Anda baru mengunjungi beberapa sudut negeri kayangan ini. Di pelosok-pelosok desa masih ada puluhan tempat yang tidak mungkin anda kunjungi dalam kunjungan anda ke negeri kayangan Toraja ini. Tetapi baik kalau anda mengarahkan kemudi ke arah selatan dari Ke'te' Kesu' menuju daerah kelahiran Lakipadada yakni Sangalla'. Saat masuk dalam daerah ini, anda harus menjaga diri dengan baik dalah hal tutur kata dan bahasa karena anda sedang memasuki daera "Tallu lembangna" (tiga daerah kapuangan: negeri yang dipimpin seorang puang atau raja yakni Makale, Sangalla', dan Mengkendek). Saat anda masuk ke daerah tersebut, anda tidak perlu takut. Keamanan terjamin karena semua orang di daerah ini baik dan hormat pada tamu-tamu yang datang ke daerah mereka. Mereka punya prinsip, "Anda sopan kami pun segan, anda kurang ajar kami akan ajar".


 

Anda jangan terkejut saat masuk gerbang negeri ini dan mendengar kakek-kakek tua atau anak-anak kecil menyapa anda dalam bahasa Ingris atau Jerman. Mereka sudah terbiasa berjumpa dengan orang-orang asing yang datang ke tempat itu. Tapi sebelum masuk kota Sangalla', negeri kelahiran Puang Lakipadada yang diabadikan dengan patungnya raksasa Lakipadada di tengah kota Makale, sebaiknya anda menyempatkan jalan-jalan ke kambung sebelum negeri kelahiran Lakipadada. Sebuah kampung yang didaulat oleh dinas pariwisata Tana Toraja sebagai perkampungan wisata. Entah apa alasannya. Di kampung itu anda akan menyaksikan rumah-rumah adat Toraja yang menjamur dibangun di mana-mana. Barangkali karena itu dinas pariwisata mendaulatnya menjadi perkampungan wisata. Tetapi anda tidak perlu terlalu terpesona dengan bangunan-bangunan tua yang ada di tempat itu dan anda jangan menghabiskan waktu terlalu banyak untuk pemandangan indah dalam perjalanan sepanjang perkampungan wisata itu. Lebih baik anda mengarahkan langka anda ke sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam sejarah Toraja. Di tempat itulah seorang genius dari daerah itu berhasil mengumpulkan semua orang-orang berpengaruh di setiap kampung di negeri ini untuk berkumpul dan mengadakan rapat raksasa sekaligus menyusun strategi perang untuk musuh yang mencoba memasuki negeri kayangan Toraja. Dari tempat itu jugalah diproklamirkan, atau setidak-tidaknya ditegaskan kembali oleh topadatindo (orang yang mimpinya sama pada malam yang sama, atau lebih tepat dikatakan orang-orang yang memiliki harapan atau dream yang sama untuk negeri kayangan Toraja ini) apa yang konon katanya pernah dicanangkan dan diimpikan oleh Puang Tamborolangi', yakni "Tondok Lepongan Bulan – Tana Matari'allo", yang diikat dalam semboyan perjuangan mereka "Misa' kada dipotuo – pantan kada dipomate". Tetapi anda harus rela jalan kaki sekitar satu setengah jam untuk sampai ke tempat bersejarah itu. Mohon anda tidak bertanya mengapa negeri lepongan bulan tana matari'allo sekarang telah terbagi dua? Katanya demi praktisnya pelayanan kepada rakyat di negeri kayangan Toraja ini. Tempat dimana para bijak dan para penguasa dari berbagai daerah di negeri ini berkumpul di Sarira adalah To' Sendana atau To' Pasa'. Disebut "To' Sendana" karena sewaktu terjadi perang melawan musuh semua rancangan dan strategi perang diatur dan disusun di tempat tersebut, termasuk hasil kombongan dengan semboyan di atas diproklamasikan atau ditegaskan sebagai sebuah komitmen bersama seluruh Toraja. Tidaka ada yang keberatan pada waktu itu maka ditanamlah sendana sebagai tanda kesepakatan bersama yang kemudian diikuti dengan namanya basse (kesepakatan bersama yang diikat dalam persembahan darah; tidak boleh ada yang melanggarnya).


 

Topadatindo ini kemudian pulang ke daerah masing-masing di seluruh negeri kayangan Toraja dan memberitahukan kepada warga apa yang mereka bicarakan dan putuskan bersama, termasuk memberitahukan warga rahasia taktik perang dari To' Sendana – Sarira. Dari tempat itu jugalah dipandu seluruh perintah terjun perang kepada semua warga di negeri kayagan Toraja saat sang pemimpin perang merasa sudah saatnya untuk perang. Tandanya hanya sebuah obor raksasa dinyalakan di tempat tersebut. Karena tempat itu berada di atas gunung Sarira yang tinggi maka saat obor raksasa sebagai tanda kode terjun ke medan perang dilihat oleh semua warga, maka tanpa menunggu perintah lain mereka langsung terjun dan menghabisi musu yang terlena karena tidak menyangka bahwa musuhnya datang bagaikan semut mengepung mereka tanpa melihat ada perintah dari siapapun. Sayang bahwa tempat itu sekarang terbengkalai dan tidak terurus.


 

Setelah sukses dalam perang, rasa syukur dinyatakan dan diungkapkan dengan mengambil persembahan menurut kebiasaan mereka pada zaman itu dan dari Sarira bertolak ke Pata'padang (pusar bumi) Manggape-Randanbatu. Anda tidak perlu bertanya mengapa tempat itu (Pata'padang) dianggap sebagai tempat syukuran besar-besaran dan mengapa dianggap sebagai pusatnya bumi.


 

Harap anda masih punya cukup energy untuk berjalan mengelilingi negeri kayangan Toraja ini. Sekarang anda berjalanlah ke arah selatan menuju negeri kelahiran Puang Lakipadada, seorang bangasawan yang tidak ingin mati itu. Anda belum tiba di daerah kelahiran Lakipadada. Daerah To' Sendana – Sarira tidak masuk dalam daerah kekuasaan Puang Sangalla' dari Tallu Lembangna. Anda terus ke selatan dan akan bertemu dengan daerah Sangalla', Suaya dan Kaera. Tetapi sebagian dari wisatawan lebih suka mengunjungi kuburan gantung di Suaya seperti yang ada di Ke'te' Kesu', dengan erong yang sudah berumur ratusan tahun tetapi sepertinya baru dibuat beberapa tahun lalu. Atau mengunjungi daerah Kambira', tempat yang sangat khas sebagai tempat menguburkan bayi-bayi dalam pohon yang masih hidup dan bertumbuh. Tidak semua daerah di negeri kayangan ini membuat kuburan bayi dalam pohon seperti di daerah Sangalla' dan sekitarnya. Di dalam pohon besar yang sedang bertumbuh layaknya pohon-pohon besar lainnya ditanam jenazah bayi-bayi tak berdosa saat meninggal dunia. Kalau anda bertanya, maka jawaban masyarakat di sekitar tempat itu hanya satu, mereka tetap hidup kendati sudah mati karenanya pohon hidup itu diminta untuk membiarkannya tetap hidup.


 

Aduh aku sudah capek, lelah, dan mulai kehabisan energy menemani anda dalam perjalanan di negeri kayangan ini, padahal anda belum berjalan ke arah barat negeri kayangan Toraja ini. Terpaksa aku minta maaf harus berpisah dengan anda di negeri kelahiran Lakipadada. Semoga perjalanan anda menyenangkan. Semua penduduk di negeri kayangna Toraja ini berharap dan berdoa supaya anda pulang lebih bahagia daripada saat anda datang ke negeri kayangan ini, tetapi kalau saja tidak, maka kami mohon maaf.***


 


 

Baik, mari kembali ke netbook (NB). Minta maaf, ini bukan rekaman Toraja, tetapi sebuah kisahku mengantar tamu-tamuku yang datang dari luar negeri kayangan Toraja dan aku mengajaknya mengunjungi beberapa tempat yang aku sebutkan dalam kisah di atas. Karena bukan sebuah ulasan tempat wisata yang ada apalagi bukan pulah ulasan sejarah tetapi sungguh sebuah kisah perjalanan mengantar tamu-tamuku, maka anda dilarang protes apalagi keberatan karena objek wisata yang anda bayangkan akan kusebut tidak muncul dalam kisah pengalamanku ini yang lebih tepat kusebut 'catatan harian bersama para tamuku yang terhormat dari negeri tetangga'.


 

"Toraja, negeri yang indah", demikian kesan tamu-tamuku itu saat pamitan denganku. Sebuah kesan yang mengundang permenungan yang mendalam buatku. Sungguhkan Toraja ini sebagai sebuah negeri yang inda? Dan dimakah keindahanmu?


 

Aku merenungkannya dengan serius dalam kesendirianku di negeri pertapaan. Dari permenungan itulah kutulis sebuah catatan harian sore ini sebagaimana kebiasaanku menulis pengalaman hidup yang terjadi dalam hidupku. Dalam catatan harianku ini kusebut Toraja yang indah ini dengan sebutan, "Negeri kayangan: Taman surgawi". Sebuah predikat yang lahir dari dalam hatiku pribadi mengingat keindahan alam, kekayaan budaya dan seni, keramahan masyarakat, dan ketentraman daerah ini saat aku masih menjalani masa kanak-kanak bersama daerah yang aku banggakan ini. Tetapi sekarang? Masih layakkah menyandang predikat besar itu? Atau jangan-jangan "Negeri kayangan: Taman surgawi", Toraja ini sudah 'malemo sau', seperti istilah orang-orang muda di daerah ini saat ada sesuatu yang asing atau aneh dengan teriakan, "E,… Malemo sau'". Jangan-jangan itulah yang sedang dan yang akan bakal terjadi. Aduh, sebuah mimpi buruk buatku dan buat semua anak-anak dari negeri yang sangat aku kagumi ini.


 

"Oh,… tidak jangan sampai itu terjadi", teriakku dalam hati kuat-kuat. Barangkali negeri ini membutuhkan episode kedua topada tindo, dengan bermimpi bersama supaya negeri kayangan Toraja ini tidak tenggelam ke dasar bumi. Iya, itulah yang harus terjadi sebuah kata "We have a dream for Toraja". Kita mempunyai sebuah mimpi untuk Toraja; menjadikannya negeri kayangan, nengeri impian semua orang seperti yang diimpikan para leluhur lewat symbol pa'bare'allo pada ukiran Toraja.


 

Iya, itulah mimpi (dream) yang harus kita mimpikan bersama dalam waktu yang bersamaan. Semua penduduk negeri kayangan Toraja ini harus memiliki mimpi bersama untuk menjadikan daerah tercinta Toraja ini sebagai sebuah negeri kayangan yang dirindukan semua orang seperti orang-orang dari seluruh penjuru dunia merindukan pulau dewata – Bali.


 

Toraja dengan kekayaan budaya dan keindahan alamnya yang sempat menghipnotis dunia tidak boleh tinggal kenangan di masa depan tetapi sungguh-sungguh menjadi negeri kayangan di jaman modern. Semuanya belum terlambat. Sisa-sisa keindahan dan kekayaan negeri ini masih sayup-sayup kelihatan. Inner beautynya masih tampak keluar kendati tidak seperti dulu saat inner beatynya menyatu dengan alam yang indah dan budayanya yang amat kaya. Sebagian besar tempat-tempat wisata masih bisa dibenahi. Keindahan kota yang menampilkan watak manusia ambradul masih bisa dipoles, alam yang mulai dirusak toh juga belum terlambat untuk dihentikan, dan seni budaya yang hampir hilang masih bisa dipupuk kembali. Semuanya hanya membutuhkan komitmen bersama, "Mari bermimpi bersama menghadirkan kembali negeri kayangan yang telah, sedang, dan akan berjalan ke alam baka".


 

Mimpi bersama semua masyarakat negeri ini di manapun berada untuk bekerja sama dengan pemerinta, bergandengan tangan bersama membangun negeri impian, Taman surgawi Toraja. Caranya tidak sulit dan sangat sederhana yakni membangun sebuah image sedang hidup di negeri kayangan layaknya orang-orang Bali membangun negeri para dewa di pulau dewata.


 

Setiap elemen daerah ini bertanggungjawab dalam tugas dan kapasitanya masing-masing. Pemerintah betanggunjawab dalam hal infrastruktur yang sekarang sangat memprihatinkan, keindahan kota yang sekarang sangat hancur, dan keamanan masyarakat dan semua wisatawan yang datang ke negeri ini. Sementara seluruh masyarakat bertanggung jawab mempercantik serta menciptakan suasana surgawi dalam kampung dan daerah masing-masing; keindahan rumah tongkonan, keramahan masyarakat kepada semua saja yang datang, dan kewajiban memelihara keindahan alam dan tempat-tempat wisata yang ada. Dan secara bersama-sama menggali dan menumbuhkan kembali seni budaya yang pernah ada di negeri Taman surgawi-negeri kayangan Toraja ini. Karena hanya dengan itu, kita boleh berkata kepada semua saja yang datang ke negeri ini, "Selamat datang di negeri kayangan – Taman surgawi Toraja. Semoga Anda pulang lebih bahagia daripada saat Anda datang ke negeri ini".***


 


 

Bokin – Toraja Utara, Primo Oktober 2011

P. Yans Sulo Paganna', Pr.

(Sebagian besar dikutip dari penggalan catatan harian penulis).

Negeri Kayangan Toraja

Selamat Datang Di Negeri Kayangan

Taman Surgawi Toraja - Indonesia

(Mari bermimpi bersama untuk Toraja)

By: Yans Sulo Paganna', Pr.


 

Toraja, sebuah kata yang indah dan bersahabat di telinga, seperti mendengar orang menyebut Bali. Dua daerah yang dari segi budaya dan adat istiadatnya hampir memiliki kesamaan. Demikian juga keindahan alamnya. Bedanya bahwa Bali lebih mengandalkan keindahan panorama laut sementara Toraja menawarkan keindahan panorama alamnya. Bali disebut-sebut 'pulau dewata', Toraja disebut sebagai 'tondok madeata' (paling tidak untuk saya sendiri, ckckckck…). Bali mengenal dewa-dewa, Toraja mengenal juga deata (dewa-dewa). Bali dan Toraja menjadi taman firdausnya Indonesia di mana wisatawan mancanegara dan domestik serasa dihipnotis untuk datang, melihat, dan merasakan indahnya negeri kayangan di bumi Indonesia.


 

Tetapi kini "Pulau dewata – Bali", semakin menunjukkan kepantasannya menyandang 'pujian' tersebut, dan Toraja sedang menuju alam baka dan perlahan ditinggalkan para wisatawan mancanegara dan domestik. Barangkali tepatlah kata anak-anak muda sekarang, "E,… malemo sau'". Kalau saya terjemahkan lurus-lurus ungkapan tersebut kira-kira sama dengan 'sudah sedang menuju ke alam baka'.


 

Kalau anda datang ke 'Pulau dewata – Bali', anda akan menjumpai patung para dewa dalam kemegahannya yang gagah, serasa sedang menghadirkan yang ilahi di tengah-tengah pulau dewata. Bahkan tidak tanggung-tanggung hotel-hotel berbintang dirancang sedemikian rupa untuk sungguh menghadirkan 'negeri para dewa' bagi anda, lengkap dengan bunyi gong berpadu dengan kesatuan alam yang tertata indah dan bersih. Bunga-bunga dan sesaji dipersembahkan oleh masyarakat bali untuk dewa-dewa mereka setiap hari serasa tidak pusing dengan modernitas yang sedang membanjiri negeri para dewa tersebut.


 

Tetapi 'negeri deata-negeri to madeata' Toraja telah dan sedang mengubur budaya dan tradisi leluhurnya. Bayangan "negeri kayangan" masih akan terasa saat sedang dalam perjalanan dari Endrekan ke arah Toraja, dengan pemandangan indah yang sungguh-sungguh mempesona. Panorama indah gunung nona di daerah Bamba Puang (Pintu Gerbang bertemu Tuhan atau tuan) seolah-olah sedang seperti sebuah pemanasan untuk masuk ke negeri kayangan yang sesungguhnya. Gunung nona yang sedang telanjang itu serasa sedang berkisah bahwa sesuatu yang lebih indah berada di balik sana, di negeri kayangan, Toraja. Ia seakan-akan berbicara dan mengundang siapa saja yang berhenti mengambil gambar untuk terus dan terus lagi bahwa sesuatu yang lebih indah akan anda jumpai di sana. Pemandangan indah itu seakan mengingatkan saja bahwa anda baru berada di gerbannya (Bamba).


 

Saat anda meneruskan perjalanan dengan harapa akan berjumpa dengan pemandangan yang lebih indah dari apa yang ada di gerbang (bamba), anda masih akan disambut dengan sebuah gerbang indah bertuliskan Selamat Datang di Toraja. Anda sekarang berada di daerah Salubarani, perbatasan Endrekang dengan Toraja, negeri kayangan yang sedang ada dalam bayangan anda. Di gerbang tersebut anda akan melihat sebuah rumah tongkonan di apit dengan empat patung sebuah keluarga yang sedang melambaikan tangan kepada anda dengan sejuta keramahan, persis di atas jalan raya yang anda lewati.


 

Rasa penasaran dalam diri anda semakin menggebu-gebu ingin segera melihat negeri kayangan itu, maka anda akan terpancing untuk menambah laju kendaraan kendati jalan dari Salubarani ke arah kota Makale berlekuk-lekuk, dengan tikungan yang tajam, tetapi jalan tersebut serasa tidak akan menghalangi anda untuk menekan gas kendaraan.


 

Anda pasti akan semakin penasaran karena bayangan negeri kayangan itu tidak nampak-nampak. Pemangdangan sekitar Mebali – Mengkendek tidak terlalu indah, rumah-rumah adat di jalan-jalan hampir tidak akan anda jumpai. Anda akan sedikit terhibur saat anda tiba di kilometer sembilan dari kota Makale, saat anda menyaksikan pemandangan indah daerah Randanan-Pangngulu-Marinding dengan gunung Kandora yang tampak indah menjulang tinggi bagai tangga ke surge (eran di langi').

Anda akan sedikit yakin dan tersadar bahwa sekarang anda sekarang sedang masuk ke daerah kayangan yang ada dalam bayangan anda.


 

Bila anda terus melaju, anda akan segera tiba di kota kecil Makale. Di kota kecil tersebut, anda akan disambut dengan pemandangan yang sedikit mengecewakan. Jalan-jalan masuk kota Makale sedikit macet dan tampak kumuh. Kendaraan-kendaraan diparkir seenaknya di kiri-kanan jalan. Setelah anda bersabar sedikit untuk lolos masuk ke pintu yang sempit kota Makale, anda akan disambut dengan patung raksasa Lakipadada yang tampak sedikit seram dan sangar. Sangat berbeda dengan patung para dewa di pulau dewata-Bali. Anda sekarang berada di "negeri deata – to madeata" Toraja. Patung raksasa Lakipadada di tengah kolam kota Makale sedang menyambut anda dengan wajah yang kaku dan keras; otot-ototnya yang kekar dan wajahnya tampak sangar dengan mulut yang sedikit terbuka seolah-olah ia sedang berteriak sambil memegang obor raksasa dengan pedang pusaka di pinggangnya. Sungguh menakutkan buat anda. Tetapi jangan anda terkejut. Konon patung itu adalah patung seorang Toraja yang tidak ingin mati kemudian mencari seorang mahaguru yang bisa mengajarinya ilmu tidak mati (hidup abadi) tetapi kemudian gagal mendapatkannya. Anda jangan terkejut melihat patung raksasa yang tampak tidak bersahabat tersebut. Barangkali ia sedang berteriak jengkel dan marah karena pulang tanpa hasil. Atau barangkali ia sedang menyambut anda dengan mimik jengkel layaknya seorang pembesar yang sedang marah dengan rakyatnya. Atau boleh jadi ia sedang menyambut anda dengan rasa malu ala pembesar karena anda akan pulang dengan kisah sedih dari negeri kayangan Toraja. Entahlah, silahkan lanjutkan perjalanan anda di negeri ini.


 

Kalau anda seorang pendatang baru dalam rangka melancong ke negeri kayangan Toraja, anda pasti lebih memilih untu terus berjalan ke utara, ke kota Rantepao di mana hotel-hotel bertebaran tak terhitung jumlahnya layaknya di pulau dewata Bali.


 

Tidak ada pemandangan indah antara Makale dan Rantepao. Tetapi saat anda meninggalkan kota Makale rasa penat yang sempat menerkam anda akan sedikit setelah menyaksikan alam negeri ini yang luas membentang kiri dan kanan jalan. Perjalanan anda akan sedikit terganggu dengan kondisi jalan poros Makale dengan Rantepao yang sedikit tidak terurus. Tetapi berjalan dan berjalanlah terus ke arah utara.


 

Mendekati kota Rantepao, lagi-lagi anda jangat terkejut karena anda tidak akan disambut dengan patung para dewa, atau to madeata, tetapi justur akan disambut dengan sebuah patung cantik kerbau belang yang sedang dipegang oleh seorang manusia pendek kecil (ne' pento') dan tampak seperti sedang berteriak kegirangan.


 

Lagi-lagi anda jangan terkejut melihat patung kerbau belang (saleko) tersebut. Anda memang sedang mengarah ke pasar hewan Pasar Bolu, di mana semua jenis kerbau, kecuali kerbau putih polos (tedong bulan) ditawarkan kepada siapa saja yang ingin membelinya. Atau jangan sampai anda sedang berpikir kalau anda akan sedang menuju kebun binatang. Tidak, anda sekarang sungguh-sungguh ada di negeri kayangan Toraja. Silahkan melanjutkan perjalanan anda.


 

Tinggal beberapa kilo saja anda akan berada di pusat kota Rantepao. Tetapi sekali lagi anda jangan terkejut menyaksikan kondisi kota yang kumuh dan tidak beraturan, sangat jauh dari apa yang anda lihat di Bali. Sekarang anda sedang berada di Toraja dan bukan Bali. Jangan anda bermimpi melihat kota Rantepao seperti Denpasar di Bali. Den duka pasa' (ada juga pasar) di Rantepao tetapi bukan seperti di Bali, tetapi pasa' tedong (pasar hewan kerbau) di Bolu. Hahaha, mari kita tertawa sejenak, karena anda pasti sudah lelah dan barangkali sedikit kecewa datang ke negeri kayangan Toraja.


 

Perjalanan anda belum berakhir. Toraja yang anda bayangkan tidak seluas Makale atau Rantepao saja. Silahkan anda ke hotel dan mintalah keterangan di sana tentang maksud kedatangan anda di negeri kayangan Toraja. Ada banyak hotel di kota Rantepao dan sekitarnya. Anda tinggal memilih sesuai dengan selera dan ketebalan dompet saja.


 

Kalau anda seorang tourist lokal dan tidak ingin ditemani oleh pemandu wisata hotel, anda bisa menyewa mobil sendiri lengkap dengan sopirnya, atau menyewa ojek juga lengkap dengan tukang ojeknya, atau hanya menyewa motor ojek saja. Kalau yang terakhir ini yang anda pilih, barangkali hati-hati saja. Boleh jadi anda mahir menggunakan kendaraan di jalan mulus tetapi tidak di jalan berbatu-batu. Karena hampir semua tempat wisata di daerah ini berada di daerah yang terpencil dengan kondisi jalan yang cukup parah. Belum lagi pengendara-pengendara roda dua dan roda empat termasuk roda enam dan juga roda tiga tidak terlalu disiplin dalam berlalu lintas.


 

Kalau anda ingin menyaksikan pemandangan alam yang indah, silahkan berjalan ke arah utara lewat kampung bernama Baranak – Tallunglipu dan terus ke Batutumonga. Saat kedatangan anda tepat waktu musim padi menguning, cost yang anda keluarkan boleh jadi cukup impas dengan apa yang anda lihat dan alami di negeri kayangan ini. Apalagi kalau anda cukup beruntung dan bisa mendapatkan pesta adat rambu tuka' dan rambu solo' yang kadang menelan biaya ratusan bahkan miliaran rupiah itu. Tetapi anda lagi-lagi jangan pulang dengan kesimpulan seperti itu. Sebagian terbesar juga pesta rambu tuka' dan rambu solo' yang dibuat dengan sangat sederhana.


 

Kalau anda ingin menikmati pemandangan indah dari atas puncak Batutumonga, jangan lupa membawa jaket karena udara di atas puncak itu cukup dingin untuk mereka yang datang dari kota. Jalan ke tempat tersebut cukup rusak parah. Tetapi dalam perjalanan tersebut mudah-mudahan anda bermenung sambil berkontemplasi karena anda akan segera menyaksikan pemandangan alam yang amat indah. Perjalanan yang melelahkan dengan kondisi jalan yang rusak akan memberi kenangan tersendiri bagi anda bahwa jalan menuju puncak selalu berbatu-batu dan tidak enak, tetapi setelah berada di atas anda akan segera lupa jalan berbatu-batu itu, karena anda sedang menyaksikan karya tangan Allah yang luar biasa. Di dekat Batutumoga indah itu ditawarkan sebuah tempat dimana anda akan bertanya dan bertanya terus tentang manusia Toraja. Lo'ko' Mata, sebuah batu besar yang dipahat untuk kemudian dijadikan makam atau kuburan. Lagi-lagi anda jangan terkejut saat mendengar bahwa untuk membuat lubang pada batu besar itu dibutuhkan waktu berbulan-bulan, tentunya dengan biaya yang mahal. Karena itu anda jangan membayangkan bahwa mereka yang dikuburkan di situ adalah orang sembarangan. Tetapi anda tidak perlu mencari di mana kuburan orang kecil, karena pasti tidak menjadi tempat tujuan wisata. Kecuali kalau turisnya adalah turis yang aneh.


 

Pemandangan indah yang lain ada di sebelah timur kota Rantepao. Nama tempatnya sudah sangat tidak asing lagi di telinga para pecandu kopi arabika Toraja asli, Bokin-Kare-Pantilang. Tetapi anda tidak perlu ke tempat ini karena tempat ini hanya dijangkau dengan kendaraan roda enam pada musim hujan. Itupun anda harus rela berdiri di atas trek, di antara barang-barang yang lain. Bersyukurlah kalau saat itu anda tidak sedang sial dan harus naik di atas trek yang sedang mengangkut babi atau barang-barang jualan para pedagang kampung. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kota Rantepao, tetapi waktu yang akan anda habiskan dalam perjalanan ke tempat ini hampir dua kali lipat dari waktu anda ke Batutumonga indah. Kalaupun anda punya planing ke tempat tersebut, barangkali ditunda saja sampai mendapatkan informasi bahwa jalan-jalan sudah bagus, karena konon katanya pemerinta akan mengusahakan perbaikan jalan ke sana. Daerah ini menyimpan harta karun yang terlupakan tetapi lagi-lagi anda akan pulang dengan badan yang ngilu karena peralanan yang melelahkan. Di tempat tersebut selain dengan pemandangan alamnya yang indah, rumah-rumah adat 'tongkona' dibangun dimana-mana, tetapi juga karena di tempat tersebut terdapat beberapa peristiwa tak terselami oleh pikiran manusia. Ada mummi, jenazah manusia yang tidak termakan zaman seperti jenazah santa Bernadeth di Eropa sana. Ada juga daging hewan dengan nasi yang membatu dan konon setiap waktu bertambah besar. Tetapi lagi-lagi anda tidak perlu ke tempat itu, kecuali kalau anda seorang petualang sejati dan penikmat benda-benda antik. Kecuali itu, kalau anda seorang penikmat sejarah di tempat inilah dibangun pertama kalinya rumah batu bagaikan istana raja oleh Belanda. "Istana kecil" yang dibuat oleh Parengnge' Rante (satu-satunya parengnge' perempuan yang dipercaya Belanda kala itu), saudara dari Puang Rante Kata (seorang parengnge' terkenal pada zamannya) sudah tidak terurus lagi. Tempatnya sangat terpencil dan jalan ke tempat itu sangat sulit. Anda jangan bertanya mengapa Belanda kala itu meminta Toparengge' di tempat tersebut membangun 'istana kecil' di tengah hutan. Tidak jauh dari tempat tersebut ada sebuah batu raksasa di pinggir kolam yang menurut cerita rakyat menjadi tempat masuknya seorang anak remaja yang dikejar oleh ibunya akibat kesalahan fatal yang telah dibuatnya. Batu itu sebesar rumah Toraja. Kalaupun anda nekat datang ke tempat tersebut, mohon anda menjaga sopan santun dalam hal berbicara. Anda jangan coba-coba takabur saat berada dekat kolam di dekat batu raksasa itu. Di daerah yang indah dengan harta karun yang terlupakan itu juga anda bisa mampir menikmati panorama wiata pertanian (agro wisata). Anda bisa mampir ke tempat pengolahan kopi Toraja arabika asli yang diolah secara tradisional; mulai dari penanaman (tanpa pupuk kimia), pemetikan, pengolahan di ruang penggorengan sampai pengepakan semuanya serba tradisional. Segelas kopi Toraja arabika tumbuk dari lereng pedamaran Bokin ini akan membuat anda mampu memahami mengapa pada abad-abad yang lalu terjadi apa yang dicatata dalam sejarah Toraja dengan catatan 'perang kopi di Toraja'. Anda tidak perlu mencari tahu mengapa perang itu terjadi karena akan terjawab sendiri saat anda menikmati kopi Toraja arabika asli dari daerah tersebut.


 

Perjalanan anda di negeri kayangan belum berakhir. Anda barangkali sudah lelah berjalan menyusuri jalan-jalan yang rusak dan berbatu-batu, lagi-lagi tidak seperti jalan-jalan di pulau dewata – Bali, dan aku sendiri rupanya sudah muali lelah juga menemani perjalanan anda. Tetapi aku harus menemani anda sampai meniggalkan negeri kayangan Toraja ini.


 

Kalau anda seorang pencinta benda-benda bersejarah dan tidak menyempatkan diri mengunjungi daerah Bokin-Karre-Pantilang yang menyimpan harta karun terlupakan itu, anda bisa berjalan-jalan ke daerah Ke'te' Kesu'. Tempat seperti ini biasanya menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara ataupun domestic. Karena itu jangan anda melewatkannya dalam catatan perjalanan anda di negeri kayangan Toraja ini. Anda jangan menghabiskan waktu mengagumi rumah-rumah Toraja dan lumbung-lumbung padi yang telah berusia sekitar seratusan tahun itu, karena anda bisa menjumpainya dalam perjalanan anda di kampung-kampung yang lain di negeri kayangan. Anda cukup mengagumi arsitekturnya saja karena rumah-rumah itu dibuat tanpa menggunakan satu biji paku atau baut. Kayu-kayu itu disambung dengan cara kait-mengait satu dengan yang lain. Atapnya rumah itu yang ditumbuhi dengan bunga-bunga dan angrek hutan sengaja dibiarkan tumbuh di atas. Anda jangan heran mengapa sang pemiliknya tidak mencabut rumput di atas atap rumah tersebut demi menambah keangkeran tongkonan tersebut. Di tempat itu, berjalanlah ke belakang untuk melihat bagaimana manusia Toraja pada zaman dahulu menyimpan dan menguburkan jenazah. Selain memahat batu seperti yang anda lihat di Lo'ko' Mata atau di tempat-tempat yang lain, manusia dari negeri kayangan ini juga menyimpan jenazah dalam peti kayu ulin yang tahan hujan dan panas terik alias tidak termakan zaman kemudian menggantungnya di tebing batu. Anda jangan terkejut kalau mendapat informasi dari orang-orang di sekitar tempat itu dan mengatakan kalau usia peti jenazah kayu yang digantung itu (erong) sudah berusia ratusan tahun. Anda harus percaya dan tidak perlu meragukannya. Anda juga tidak perlu bertanya mengapa kuburan gantung itu hanya beberapa saja. Karena mereka yang dikuburkan dalam peti kayu itu hanyalah orang-orang tertentu saja, yang dipesta dengan pesta paling meriah dalam beberapa hari bahkan minggu.


 

Anda baru mengunjungi beberapa sudut negeri kayangan ini. Di pelosok-pelosok desa masih ada puluhan tempat yang tidak mungkin anda kunjungi dalam kunjungan anda ke negeri kayangan Toraja ini. Tetapi baik kalau anda mengarahkan kemudi ke arah selatan dari Ke'te' Kesu' menuju daerah kelahiran Lakipadada yakni Sangalla'. Saat masuk dalam daerah ini, anda harus menjaga diri dengan baik dalah hal tutur kata dan bahasa karena anda sedang memasuki daera "Tallu lembangna" (tiga daerah kapuangan: negeri yang dipimpin seorang puang atau raja yakni Makale, Sangalla', dan Mengkendek). Saat anda masuk ke daerah tersebut, anda tidak perlu takut. Keamanan terjamin karena semua orang di daerah ini baik dan hormat pada tamu-tamu yang datang ke daerah mereka. Mereka punya prinsip, "Anda sopan kami pun segan, anda kurang ajar kami akan ajar".


 

Anda jangan terkejut saat masuk gerbang negeri ini dan mendengar kakek-kakek tua atau anak-anak kecil menyapa anda dalam bahasa Ingris atau Jerman. Mereka sudah terbiasa berjumpa dengan orang-orang asing yang datang ke tempat itu. Tapi sebelum masuk kota Sangalla', negeri kelahiran Puang Lakipadada yang diabadikan dengan patungnya raksasa Lakipadada di tengah kota Makale, sebaiknya anda menyempatkan jalan-jalan ke kambung sebelum negeri kelahiran Lakipadada. Sebuah kampung yang didaulat oleh dinas pariwisata Tana Toraja sebagai perkampungan wisata. Entah apa alasannya. Di kampung itu anda akan menyaksikan rumah-rumah adat Toraja yang menjamur dibangun di mana-mana. Barangkali karena itu dinas pariwisata mendaulatnya menjadi perkampungan wisata. Tetapi anda tidak perlu terlalu terpesona dengan bangunan-bangunan tua yang ada di tempat itu dan anda jangan menghabiskan waktu terlalu banyak untuk pemandangan indah dalam perjalanan sepanjang perkampungan wisata itu. Lebih baik anda mengarahkan langka anda ke sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam sejarah Toraja. Di tempat itulah seorang genius dari daerah itu berhasil mengumpulkan semua orang-orang berpengaruh di setiap kampung di negeri ini untuk berkumpul dan mengadakan rapat raksasa sekaligus menyusun strategi perang untuk musuh yang mencoba memasuki negeri kayangan Toraja. Dari tempat itu jugalah diproklamirkan, atau setidak-tidaknya ditegaskan kembali oleh topadatindo (orang yang mimpinya sama pada malam yang sama, atau lebih tepat dikatakan orang-orang yang memiliki harapan atau dream yang sama untuk negeri kayangan Toraja ini) apa yang konon katanya pernah dicanangkan dan diimpikan oleh Puang Tamborolangi', yakni "Tondok Lepongan Bulan – Tana Matari'allo", yang diikat dalam semboyan perjuangan mereka "Misa' kada dipotuo – pantan kada dipomate". Tetapi anda harus rela jalan kaki sekitar satu setengah jam untuk sampai ke tempat bersejarah itu. Mohon anda tidak bertanya mengapa negeri lepongan bulan tana matari'allo sekarang telah terbagi dua? Katanya demi praktisnya pelayanan kepada rakyat di negeri kayangan Toraja ini. Tempat dimana para bijak dan para penguasa dari berbagai daerah di negeri ini berkumpul di Sarira adalah To' Sendana atau To' Pasa'. Disebut "To' Sendana" karena sewaktu terjadi perang melawan musuh semua rancangan dan strategi perang diatur dan disusun di tempat tersebut, termasuk hasil kombongan dengan semboyan di atas diproklamasikan atau ditegaskan sebagai sebuah komitmen bersama seluruh Toraja. Tidaka ada yang keberatan pada waktu itu maka ditanamlah sendana sebagai tanda kesepakatan bersama yang kemudian diikuti dengan namanya basse (kesepakatan bersama yang diikat dalam persembahan darah; tidak boleh ada yang melanggarnya).


 

Topadatindo ini kemudian pulang ke daerah masing-masing di seluruh negeri kayangan Toraja dan memberitahukan kepada warga apa yang mereka bicarakan dan putuskan bersama, termasuk memberitahukan warga rahasia taktik perang dari To' Sendana – Sarira. Dari tempat itu jugalah dipandu seluruh perintah terjun perang kepada semua warga di negeri kayagan Toraja saat sang pemimpin perang merasa sudah saatnya untuk perang. Tandanya hanya sebuah obor raksasa dinyalakan di tempat tersebut. Karena tempat itu berada di atas gunung Sarira yang tinggi maka saat obor raksasa sebagai tanda kode terjun ke medan perang dilihat oleh semua warga, maka tanpa menunggu perintah lain mereka langsung terjun dan menghabisi musu yang terlena karena tidak menyangka bahwa musuhnya datang bagaikan semut mengepung mereka tanpa melihat ada perintah dari siapapun. Sayang bahwa tempat itu sekarang terbengkalai dan tidak terurus.


 

Setelah sukses dalam perang, rasa syukur dinyatakan dan diungkapkan dengan mengambil persembahan menurut kebiasaan mereka pada zaman itu dan dari Sarira bertolak ke Pata'padang (pusar bumi) Manggape-Randanbatu. Anda tidak perlu bertanya mengapa tempat itu (Pata'padang) dianggap sebagai tempat syukuran besar-besaran dan mengapa dianggap sebagai pusatnya bumi.


 

Harap anda masih punya cukup energy untuk berjalan mengelilingi negeri kayangan Toraja ini. Sekarang anda berjalanlah ke arah selatan menuju negeri kelahiran Puang Lakipadada, seorang bangasawan yang tidak ingin mati itu. Anda belum tiba di daerah kelahiran Lakipadada. Daerah To' Sendana – Sarira tidak masuk dalam daerah kekuasaan Puang Sangalla' dari Tallu Lembangna. Anda terus ke selatan dan akan bertemu dengan daerah Sangalla', Suaya dan Kaera. Tetapi sebagian dari wisatawan lebih suka mengunjungi kuburan gantung di Suaya seperti yang ada di Ke'te' Kesu', dengan erong yang sudah berumur ratusan tahun tetapi sepertinya baru dibuat beberapa tahun lalu. Atau mengunjungi daerah Kambira', tempat yang sangat khas sebagai tempat menguburkan bayi-bayi dalam pohon yang masih hidup dan bertumbuh. Tidak semua daerah di negeri kayangan ini membuat kuburan bayi dalam pohon seperti di daerah Sangalla' dan sekitarnya. Di dalam pohon besar yang sedang bertumbuh layaknya pohon-pohon besar lainnya ditanam jenazah bayi-bayi tak berdosa saat meninggal dunia. Kalau anda bertanya, maka jawaban masyarakat di sekitar tempat itu hanya satu, mereka tetap hidup kendati sudah mati karenanya pohon hidup itu diminta untuk membiarkannya tetap hidup.


 

Aduh aku sudah capek, lelah, dan mulai kehabisan energy menemani anda dalam perjalanan di negeri kayangan ini, padahal anda belum berjalan ke arah barat negeri kayangan Toraja ini. Terpaksa aku minta maaf harus berpisah dengan anda di negeri kelahiran Lakipadada. Semoga perjalanan anda menyenangkan. Semua penduduk di negeri kayangna Toraja ini berharap dan berdoa supaya anda pulang lebih bahagia daripada saat anda datang ke negeri kayangan ini, tetapi kalau saja tidak, maka kami mohon maaf.***


 


 

Baik, mari kembali ke netbook (NB). Minta maaf, ini bukan rekaman Toraja, tetapi sebuah kisahku mengantar tamu-tamuku yang datang dari luar negeri kayangan Toraja dan aku mengajaknya mengunjungi beberapa tempat yang aku sebutkan dalam kisah di atas. Karena bukan sebuah ulasan tempat wisata yang ada apalagi bukan pulah ulasan sejarah tetapi sungguh sebuah kisah perjalanan mengantar tamu-tamuku, maka anda dilarang protes apalagi keberatan karena objek wisata yang anda bayangkan akan kusebut tidak muncul dalam kisah pengalamanku ini yang lebih tepat kusebut 'catatan harian bersama para tamuku yang terhormat dari negeri tetangga'.


 

"Toraja, negeri yang indah", demikian kesan tamu-tamuku itu saat pamitan denganku. Sebuah kesan yang mengundang permenungan yang mendalam buatku. Sungguhkan Toraja ini sebagai sebuah negeri yang inda? Dan dimakah keindahanmu?


 

Aku merenungkannya dengan serius dalam kesendirianku di negeri pertapaan. Dari permenungan itulah kutulis sebuah catatan harian sore ini sebagaimana kebiasaanku menulis pengalaman hidup yang terjadi dalam hidupku. Dalam catatan harianku ini kusebut Toraja yang indah ini dengan sebutan, "Negeri kayangan: Taman surgawi". Sebuah predikat yang lahir dari dalam hatiku pribadi mengingat keindahan alam, kekayaan budaya dan seni, keramahan masyarakat, dan ketentraman daerah ini saat aku masih menjalani masa kanak-kanak bersama daerah yang aku banggakan ini. Tetapi sekarang? Masih layakkah menyandang predikat besar itu? Atau jangan-jangan "Negeri kayangan: Taman surgawi", Toraja ini sudah 'malemo sau', seperti istilah orang-orang muda di daerah ini saat ada sesuatu yang asing atau aneh dengan teriakan, "E,… Malemo sau'". Jangan-jangan itulah yang sedang dan yang akan bakal terjadi. Aduh, sebuah mimpi buruk buatku dan buat semua anak-anak dari negeri yang sangat aku kagumi ini.


 

"Oh,… tidak jangan sampai itu terjadi", teriakku dalam hati kuat-kuat. Barangkali negeri ini membutuhkan episode kedua topada tindo, dengan bermimpi bersama supaya negeri kayangan Toraja ini tidak tenggelam ke dasar bumi. Iya, itulah yang harus terjadi sebuah kata "We have a dream for Toraja". Kita mempunyai sebuah mimpi untuk Toraja; menjadikannya negeri kayangan, nengeri impian semua orang seperti yang diimpikan para leluhur lewat symbol pa'bare'allo pada ukiran Toraja.


 

Iya, itulah mimpi (dream) yang harus kita mimpikan bersama dalam waktu yang bersamaan. Semua penduduk negeri kayangan Toraja ini harus memiliki mimpi bersama untuk menjadikan daerah tercinta Toraja ini sebagai sebuah negeri kayangan yang dirindukan semua orang seperti orang-orang dari seluruh penjuru dunia merindukan pulau dewata – Bali.


 

Toraja dengan kekayaan budaya dan keindahan alamnya yang sempat menghipnotis dunia tidak boleh tinggal kenangan di masa depan tetapi sungguh-sungguh menjadi negeri kayangan di jaman modern. Semuanya belum terlambat. Sisa-sisa keindahan dan kekayaan negeri ini masih sayup-sayup kelihatan. Inner beautynya masih tampak keluar kendati tidak seperti dulu saat inner beatynya menyatu dengan alam yang indah dan budayanya yang amat kaya. Sebagian besar tempat-tempat wisata masih bisa dibenahi. Keindahan kota yang menampilkan watak manusia ambradul masih bisa dipoles, alam yang mulai dirusak toh juga belum terlambat untuk dihentikan, dan seni budaya yang hampir hilang masih bisa dipupuk kembali. Semuanya hanya membutuhkan komitmen bersama, "Mari bermimpi bersama menghadirkan kembali negeri kayangan yang telah, sedang, dan akan berjalan ke alam baka".


 

Mimpi bersama semua masyarakat negeri ini di manapun berada untuk bekerja sama dengan pemerinta, bergandengan tangan bersama membangun negeri impian, Taman surgawi Toraja. Caranya tidak sulit dan sangat sederhana yakni membangun sebuah image sedang hidup di negeri kayangan layaknya orang-orang Bali membangun negeri para dewa di pulau dewata.


 

Setiap elemen daerah ini bertanggungjawab dalam tugas dan kapasitanya masing-masing. Pemerintah betanggunjawab dalam hal infrastruktur yang sekarang sangat memprihatinkan, keindahan kota yang sekarang sangat hancur, dan keamanan masyarakat dan semua wisatawan yang datang ke negeri ini. Sementara seluruh masyarakat bertanggung jawab mempercantik serta menciptakan suasana surgawi dalam kampung dan daerah masing-masing; keindahan rumah tongkonan, keramahan masyarakat kepada semua saja yang datang, dan kewajiban memelihara keindahan alam dan tempat-tempat wisata yang ada. Dan secara bersama-sama menggali dan menumbuhkan kembali seni budaya yang pernah ada di negeri Taman surgawi-negeri kayangan Toraja ini. Karena hanya dengan itu, kita boleh berkata kepada semua saja yang datang ke negeri ini, "Selamat datang di negeri kayangan – Taman surgawi Toraja. Semoga Anda pulang lebih bahagia daripada saat Anda datang ke negeri ini".***


 


 

Bokin – Toraja Utara, Primo Oktober 2011

P. Yans Sulo Paganna', Pr.

(Sebagian besar dikutip dari penggalan catatan harian).

Rabu, 05 Oktober 2011

Remah-remah Pertapaan

Bundaku, Bundamu, Bunda kita, Bunda Tuhan

(Remah Dari Negeri Seberang: Yans Sulo Paganna', Pr)


 

"Muantapsss,…aku kasih jempol dua kali untuk gambarnya", demikian balasan salah satu rekan di group FB (facebook) saat aku mengirim sebuah gambar bunda Maria dengan komentar dalam gambar itu 'kehidupan hidlang dari dunia karena hawa, tetapi berkat Maria bundaku,bundamu, bunda kita dan bunda Tuhan Yesus kehidupan itu dibawa kembali kedalam dunia', pada dinding status emailku.

Gara-gara gambar tersebut aku terpancing untuk chating dengan beberapa teman di group facebook. Kami berbicara dan berdiskusi soal seorang perempuan sederhana yang sangat berbahagia bukan hanya di antara semua perempuan, tetapi di antara semua manusia. Seorang perempuan yang dipercaya oleh Allah untuk mengandung Sang Penyelamat.

Seorang teman chating sore itu yang kuduga bukan seorang yang menerima bunda Maria sebagai bundanya atau boleh jadi seorang yang sangat beriman beriman dalam Gerej Katolik tetapi pura-pura tidak tahu tentang perempuan paling berbagaia sejagad dan sepanjang masa itu sedikit membuatku jengkel. Sepertinya dia sama sekali tidak bisa menelaah logika berpikir sederhana yang aku berikan. Teman itu menyerangku dengan pertanyaan bertubi-tubi, sehingga aku seperti seorang Chris John di atas ring tinju yang mencoba membiarkan "musuh"ku itu melepaskan semua pukulan sampai ia kehabisan tenaga dan kemudian aku menyerang balik "Prukkk,..", dan ia terjatuh.

Bundaku-bundamu-bundakita-bunda Tuhan. Luar biasa, hebat, dan mengagumkan. Bagaimana tidak, perempuan terpilih yang tidak lain adalah bunda Tuhan kita Yesus Kristus Sang Penyelamat, sudi menjadi bundaku, sudi menjadi bundamu, dan sudi menjadi bunda kita semua.

Kokh bisa ya? Ya lah iyalah,… Kenapa tidak? Lewat baptisan kita diangkat oleh Allah menjadi anak-anak-Nya dalam Putera-Nya, Tuhan kita. Kalau kita diangkat menjadi anak-Nya sendiri, maka tidak perlu bertanya lagi Yesus Putera-Nya itu siapa? Pertanyaan yang tidak perlu lagi dijawab. Dia adalah Tuhan kita dan telah menjadi Saudara kita sendiri. Bedanya bahwa Tuhan kita Yesus Kristus itu memiliki keputeraan dalam kemanusiaan dan keallahan. Aku, anda, kita sebagai Gereja tidak memiliki keputeraan dalam keallahan dari Bapa kita. Dia adalah saudara kita dalam kemanusiaan-Nya dan Tuhan kita dalam keallahan-Nya. Dalam Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan Allah kita ini, kita diangkat menjadi putera-puteri Allah sendiri. Sebuah kehormatan dan rahmat tak ternilai bagi kita.

Lalu,….? Lalu dengan demikian bunda Maria yang adalah bunda Tuhan itu juga menjadi bundamu, bundaku, dan bunda kita. Logikanya sangat sederhana bukan?

Tetapi belum selesai. Mari kita lihat apa yang terjadi di dekat salib Tuhan kita saat Dia tergantung di kayu salib. Murid-murid-Nya yang tentu saja sangat menyayangi dan mencintai (Kecuali Yudas sang penghianat, yang sesungguhnya harus juga kita hormati), bersama bunda-Nya berada di sekitar tempat penyaliban Tuhan kita, di saat-saat mau penyerahan hidup-Nya kepada Bapa di surga, Tuhan kita masih menegaskan tentang keputeraan kita itu lewat perwakilan Yohanes.

Masih ingat apa yang Tuhan katakana? Dia menunjuk Yohanes dan berbicara kepada bunda-Nya, "Ibu,… lihatlah anakmu" sambil mengarahkan tatapan-Nya yang sudah tidak segar lagi ke arah wajah Yohanes. Tatapan yang sama dibawa-Nya kembali kepada ibu-Nya dan berkata, "Yohanes itu ibumu". Sebuah penegasan yang sangat mengagumkan. Sebuah kepercayaan yang amat besar bahwa Tuhan kita menunjuk Yohanes, sebagai wakil kita menjadi "saudara-Nya" sendiri di depan bunda-Nya dan di hadapan orang-orang yang ada di sekitar gunung Golgota pada saat itu.

Renungkanlah dalam-dalam bahwa peristiwa penegasan diri-Nya sebagai saudara kita, dan bunda Maria sebagai ibu kita ini disampaikan-Nya pada saat-saat terkhir hidup-Nya di dunia, sebelum kemudian bangkit pada hari ketiga. Dan seperti yang anda tahu, biasanya pesan-pesan terakhir dari seseorang yang akan meninggal selalu diingat oleh orang yang ditinggalkan. Lalu kenapa kita mengabaikannya? Mengapa kita seolah-olah antara yakin dan tidak untuk memandang Yesus Tuhan kita itu sebagai saudara kita dalam kemanusiaan-Nya dan Tuhan kita dalam keallahan-Nya? Atau sudah lupakah kita saat Ia mengajarkan doa Bapa kami yang sangat indah dan setiap hari kita doakan? Di dalam doa tersebut, Ia meminta kita menyapa Bapa-Nya sendiri sebagai Bapa kita juga dengan mengatakan, "Bapa kami yang ada di surga,…", dan bukan "Bapa-Nya Tuhan kami Yesus Kristus yang ada di surga,…".

Kalau demikian, maka bunda Maria, bunda Tuhan kita, telah menjadi bundaku, bundamu, dan bunda kita semua; selain lewat penyerahan Tuhan kita satu dengan yang lain di dekat salib-Nya, tetapi terutama lewat baptisan yang telah kita terima. Juga kisah yang jauh sebelumnya saat mengajarkan doa Bapa kami kepada kita sesungguhnya oleh Tuhan kita sendiri sungguh menegaskan bagaiman hubungan kita dengan diri-Nya sendiri. Semua ini menjadi lengkap bagi kita untuk sungguh memandang bunda Maria dengan penuh hormat.

Baik, kita kembali ke NB (net book) dari FB (facebook). Lalu kalau kita sudah menerima dua peristiwa di atas, plus kisah saat mengajarkan doa Bapa kami kepada murid-murid-Nya (baca: kita) maka seharusnya jugalah kita memiliki logika yang lurus tentang bunda Maria. Sebagai bunda kita (baca: bunda Gereja), bundaku, bundamu, dan bunda Tuhan kita Yesus Kristus, dia harus mendapat tempat yang sangat istimewa dalam diri kita, layaknya seorang ibu kandung kita sendiri. Sebagai bunda kita, sebagai seorang ibu kita, penghormatan adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Dengan kata lain, dia pantas kita hormati selain sebagai bunda Tuhan kita tetapi juga karena telah menjadi bunda kita sendiri.

Akhir kata, bukankah anda masih ingat pepatah lama, "Surga terletak di telapak kaki ibu". Karenanya anda jangan ragu dan malu-malu untuk memberi penghormatan kepada bunda kita yang adalah bunda Tuhan, bunda Gereja, bundamu, dan bundaku. ***

Senin, 03 Oktober 2011

BERMAIN KATA-KATA

TAHU.TIDAK.TAHU

Mari Bermain Kata-kata:


 


 

Aku tidak tahu, apa yang aku tahu dan yang aku tidak tahu.


 

Aku tahu tetapi aku tidak tahu apa yang aku tahu.


 

Aku tidak tahu apa yang aku tidak tahu dan yang aku tahu.


 

Aku tidak tahu tetapi aku tahu apa yang aku tidak tahu.


 


 

Jangan bingung, karena aku sedang bermain kata-kata.


 

Aku tidak tahu mengapa aku ingin bermain kata-kata, tetapi kata-kata itu sendiri melompat-lompat dan bermain-main untukku.


 

Jari-jariku hanya mengikuti irama permainannya saja, karena kata-kata itu sendiri mengajaknya untuk ikut bermain.


 

Permainan ini dipicu oleh ketidak tahuanku bahwa aku sesungguhnya tidak tahu apa yang seharusnya aku tahu. Tetapi mengapa aku tidak tahu apa yang aku tidak tahu.


 

Aku tidak tahu mengapa aku berjalan di jalan berbatu-batu. Padahal aku tahu ada jalan yang bukan berbatu-batu.


 

Aku kemudian tahu bahwa apa yang dulunya aku tidak tahu sekarang menjadi tahu.


 

Aku sekarang tahu bahwa jalan bebatu batu itu harus kulewati untuk mengantarku kepada apa yang aku tidak tahu.


 

Kini aku tahu mengapa dulu aku tidak tahu.


 


 

Hahaha, rumit bukan?


 

Inilah filsafat kocak dari orang yang tidak kocak, atau kocak menurut orang yang kocak.


 


 

Baik, kalau rumit jangan dipaksa apalagi sampai terpaksa.


 

Mari kita turun sejenak dan bermain-main sambil bermenung.


 

Aku terpanjing untuk berfilsafat kocak ala pertapa saat seorang rekan mengirimkan pesan soal kata tahu-dia tahu-dan sekarang lebih tahu.


 

Konon kata orang, ada tiga jenis orang yang tahu sesuatu.


 

Aku tidak tahu dari mana aku tahu kata-kata ini, tetapi yang aku tahu bahwa aku pernah tahu ada yang tahu tentang apa yang aku tidak tahu ini.


 

Aduh terpancing lagi,…hahaha.


 

Baiklah kita berenang ke pinggir dan berkisah lagi.


 

Konon kata orang bijak, ada tiga jenis orang yang tahu sesuatu.


 

Pertama, ada orang yang tahu sesuatu tetapi pura-pura tidak tahu. Maka datangilah dia dan bergurulah kepadanya karena dia adalah seorang bijak.


 

Kedua, ada orang yang tahu sesuatu tentang apa yang sesungguhnya ia sendiri tidak tahu. Orang itu biasa disebut sottak alias sok tahu. Mohon anda menjauh dari orang itu, karena orang itu bodoh dan sangat berbahaya buat anda dan untuk orang-orang lain.


 

Ketiga, ada orang yang sungguh-sungguh tidak tahu apa yang ia sungguh tidak tahu. Ajarilah dia kodong karena dia orang yang sederhana, tetapi yakinkanlah dulu diri anda bahwa anda betul-betul tahu dan mau mengajarinya.


 

(Suatu hari aku akan mengurainya dalam permainan kata-kata yang konyol dan rumit,…..***bersambung, primo Oktober 2011-Yans Sulo Paganna',Pr).

Dua mata, dua telinga, tiga otak dan satu mulut

Mari belajar Bijak dari Kontemplasi Tubuh

(By: P. Yans Sulo Paganna', Pr.)


 

Tahukah Anda, mengapa manusia diciptakan dengan dua mata, dua telinga, tetapi hanya satu mulut, dan tiga ruang otak?


 

Supaya Anda dan saya menggunakan mata dua kali lipat daripada mulut.

Supaya Anda dan saya menggunakan telinga dua kali lipat daripada mulut.

Dan supaya Anda dan saya menggunakan otak tiga kali lipat dari pada mulut, mata, dan telinga.


 

Tahukah Anda, mengapa manusia dilahirkan tidak seperti binatang yang bisa langsung berjalan, langsung melihat, mendengar, dan berkata-kata?


 

Supaya Anda dan saya sadar bahwa kita membutuhkan orang lain.

Supaya Anda dan saya diajar bahwa ada hal-hal yang tidak boleh dilihat, tidak boleh didengar, dan tidak boleh dikatakan sebelum Anda dan saya diminta untuk melihatnya, mendengarnya, dan mengatakannya.

(Bokin, Primo Oktober 2011 – 'bahan kontemplasi pertapaan' halaman 456).

Minggu, 02 Oktober 2011

Dua sahabat berkisah

Mari Belajar Kebijaksanaan:

Si Kerdil dan si Subur

(Sebuah Renungan Pribadi)


 

Dari sebuah sudut rumah dan kebun dikisahkan sebuah curhat antara dua pohon lombok. Pohon lombok sedikit subur adalah pohon lombok ditanam oleh tuannya dalam pot bunga. Ia sedikit beruntung karena ditanam dalam pot bunga yang lumayan besar dengan tanah-tanah berhumus yang dicampurkan dengan abu dapur tuannya dan sedikit kotoran ayam sang tuannya. Dan pohon lombok yang lain adalah pohon lombok yang ditanam oleh tuannya di kebun dengan tanah yang tidak terlalu subur.

Setelah sang tuan menanam lombok-lombok itu pada tempatnya masing-masing. Tuannya meninggalkan mereka dan mulai masuk dalam kesibukan dan rutinitas hariannya sebagai seorang manager sebuah perusahaan. Kegiatan menanam lombok ini dilakukannya sekadar sebagai tempat rekreasi saja, mengisi waktu luangnya saat pulang dari kantor, atau sekedar mencari inspirasi bagaimana menjalankan perusahaannya.

Waktu berjalan terus, dua pohon lombok itu bertumbuh masing-masing dengan perjuangan dan keberuntungan mereka. Sang tuannya pun tidak pernah memperhatikannya lagi karena telah larut dalam kesibukan dan pekerjaannya memimpin perusahaannya.

Suatu sore terjadi diskusi di antara dua pohon. Pembicaraan dimulai dari lombok dari dalam pot bunga kepada lombok yang ditanam di kebun katanya.

"Hei sahabatku, kenapa tuan kita tidak pernah lagi memperhatikan kita ya?", tanyanya dari dalam pot.

"Iya, aku juga heran, kokh tuan kita sudah lupa dengan kita", jawab lombok dari kebun.

"Oh,… kupikir hanya aku yang dilupakannya", kata lombok dalam pot.

"Tidak, aku juga sudah lama menunggu tuan kita kapan ia datang menyapaku. Justru aku pikir hanya aku yang dilupakan", komentar lombok dari kebun.

"Kemarin tuan kita sempat lewat di sampingku, aku pikir ia akan menyapaku, tetapi ternyata tidak. Dia hanya memandangku dalam tatapan kosong, entah apa yang ia pikirkan", komentar lombok dalam pot.

"Engkau masih beruntung dalam hal ini. Tuan kita masih sering hadir di dekatmu kendati tidak menghiraukanmu. Tapi aku? Aku bahkan hampir tidak pernah lagi melihatnya".

"Kayaknya tuan kita terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku biasa melihatnya menelpon sambil berdiskusi dengan temannya di seberang", kata lombok dalam pot .

"Barangkali juga. Oh iya sobat, kita bersyukur bahwa alam masih berpihak kepada kita", sambungnya.

"Iya, untunglah masih ada hujan yang masih punya rasa kasihan kepada kita, sehingga kita tidak mati kekeringan", kata lombok dari kebun yang sudah mulai diselimuti dengan rumput-rumput liar.

"Bersabar saja sobat, mudah-mudahan tuan kita besok-besok mengingat kita lagi", kata lombok dalam pot dengan nada menghibur.

"Hahaha kata-katamu sangat mirip teman tuan kita yang sangat beriman yang punya pengharapan yang sangat besar, dan yang kemudian berujung dengan pengharapan utopis, hahaha. Sobat, engkau berkata demikian karena tidak ada yang mengganggu dan menggerogotimu di situ. Coba engkau yang di sini. Lihat saja para perampok, rumput-rumput liar ini selalu menodongku. Belum lagi kalau binatang peliharaan tuan kita, ayam-ayam itu dengan sombongnya membabi buta menginjak dan menendangku kesana-kemari saat mencari cacing tanah", kata lombok di kebun dari kebun dengan sedikit nada protes.

"Coba lihat sobat, batang-batangku sudah mulai kering, daun-daunku juga tinggal beberapa lembar saja. Stok makananku lebih banyak dihabiskan oleh rumput-rumput liar yang jauh lebih lihai dan terampil dalam mencari makan", sambungnya.

"Aduh,… sahabat, engkau kayaknya terlalu cerewet. Ngomongnya juga pakek istilah tinggi-tinggi".

"Maksudmu?", tanya lombok dari kebun dengan nada heran.

"Iya,…lha iyalah. Ngomong itu harus lihat sikon donk. Dah tahu di kebun, masih pakek istilah filosofis segala", katanya.

"Aku tidak mengerti apa yang engkau maksudkan ngomong tinggi-tinggi. Sombong maksudmu?", tanya lombok dari kebun yang tidak mengerti maksud sahabatnya itu.

"Itu thu,… pakek istilah utopis segala. Apa itu utopis?", katanya menunjukkan kata yang dimaksud filososfis dan tinggi-tinggi.

"Oh,… iya minta maaf. Maksudku berharap yang tidak tahu apakah akan terbukti", katanya.

"Iya, aku tahu kokh. Kita khan sama-sama pernah duduk manis mendengar kata itu diuraikan panjang lebar. Tapi maksudku kalau ngomong itu yang mudah dipahami orang lain lha", kata lombok dalam pot itu menasehati sahabatnya.

"Ok, terima kasih sahabat atas masukanmu. Karena kadang-kadang aku tidak sadar, kupikir orang lain mengerti apa yang kumaksudkan tetapi sesungguhnya tidak", katanya.

"Eh,… sahabat. Kita khan dua sahabat. Seharusnya bisa berbagi. Tetapi kuharap engkau mengerti sendiri denganku. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Seandainya bisa kita aku membagikan makanan yang adapadaku, tetapi sedangkan untuk diriku saja aku kawatir jangan-jangan tidak cukup. Lihatlah, aku batang-batangku terpaksa mengeluarkan bunga dan aku tentu saja membutuhkan sumber makanan yang ekstra untuk itu", kata lombok dalam pot.

"Kadang-kadang aku berpikir, kenapa tuan kita menanam aku di sini kalau ternyata kemudian ia hanya menanam lalu meninggalkanku untuk berjuang sendiri. Tapi sudahlah, mudah-mudahan betul apa yang engkau harapkan bahwa besok-besok dia akhirnya sadar bahwa ada yang ia lupakan", katanya menghibur diri.

***


 

Suatu sore sang tuannya datang mengunjungi mereka, "Waduh,… kokh lombok ini tidak berbuah, kenapa tidak mati saja daripada tumbuh dengan batang dan daun kurus kerempeng seperti ini?", kata tuannya saat melihat lombok di kebun yang tumbuh kurus itu.

Tuan itu juga berjalan dengan penuh kesal ke arah pohon lombok yang ditanamnya dalam pot bunga, "Aduh,… engkau sudah berbuah tetapi kenapa tidak berbuah banyak seperti lombok yang ada di kebun tetanggaku. Kalau tahu buahmu hanya seperti ini, lebih baik aku menanaminya dengan bunga cantik daripada menanammu dengan hasil yang menjengkelkan seperti ini", kata sang tuan mengomentari lombok yang ditanamnya dalam pot bunga itu.

(***Bersambung,…..).


 

Bokin-Toraja Utara, Primo Oktober 2011

P. Yans Sulo Paganna', Pr,

Maria Symbol Kehidupan

Bunda Maria Simbol Kehidupan Beriman Gereja

Oleh: P. Yans Sulo Paganna', Pr.


 

"Karena ketidaktaatan Adam, manusia mengalami kebinasaan;

tetapi berkat ketaatan Maria, manusia memperoleh keselamatan"

(Sto. Ireneus)


 

KepadaYth,

Pimpinan Redaksi Mingguan HIDUP

Di- Tempat


 

Dengan hormat,

Penulis tertarik untuk mengirim tulisan Penulis ini kepada Anda untuk dibaca dan kalau sekiranya layak dimuat untuk pembaca Mingguan HIDUP. Penulis tertarik mengirimkannya karena pengalaman Penulis hari ini pulang dari pedalaman melayani Umat Allah. Dalam perjalanan pulang melayani hari ini, penulis melihat sekelompok anak-anak kecil sedang asyik mandi di sungai. Spontan penulis berhenti sejenak untuk mengambil gambar mereka dari kejauhan.


 

"Preakkk,….", tiba-tiba sebuah pukulan seorang di antara mereka memukul seorang temannya. Melihat suasana yang mulai kacau, penulis memarkir motor di pinggir jembatan dan turun melerainya.


 

(Cerita diedit), kemudian ternyata akhirnya kekacauan di antara anak-anak kecil yang sedang mandi itu dipicu karena alasan Rosario. Anak yang melayangkan pukulan itu "merasa tersinggung" melihat seorang temannya (yang mendapat pukulan) mengenakan kalung rosario saat terjun ke sungai yang tidak terlalu bersih.


 

Setelah tiba di rumah pastoran, penulis terkesan dengan pengalaman di tengah perjalanan pulang dari pedalaman siang ini. Sungguh, betapa kuatnya symbol itu pada manusia, sampai-sampai anak-anak ingusan, anak-anak SD itu berkelai hanya soal symbol. Penulis ingat ada tulisan singkat penulis dalam file tentang Bunda Maria sebagai symbol, maka spontan saja ada keinginan untuk membiarkan orang lain (baca: umat katolik) membacanya, khususnya di Bulan Rosario ini. Caranya adalah mengirimkannya kepada Mingguan HIDUP.


 


 


 


 


 

Biodata Singkat Penulis:


 

Nama Lengkap    : P. Yans Sulo Paganna', Pr.

Pekerjaan        : Pastor Kepala, Paroki Santa Maria Tombang Lambe' –

Bokin, Kevikepan Toraja, Keuskupan Agung Makassar.

Anggota Agenda 18 Jakarta (Group Penulis Katolik Jakarta).

Alamat         : Pastoran Bokin – Toraja Utara,

via Pastoran Rantepao – Toraja Utara,

Jln. WR. Monginsidi No 37 Rantepa –

Toraja Utara, Sulawesi Selatan.


 

***


 


 

Pengantar

Ada pepatah lama, "Surga terletak di telapak kaki ibu". Pepatah lama ini ingin penulis tempatkan dalam konteks "Bunda" Maria sebagai bunda Gereja dan bunda Kristus sendiri. Entah diterima atau tidak, disadari atau tidak, peranan Bunda Maria sungguh-sungguh begitu besar dalam karya keselamatan Allah atas umat-Nya. Sedemikian besar peran Bunda Maria dalam rangka karya keselamatan tersebut, maka tidak jarang ada sindiran dari orang lain bahwa orang katolik punya empat Allah (Bapa, Putera, Roh Kudus, dan Maria). Tidak perlu pusing dengan kata-kata bernada ejekan tersebut, karena mereka tidak tahu siapa dan bagaimana sesunggunya peran Bunda Maria dalam kehidupan umat beriman (baca: Gereja).

Bunda Maria telah menjadi "symbol" yang hidup bagi umat Kristen di mana pun di dunia ini. Hal ini sesungguhnya telah menjadi kesadaran umum sejak abad-abad awal, hanya saja pembicaraan mengenai simbol secara lebih spesifik hampir tidak pernah dibicarakan secara lebih rinci.

Sebagai sebuah simbol, peran Bunda Maria senantiasa terbuka untuk ditafsirkan oleh siapa pun. Namun, supaya tulisan ini bisa terfokus, penulis akan membatasi tema tulisan ini pada peran Bunda Maria sebagai simbol kehidupan orang-orang beriman kristiani. Sebagai sebuah simbol, kehadiran Bunda Maria dalam "hati" orang beriman sungguh tidak bisa dipungkiri perannya sebagai "agent" yang semakin mendekatkan orang-orang beriman dengan Allah.


 

Sekilas Tentang Arti Simbol

    Erns Cassirer, seorang tokoh neo-kantian telah membuat studi khusus mengenai simbol dan simbolisasi, yang menurut M. Eliade dibuat oleh manusia modern tanpa sadar. Tindakan manusia tidak hanya dilihat dari sisi historisnya saja, tetapi juga dari sisi antropologisnya. Dalam arti antropologis berarti bahwa manusia selalu bergerak dalam rangka simbolis. Simbolisasi berkaitan erat dengan hakekat dan esensi manusia itu sendiri. Menurut hakekatnya, manusia adalah mahluk simbolis (animal symbolicum). Ia hanya ada dalam gerak pengungkapan diri sebagai pelaksana dirinya. Tidak sedikit pun manusia melepaskan diri dari pengungkapan diri melalui simbol. Manusia selalu melaksanakan dirinya di dalam dan melalui simbol. Dari strukturnya, simbol tidak pernah tampil untuk dirinya sendiri, melainkan untuk apa yang dilambangkan. Namun apa yang dilambangkan itu hanya bisa dialami dan dipahami melalui dan dalam bentuk simbol.

    Secara etimologis, kata simbol diturunkan dari kata Yunani, "symbolon", yang kata kerjanya symballein. Kata kerja symballein berarti menggabungkan, mengumpulkan, menyatukan, mempertemukan. Kata symbolon sendiri berarti harafiah "tanda pengenal, lencana, atau semboyan". Symbolon di Yunani dipakai sebagai bukti identitas. Dalam bahasa Latin, 'symbolicum', yang berarti menghubungkan dua hal. Dalam pada inilah kemudian muncul istilah simbol dan yang disimbolkan. Antara simbol dengan yang disimbolkan terdapat suatu korelasi yang sangat erat antara satu dengan yang lain. Simbol berpartisipadi terhadap yang disimbolkan. Simbol sebagai partisipasi, berarti yang disimbolkan lebih besar dari simbol itu sendiri.

Simbol dibedakan dari tanda. Hanya saja kamus besar bahasa Indonesia, sedikit menyamakan kedua istilah tersebut. Padahal kedua istilah tersebut sangat berbeda satu dengan yang lain. Simbol bisa menjadi tanda, tetapi tanda belum bisa disebut simbol. Dengan kata lain bahwa simbol bukan sekadar tanda biasa. Untuk membedakan kedua istilah tersebut, kita bisa melihat beberapa ciri simbol: Pertama, simbol bukan sekadar ungkapan kosong belaka, tetapi tanda yang menunjuk suatu realitas atau tindakan yang nyata dan real. Kedua, apa yang ditunjuk oleh simbol adalah suatu realitas yang mengatasi hal indrawi. Ketiga, simbol itu selalu dalam konteks masyarakat atau kebersamaan. Keempat, simbol bukan sekadar ada dalam tataran rasional belaka, melainkan menyapa dan menyentuh seluruh pengalaman hidup manusia.

Dalam arti teologis, pembicaraan mengenai simbol dipahami sebagai suatu usaha manusia untuk menyingkap sesuatu makna di balik tanda yang datang kepadanya. Manusia mencoba mengarahkan refleksi imannya atas apa yang ditangkap oleh indra. Manusia senantiasa sadar bahwa di balik tanda yang nampak, tersembunyi suatu hal yang jauh lebih besar dari sekadar apa yang kelihatan.


 


 

Bunda Maria sebagai simbol

    Setelah melihat sekilas tentang arti symbol; baik dalam artian filosofis – antropologis – maupun dalam artian teologis, maka kita bisa memahami permasalahan pokok yang dimaksudkan ketika orang-orang Kristen menempatkan sosok Bunda Maria sebagai suatu simbol kehidupan orang-orang beriman. Pertanyaan yang mungkin muncul adalah, "Mengapa Bunda Maria bisa dikategorikan sebagai sebuah smbol, atau materi apa yang menyebabkan ia sampai disebut sebagai simbol?

    Pertama-tama harus dikatakan bahwa ketika mencoba melihat Bunda Maria sebagai simbol, hal yang harus disadari adalah bahwa dalam diri Bunda Maria kriteria umum yang dibuat oleh manusia mengenai ciri-ciri simbol bisa dengan jelas dilihat dalam dirinya.

Pembicaraan mengenai Bunda Maria hendak ditempatkan dalam konteks pembicaraan mengenai simbol teologis. Dalam artian bahwa, ketika Bunda Maria dilihat sebagai simbol, maka kiranya kehadiran Maria sesungguhnya mau menampilkan sesuatu yang lebih besar dari Bunda Maria sendiri. Sesuatu yang lebih besar dari itu tidak lain adalah perannya sebagai penghadir keselamatan, yakni melahirkan Sang Penyelamat sendiri. Dalam arti bahwa manusia yang telah 'mati' karena dosa, kemudian 'hidup kebali' oleh karena ketaatan Bunda Maria. Kematian dipulihan berkat ketaatannya.     

    Oleh Allah, Bunda Maria mendapat tugas mulia untuk menghadirkan suatu kehidupan baru bagi manusia. Barangkali dari sinilah juga kita akan bertitik tolak bahwa pembicaraan mengenai Bunda Maria tidak pernah akan dilepaskan dari pembicaraan mengenai Gusti Yesus sendiri. Dalam pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut kemudian akan muncul diskusi yang sangat ramai, khsusnya pada abad-abad awal. Kemanusiaan dan keallahan Yesus menjadi dispute yang hampir tak terselesaikan.

    Maka, dalam pada ini juga Bunda Maria boleh dikatakan sebagai simbol tata rahmat, penghubung antara manusia dengan Allah sendiri. Dalam diri Bunda Maria, Allah menghadirikan Diri-Nya kepada manusia, sekaligus menghadirkan manusia bagi Allah sendiri. Dengan mengandung Yesus Kristus, Sang Kehidupan Baru, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan Allah sendiri, yakni lewat ketaatannya, iman, pengharapan, serta cinta kasihnya yang berkobar. Bunda Maria tidak secara pasif digunakan oleh Allah dalam tata penyelamatan, tetapi sungguh-sungguh bekerja sama dengan Allah secara bebas. Sto. Ireneus berkata, "Dengan ketaatannya Bunda Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia. Ikatan yang disebabkan oleh ketidaktaatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria."


 


 


 


 

1. Bunda Maria sebagai hawa baru dan co-redemtrix

    Sejak abad-abad awal, Gereja memposisikan Bunda Maria sebagai Hawa kedua – Hawa baru, sebagai gambaran yang paralel dengan perbandingan Yesus sebagai Adam kedua – Adam baru.    Pencitraan yang mula-mula dihubungkan oleh Gereja sebagai Tubuh Kristus ini diberikan kepada Bunda Maria dalam perannya sebagai Bunda Penyelamat. Pencitraan ini membalikkan gambaran tentang Hawa pertama sebagai ibu yang lemah terhadap godaan dan tidak menaati firman Allah, yang pada akhirnya melahirkan kematian. Bunda Maria, Hawa baru, justru menjadi simbol wanita yang teguh pada imannya. Bunda Maria taat pada firman Allah, kendati ia sendiri belum tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Tetapi justru dengan demikianlah Bunda Maria mengandung dan melahirkan Sang Kehidupan, yakni Yesus Kristus.

Kiranya dalam hubungan dengan itulah para bapak Gereja sejak awal menyebut Bunda Maria sebagai Hawa baru, "maut datang melalui ketidaktaatan Hawa, kehidupan datang melalui Maria berkat ketaatannya. Dalam Kitab Kejadian dikatakan bahwa manusia (baca: Adam) menyebut istrinya Hawa, karena ia (baca: Hawa) menjadi ibu dari segala yang hidup.

    Kalau kita mencoba untuk melihat apa yang dikatakan oleh Kitab Suci, (khususnya dari Perjanjian Lama) tentang Hawa baru, Kitab Kejadian (3,15) seolah meramalkan akan hadirinya seorang Hawa Baru. Hawa baru yang dimaksudkan itu tidak lain adalah Bunda Maria sendiri. Bunda Maria dilihat sebagai Hawa baru, yakni dalam perannya sebagai orang yang melahirkan Sang Penebus sendiri, yang nota bene menghadirkan kehidupan baru (baca: keselamatan). Namun peran Bunda Maria dalam hal ini harus selalu ditempatkan pada perannya secara global dalam karya penebusan, sebagai Bunda Allah. Peran Bunda Maria hanyalah sebatas dalam kerjasama, dan bukanlah penebus itu sendiri. Hanya saja kerja sama Allah dan Bunda Maria itu sedemikian personal maka disebut istimewa. Mungkin kita akan bertanya, "bagaimana kerja sama Bunda Maria dengan karya penebusan Allah itu sehingga dia menjadi sangat istimewa?". Ini dapat dijelaskan oleh argumentasi teologi dogmatik, khususnya mengenai penebusan objektif dan penebusan subjektif.

    Dalam penjelasan teologi dokmatik, kedua istilah ini dijelaskan sebagai berikut: Penebusan objektif adalah pelaksanaan penebusan manusia secara global yang dilaksanakan dalam wafat dan kebangkitan Kristus. Penebusan subjektif adalah pelaksanaan penebusan objektif itu dalam masing-masing individu. Orang-orang yang menerima penebusan ini kemudian berkumpul menjadi satu Gereja dan dipanggil untuk bekerjasama dengan Allah dalam menyebarkan keselamatan, sehingga semakin banyak orang yang diselamatkan.

    Dalam diri Bunda Maria, kita dapat menemukan model kerjasama ini. Ia menerima rahmat dengan disposisi diri yang lebih baik kemudian memperkembangkannya. Dengan sikap hidupnya yang baik, ia memberi kesaksian datangnya kerajaan Allah dan berbuat baik kepada orang banyak sehingga orang-orang itu (baca: kita) bisa menerima datangnya kerajaan Allah. Kekhasan Bunda Maria dalam kerjasama dalam karya keselamatan Allah adalah bahwa ia bekerjasama dengan Kristus, puteranya ketika Kristus masih hidup di dunia ini. Ia bekerjasama dengan Yesus secara personal. Dalam arti pengalaman hidup Bunda Maria berhubungan langsung dengan pengalaman hidup Yesus. Contoh yang sangat jelas dalam hal ini adalah ketika ia akan mengandung Putra Allah, ia tidak mengatakan "tidak" atau "jangan" tetapi ia justru mengatakan "Fiat". Atau ketika Yesus memanggul salib-Nya, Bunda Maria memandang dengan kesedihannya yang amat mendalam, tetapi ia tidak berusaha menghentikan prosesi penyaliban itu.

    
 


 


 

2. Tubuh keibuan Bunda Maria sebagai sumber dan simbol kehidupan

Pembicaraan tentang kehidupan dalam tataran manusiawi tidak bisa dilepaskan dari tema tentang peran keibuan seorang wanita. Rahim wanita merupakan tempat awal kehidupan manusia. Di dalam rahim seorang ibu, benih kehidupan manusia terbentuk dan bertumbuh-berkembang. Dari seorang ibu jugalah fetus yang bertumbuh dalam rahim bisa memperoleh makanan demi perkembangannya. Rahim seorang ibu jugalah yang sangat berperan sebagai tempat perlindungan yang aman bagi kehidupan awal yang memang sangat rentan terhadap berbagai ancaman fisik.

Kandungan seorang wanita tidak hanya berperan secara biologis bagi pertumbuhan manusia saja. Unsur-unsur kejiwaan manusia pun mulai dibentuk di tempat tersebut. Perasaan, pikiran dan kehendak sebagai daya-daya psiko-spiritual manusia turut bertumbuh sejalan dengan pertumbuhan fisik dan aspek psiko-motoriknya. Unsur-unsur rohani pada sang anak juga berkaitan erat dengan unsur-unsur rohani sang ibu. Dari aspek psikologis, apa yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan seorang ibu turut mempengaruhi pertumbuhan sang anak dalam aspek yang sama. Singkatnya, bahwa dalam rahim seorang ibu, manusia memperoleh bentuk awal kehidupan secara jasmani maupun rohani. Tubuh seorang ibu telah memberikan kelengkapan awal pada anak yang dikandungnya. Dengan kata lain, bahwa dalam rahim ibu-lah tiap benih kehidupan itu dimanusiakan dan dipersiapkan untuk menjalani kehidupan yang mandiri. Sebab itu rahim seorang ibu dapat dikatakan sebagai dunia pertama bagi manusia. Rahim wanita menjadi pra-kondisi dari realitas dunia yang sebenarnya.

Selanjutnya, dari tubuh seorang ibu pula manusia dilahirkan ke tengah dunia. Sang ibu melepaskan apa yang sebelumnya menjadi bagian dirinya untuk memperoleh kehidupan baru yang lain. Namun perhatian dan pemeliharaanya tidak cukup berhenti di sini, melainkan terus berlangsung hingga kemandirian hidup yang sesungguhnya bagi sang manusia baru.

Sampai di sini nampak bahwa keibuan sangat erat berkaitan dengan kehidupan. Keibuan dapat diartikan sebagai sumber kehidupan manusia dalam hakekatnya sebagai pembentuk kemanusiaan seseorang. Kecuali itu, dinamika kehidupan manusia dapat terungkap secara jelas dalam hidup seorang ibu, baik secara fisik-biologis maupun secara rohani psikologis. Tubuh perasaan, harapan, kegembiraan, penderitaan dan perjuangan seorang ibu menandakan sekaligus menghadirkan dinamika hidup tersebut. Dengan demikian, tepatlah jika dikatakan bahwa seorang ibu merupakan symbol kehidupan.

Tubuh keibuhan merupakan simbol dari awal kehidupan manusia. Tubuh seorang ibulah yang menerima dan mengandung benih kehidupan. Selanjutnya, dari tubuh keibuhan pula kehidupan itu dilahirkan; dilepaskan menuju perkembangannya dalam kemandirian. Dalam pada ini tubuh keibuhan menjadi simbol "penerimaan sekaligus pelepasan, pemberian diri sekaligus pengosongan diri" demi kehidupan yang lain. Tubuh keibuhan Bunda Maria menjadi simbol kehidupan iman orang-orang Kristen justru berkat kerelaan Bunda Maria untuk mengandung (baca: menerima) dan melahirkan (baca: melepaskan) Sang Penyelamat, yakni Yesus Kristus.

    Keselamatan bersumber pada pengosongan diri Yesus, Allah yang menjadi manusia, dan penyerahan dirinya dalam peristiwa penyaliban. Tindakan pengosongan diri dan Yesus ini menjadi teladan kehidupan beriman (bdk Flp 2,5-11). Iman akan Yesus Kristus diwujudkan dalam sikap aktif untuk menyerupakan diri dengan tindakan Kristus sendiri. Tindakan penyelamatan oleh Yesus Kristus tersebut telah diidentifikasikan dengan penyerahan diri Bunda Maria menjadi Bunda Allah yakni dengan melahirkan Yesus Kristus.

    Dengan demikian tubuh keibuan Bunda Maria menjadi pra-kondisi bagi hadirnya kehidupan baru – kehidupan kekal, yakni kehidupan dalam diri semua orang beriman. Dengan mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus, Bunda Maria telah mengantisipasi karya penyelamatan dalam diri Yesus Kristus. Berkat imannya, Bunda Maria dapat dikatakan sebagai buah pertama sekaligus murid pertama Tuhan Yesus. Dengan pemberian dirinya Bunda Maria tidak hanya mendatangkan keselamatan bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi semua umat manusia. Karena itulah Bunda Maria dikatakan sebagai simbol iman yang menyelamatkan.


 


 

3. Keperawanan Bunda Maria

    Pembicaraan mengenai keperawanan Bunda Maria tidak sedikit menimbulkan kesalahpahaman di kalangan umat (dan mungkin di kalangan para pemimpin umat sendiri). Tidak jarang terjadi debat kusir mengenai keperawanan Bunda Maria. Di satu sisi umat sulit membayangkan Bunda Maria yang telah melahirkan Tuhan Yesus masih dapat dikatakan sebagai perempuan yang masih tetap perawan (virgin), sementara di sisi lain para teolog sibuk mencari pendasaran argumentasi yang tepat untuk menjelaskan bahwa Bunda Maria sungguh-sungguh tetap perawan, juga pada waktu kelahiran puteranya.


 

3. a. Paradoks inkarnasi dalam keperawanan dan keibuan Bunda Maria

    Penyelamatan umat manusia oleh Allah dalam diri Yesus Kristus, telah membawa-Nya pada pengidentifikasian diri sepenuhnya dalam kondisi kemanusiaan, tanpa menghilangkan keilahian-Nya. Dengan kata lain dalam misteri inkarnasi, Yesus Kristus tetap sepenuhnya Allah sekaligus sepenuhnya manusia. Dalam pribadi-Nya, Yesus Kristus sekaligus menghadirkan dua dimensi kehidupan, yakni dimensi vertikal dan dimensi horizontal dalam kesatuan-Nya dengan manusia (ciptaan). Inilah kiranya yang menjadi paradoks inkarnasi dalam pemahaman manusia.

    Dalam dirinya, Bunda Maria menunjukkan dan mewakili kedua dimensi paradoksal dalam inkarnasi tersebut. Keperawanannya menandakan karya ilahilah yang sedang terjadi atas dirinya, tanpa tergantung pada tindakan dan intervensi manusia. Apa yang telah ditandaskan penginjil Matius dan Lukas (Mt 1,18.20; Luk 1,28-35) itu kembali diangkat oleh Yustinus (+ 165) yang mengatakan bahwa, "Ketika Roh Allah hadir dan menguasai sang Perawan, maka mengandunglah dia, bukan karena melalui hubungan badaniah melainkan karena kuasa Allah." Sto. Ambrosius, yang hidup dua abad sesudahnya (339-397) menegaskan kembali pernyataan tersebut, :"Seorang perawan dapat melahirkan merupakan suatu tanda yang bukan berasal dari manusia melainkan dari misteri ilahi." Kedua pandangan ini menggarisbawahi dimensi ilahi dalam keperawanan Bunda Maria, yaitu bahwa keperawanan Bunda Maria mengarah pada Allah sebagai sumbernya dan mengingatkan kita akan misteri ilahi dalam inkarnasi.

Dalam tradisi Gereja sejak awal mula, keperawanan Bunda Maria selalu dihubungkan dengan misteri inkarnasi Yesus dan masuk dalam inti iman kita, selalu dikatakan kurang lebih bahwa Yesus Kristus itu lahir dari perawan Maria. Pernyataan ini bisa kita lihat dalam hasil-hasil konsili pada abad-abad awal Gereja. Sebut saja misalnya Konsili Konstantinopel (681), Konsili Lyon (1274), Konsili Wina (1312), Konsili Florence (1442).

Memang tidak salah bahwa istilah 'perawan' ini bisa diartikan secara harafiah, tetapi yang jauh lebih penting adalah arti atau makna simbolis dari kata 'perawan' tersebut. Perawan bukan pertama-tama diartikan sebagai tidak robeknya selaput darah Bunda Maria, tetapi istilah ini sesungguhnya lebih ingin menjelaskan bahwa sejak semula Bunda Maria telah dipersiapkan sebagai Bunda Allah, maka sejak semula ia terbebaskan dari dosa asal (DS 2803). Sejak saat pertama ia dikandung, ia dikarunia cahaya kekudusan yang istimewa (LG 56). Dalam arti ini keperawanan Bunda Maria lebih pada keperawanan teologis, dan bukan sekadar keperawanan fisik.

Namun jauh lebih penting untuk kita lihat di balik kata 'perawan' itu adalah makna simbolisnya. Di balik kata 'perawan' ini ada nilai yang ingin ditekankan oleh Gereja sendiri. Pertama, Gereja ingin menggarisbawahi bahwa Yesus itu adalah Anak Allah. Dengan mengatakan bahwa Bunda Maria itu perawan, ingin digarisbawahi bahwa asal-usul Yesus itu sungguh-sungguh Ilahi, bukan oleh karena nafsu seorang laki-laki dan perempuan. Kedua, kelahiran dari perawan merupakan antisipasi kelahiran manusia baru, yakni mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus. Kelahiran dari perawan ini memberikan indikasi jelas bahwa keluarga yang dibentuk dalam Gereja adalah keluarga yang baru, yang memakai criteria yang baru. Ini adalah bentuk penciptaan yang baru, yang bukan lagi berdasarkan kepada aliran darah manusiawi tetapi kepada criteria yang baru, yakni iman kepada Yesus Kristus.


 


 


 

3. b. Bunda Maria sebagai tanda penebusan

    Karya penebusan telah dimulai dengan kehadiran Putra Allah dalam rahim sang Perawan Maria. Tindakan rencana penyelamatan tersebut secara nyata terwujud dalam pengosongan diri Allah yang menjadi manusia dan penyerahan diri-Nya untuk menjadi korban silih atas dosa-dosa manusia dalam misteri paskah.

    Tanda penebusan itu sendiri sebenarnya telah dihadirkan oleh Bunda Maria. Dalam peristiwa kabar gembiri, ia menyerahkan dirinya untuk menjadi Bunda Penebus. Dalam peristiwa kelahiran, ia juga mengosongkan dirinya untuk memberikan sang Penebus kepada seluruh dunia. Melalui keputusan dan tindakannya ini, Bunda Maria telah mengantisipasi karya penebusan yang kemudian dilaksanakan oleh Yesus Kristus. Dengan pemberian dirinya, Bunda Maria tidak hanya mendatangkan keselamatan bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi seluruh ciptaan. Karena itu dikatakan, "….ditebus secara lebih unggul" sebab ia tidak hanya sebagai gambaran orang yang ditebus. Ia juga mencitrakan diri sebagai pribadi yang menyubangkan kerjasama bagi terlaksananya karya penebusan. Dalam konteks yang sama, tubuh keibuannya telah menjadi pra kondisi kehidupan baru, yakni kehidupan kekal yang dimiliki oleh semua orang yang percaya dan ditebus oleh Kristus. Dalam pada ini Gereja, memandang Bunda Maria sebagai tanda penebusan sekaligus simbol iman yang menyelamatkan.


 


 

3. c. Keperawanan Bunda Maria dan pembaharuan ciptaan

Menurut beberapa penulis patristik, keperawanan Bunda Maria juga menyimbolkan keperawanan tanah surga yang darinya Adam diciptakan. Dengan demikian, Bunda Maria mewakili pembaharuan suluruh dunia natural menuju keadaan asalinya yang baik, sebagaimana digambarkan dalam kisah penciptaan (Kej 2,7). Pandangan ini dikedepankan antara lain oleh Sto. Ireneus, dan Sto. Agustinus. Sto. Ireneus mengemukakan bahwa alam yang keadaan awalnya adalah murni (baca: perawan) direstorasi melalui kelahiran oleh perawan. Pendapat senada dikemukakan oleh Sto. Agustinus yang mengatakan bahwa wajah dunia, yakni martabat dunia, ditampilkan secara benar sebagai Ibu Tuhan.

    Pandangan ini pada intinya mau menekankan bahwa dunia dan manusia diciptakan oleh Allah dalam kondisi yang baik. Kodrat "tubuh dunia" yang baik-murni kemudian ternodai oleh tubuh manusia pertama yang berdosa. Kondisi ini dapat dikembalikan kepada keadaan awalnya yang murni melalui "tubuh murni-perawan". Melalui peristiwa inkarnasi Allah memperbaharui seluruh ciptaan-Nya dalam diri Yesus Kristus. Peristiwa inilah yang disebut sebagai penciptaan baru. Dalam pada ini, Bunda Maria turut berperan di dalamnya, karena dialah yang melahirkan Sang Pembaharu Ciptaan. Di sinilah nampak jelas babaimana Bunda Maria sungguh berperan dalam memberikan dimensi manusia pada diri Yesus Kristus. Fungsi keibuannya memungkinkan Kristus lahir menderita dan wafat dalam cara yang identik dengan kondisi hidup manusia.


 


 

3. d. Bunda Maria simbol kemerdekaan dan kebaikan manusia

    Keputusan Bunda Maria untuk menjawab "ya" terhadap tawaran Allah mengungkapkan pilihannya untuk secara bebas berpartisipasi dalam karya penyelamatan Allah. Tradisi Gereja Katolik tidak memandang peran Bunda Maria ini semata-mata dalam fungsi biologisnya. Lebih dari itu, Bunda Maria menjadi teladan utama bagi orang-orang beriman Kristiani. Inilah yang menjadi simbol kemerdekaan iman manusia. Sebagai Hawa baru, Bunda Maria dapat menjawab undangan Allah dalam kemerdekaan pilihan untuk tidak menjadi tidak taat. Kecenderungan yang telah ada sejak dosa pertama ini justru dikalahkan Bunda Maria dalam kebebasan imannya. Bunda Maria menjadi pribadi yang terbuka dan taat seutuhnya kepada Allah.

    Di sinilah martabat manusia sebagai pribadi yang merdeka dipulihkan kembali. Manusia secara bebas dapat bekerjasama dengan Allah dalam karya keselamatan. Kodrat manusia yang pada dasarnya baik - meskipun telah ternodai dosa - dapat dipulihkan melalui karya Allah dan tindakan manusia yang bekerjasama dengan-Nya. Dalam pandangan Gereja Katolik, dalam diri Bunda Maria kita menemukan kemanusiaan yang "secara esensial dan radikal" baik adanya.


 

4. e. Bunda Maria simbol pengharapan

    Bunda Maria merupakan ungkapan penuh dari kerinduan kaum miskin YHWH dan menjadi teladan bagi mereka yang mempercayakan diri dengan sepenuh hati kepada janji-janji Allah. Bunda Maria ditempatkan sebagai pusat dari perjuangan untuk menghancurkan kerajaan dosa yang menyertai sejarah umat manusia di dunia dan sejarah keselamatan itu sendiri. Di tempat pusat ini, ia yang menjadi milik kaum lemah dan miskin, Tuhan menganugerahak rahmat kepada manusia dalam Putera-Nya yang terkasih. Dengan demikian di hadapan Allah dan di hadapan seluruh umat manusia, Bunda Maria tetap sebagai tanda pilihan Allah yang tak berubah dan tak bercela, sebagaimana dinyatakan dalam surat Rasul Paulus: "Dalam Kristus,…. Allah memilih kita,… sebelum dunia dijadikan,… Ia telah menentukan kita untuk menjadi anak-anak-Nya" (Ef 1,4-5). Pemilihan ini lebih kuat daripada segala pengalaman kejahatan dan dosa yang memadai dalam sejarah penyelamatan manusia. Dalam sejarah ini, Bunda Maria tetap merupakan tanda pengharapan yang pasti.

    Warta gembira malaikat Gabriel kepada Bunda Maria diletakkan dalam kerangka kata-kata yang meneguhkan ini, :"Jangan takut, Maria,…Bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Luk 1,30.37). Seluruh hidup Bunda Perawan pada kenyataannya dipenuhi dengan kepastian bahwa Allah dekat dan bahwa Allah menyertai dengan penyelenggaraan-Nya. Dengan demikian kita dapat memandang Bunda Maria sebagai tanda pengharapan dan penghiburan yang pasti.


 

Belajar dari Bunda Maria

    Kalau dilihat dari sudut orang beriman, Bunda Maria boleh dikatakan sebagai seorang teladan beriman. Dia pantas disebut sebagai prototipe
orang beriman, khususnya dalam ketaatan atau kepasarahan totalnya kepada Allah, termasuk kesucian hatinya di hadapan Allah dan sesamanya. Beberapa karakter Bunda Maria yang diceritakan oleh Kitab Suci kiranya penting untuk kita lihat secara singkat, adalah:


 

a. Bunda Maria seorang perempuan gigih

    Dalam masyarakat di mana keluarga masih merupakan unit ekonomi, perempuan memegang peran yang sangat vital dalam memproduksi makanan, termasuk tenaga mereka dalam bidang pertanian. Kita bisa membayangkan situasi itu dengan situasi yang dialami oleh keluarga kudus dari Nazaret ketika Yesus hidup. Namun dalam situasi seperti itu, Bunda Maria dengan semangatnya yang keras berhasil membesarkan Tuhan Yesus dengan baik. Dalam arti ini, Maria menampilkan karakter seorang perempuan yang berani. Bahkan karakter ini juga sangat nampak dalam keberaniannya menyatakan kebenaran Allah kepada mereka yang membutuhkannya, kendati ia hidup dalam kesederhanaan yang mungkin akan dicemooh oleh masyarakatnya.

Bunda Maria adalah sosok orang yang hidupnya dalam Tuhan, yang menaruh kerinduan tak terbatas pada kehidupan. Maria mencurahkan seluruh hidupnya untuk memuliakan Allah, diangkat dari kehinaan oleh karena ia menyelamatkan kehidupan di sini dan saat ini (hic et nunc).

Maria sebagai Perawan dan ibu menjadi pusat simbol kristiani yang menandakan kemandirian, relasi, kekuatan dan kelembutan hati, perjuangan dan kemenagan, kekuatan Allah dan perantara manusia. Maria adalah figur idaman, yang menjadi prototipe manusia yang berjuang untuk melawan kelemahannya terhadap dosa. Melalui tindakan aktif untuk melaksanakan kehendak Allah, ia telah memulihkan dan mengangkat martabat manusia dari situasi ketidakberdayaan dan keterbelengguan akibat dosa.


 

b. Bunda Maria, seorang perempuan yang setia

"Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu" (Lih Luk 1,38). Inilah kata-kata yang keluar dari mulut Bunda Maria ketika ia menerima kabar dari malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung Sang Penyelamat. Suatu kalimat yang sungguh menunjukkan penyerahan diri secara total, sekaligus menyiratkan suatu kepercayaan yang penuh akan rencana Allah atas dirinya, mengungkapkan iman yang dalam kepada Allah. Bunda Maria tidak hanya menerima pasif begitu saja janji Allah tersebut, melainkan terlibat aktif dengan "berani mengatakan ya, terjadilah kehendak-Mu" kendati ia sendiri belum bersuami. Padahal dalam tradisi Yahudi, resiko perempuan yang mengandung di luar nikah adalah dihukum masyarakatnya dengan dirajam. Itulah keputusan iman yang menggetarkan hidupnya.

Bunda Maria pun tetap konsekuen dengan keputusannya. Ia tidak mengingkari apa yang telah diucapkannya, kendati tantangan dan cobaan datang silih berganti. Kesetiaan Bunda Maria kepada Allah dan kepada hidupnya sendiri ini kiranya pantas untuk kita teladani.

    

    c. Bunda Maria, perempuan yang jaya dalam doa

Dalam diri Bunda Maria yang 'penuh rahmat', kita melihat perannya sebagai 'pengantara segala rahmat' (mediatrix omnium gratianum). Kepengantaraannya dalam menghadirkan rahmat justru bersumber dari kehadirannya bersama sesama manusia yang berdoa dan menantikan Roh Kudus (Kis 1,12-14). Bunda Maria hadir untuk mendoakan sesamanya yang mengharapkan keselamatan. Ia menjadi teladan seorang pendoa, justru karena cinta keibuhannya yang ingin memberikan kehidupan kepada semua orang. Bunda Maria menjadi gambaran wanita yang bersahaja sekaligus tetap mengharapkan keselamatan Allah, bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi terutama bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Bdk. Luk 1,50-55).


 


 

Penutup

    Menyadari kedalaman makna apa yang sesungguhnya disimbolkan oleh Bunda Maria, maka marilah kita bersama dia datang kepada Allah dengan berdoa:

Gegrüβet seist du, Maria, voll der Gnade, der Herr ist mit dir. Du bist gebenedeit unter den Freuen, und gebenedeit ist die Frucht deines Leibes, Jesus.

Heilige Maria, Mutter Gottes, bitte für uns Sünder jetzt und in der Stunde unseres Todes. Amen.***

Sumber bacaan:

Akin, James,

"The Key to Understanding Mary", dalam

http://www.cin.org/users/james/files/key2mary.htm.

Beattie, Tina,

God's Mother Eve's Advocate: A Marian Narrative of Women's Salvation,

London: 2002.

Dister, Nico Syukur,

Teologi Sistematika 2, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993.

Campbell, Dwight P.,

"Eve as a type of Mary", dalam http://www.udayton.edu/mary/resources/eve.html. hlm. 2.

C. Groenen,

Mariologi Teologi dan Devosinya, Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Cassirer, Ernst,

An Essay On Man, London: Yale University Press, 1970.

Herder,

Maria Heute Ehren, Freiburg: Deuthsland, 1977.

Johnson, Elisabeth A.,

"The symbolic Character of Theological Statements About Mary", hlm

312-336.

"Maria Die Mutter Gottes", dalam http://catholic-church.org/ao/marcat.html.

Martasudjita, E.,

    Sakramen-sakramen Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 2003.

McBride, Alfred,

    Image Of Mary, Bangalore: Claretian Publications, 1999.

Yohanes Paulus II,

Bersatu Dengan Roh Yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kanisius, 1998.