Rabu, 28 September 2011

Cinta Yesus

Kisah Indah dari Ruang Suci

(By:Yans Sulo Paganna', Pr.)


 

Dari sebuah ruangan berukuran 3X4m, sebuah ruangan yang tertata indah dan rapi; dengan karpet merah dan gorden biru laut, terdengar kisah indah mengundang hati untuk berkata, "Oh,…my God". Dari ruangan yang oleh tuannya disebut ruang doa ini terdengar kisah curhat dua arca cantik penuh karisma. Dua arca yang ditempatkan sedikit lebih tinggi dari meja kecil yang ada dalam ruangan itu dikisahkan sedang berbagi kisah satu dengan yang lain. Dikisahkan bahwa dalam keremangan lampu suci yang menerangi sebuah salib dinding berukuran 75 CM itu terjadi dialog antara arca seorang perempuan cantik bersahaja dengan arca putranya sendiri.

Sharing kisah dibuka pertama oleh arca si perempuan cantik bersahaja, "Nak,…aku sedih sekali belakangan ini karena tuan rumah di tempat kita mampir ini tidak begitu peduli lagi dengan kehadiran kita".


 

"Mengapa ibu berkata demikian?", tanya sang Putera kepada bundaNya.


 

"Iya, akhir-akhir ini mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka sudah sering lupa untuk datang menyapa kita kendati hanya dengan sepata kata saja", jawab sang bunda.


 

"Ibu, ibu jangan terlalu bersedih. Barangkali mereka masih sibuk dengan urusan bisnis yang menyita waktu mereka. Besok-besok juga mereka akan datang kembali dan menemui ibu dan Aku", kata sang Putra mencoba meyakinkan sang bunda yang sedang diliputi rasa kecewa.


 

"Harap saja demikian anakku, tetapi kalau ibu menggunakan feeling keibuanku, sepertinya mereka sudah melupakan-Mu apalagi aku. Lihat saja, bunga mawar yang mereka bawa kepadaku ini sudah sangat kering. Mereka terakhir datang ke tempat ini saat salah seorang keluarganya sedang bermasalah, setelah itu mereka menghilang. Atau jangan-jangan keluarganya yang dikisahkannya kepadaku dengan bercururan air mata itu sudah hilang?", kata sang bunda.


 

"Ibu,… jangan terlalu dipikirkan. Biarkanlah mereka melakukan apa yang mereka ingin lakukan. Aku sudah mengutus salah seorang malaikat dari surga untuk memberitahukan supaya mereka tidak terlalu sibuk dengan urusan dunia, tetapi rupanya belum berhasil", kata sang Putera kepada ibunya.


 

"Iya, anakku. Ibu hanya kadang-kadang merasa sedih melihat mereka yang merasa bahwa semua yang ada pada mereka adalah hasil perjuangan mereka semata".


 

"Tidak apa-apa ibu, toh mereka juga akan tahu sendiri bahwa pandangan mereka itu keliru", kata sang Putera.


 

"Ibu, sesunggunya kalau mau berbicara mengenai rasa kecewa, seharusnya akulah yang harus leibih kecewa. Tetapi tidak demikian ibu. Karena kalau Aku kecewa itu berarti cinta-Ku tidak sungguh-sungguh tulus dan penuh atas mereka", sambung sang Putera sebelum ibu-Nya berkomentar lagi.


 

"Maksud-Mu?", tanya ibu-Nya.


 

"Iya, kalau mau berhitung untung rugi, sesungguhnya Aku sudah terlalu rugi. Tetapi dalam rencana Bapa-Ku hitung-hitung bisnis a la manusia ini tidak tertulis di dalam kamus-Nya", jawab sang Putera.


 

"Iya anakku, ibu hanya merasa kasihan denga perubahan drastis tuan rumah tempat kita mampir ini. Dulu hampir setiap hari datang menyapaku. Mereka terlalu sering menyebut-nyebut nama-Mu, tetapi sekarang mereka hampir tidak pernah lagi menyebut nama-Mu", komentar sang ibu.


 

"Demikianlah memang yang terjadi dalam dunia ini ibu. Ibu tidak perlu heran. Ketika mereka masih membutuhkan pertolongan kadang-kadang pada tengah malam pun mereka akan berteriak-teriak. Tetapi saat manusia mulai mapan dan merasa bahwa mereka mampu hidup tanpa siapa-siapa, mereka terkadang mulai juga lupa dengan Dia yang mengadakan segala-galanya. Mereka akan datang lagi setalah ada sesuatu yang mereka rasa tidak sanggup mereka hadapi, saat kekuatan mereka tidak cukup untuk itu, seperti yang terjadi saat bunga kering itu datang dihantar oleh mereka. Saat-saat kritis dan tak berdaya itu tanpa diminta pun akan dengan sendirinya datang berteriak-teriak bahkan kalau perlu datang bercucuran air mata. Tetapi sekali lagi ibu, biarkanlah semua itu terjadi. Tugas ibu hanya membawa mereka kepada-Ku saat mereka datang kepada ibu".


 

"Siapa yang akan aku bawa kepada-Mu kalau tidak ada lagi yang datang kepadaku", kata sang bunda.


 

"Siapa saja yang datang. Kalau bukan tuan rumah di tempat kita mampir ini tidak, masih banyak orang lain lagi yang akan datang kepada ibu memohon bantuan ibu. Dan seperti aku memenuhi permohonan ibu dalam salah satu jamuan makan pernikahan di Kana, aku akan selalu juga memenuhi permohonan-permohonan ibu, karena aku sangat mencintai ibu dan mencintai mereka, kendati mereka tidak menyadarinya ibu,…..".


 

"Anakku, ibu sepertinya mau menangis membayangkan semua tanda kasih-Mu kepada ibu dan kepada mereka semua. Ibu sangat terharu membayangkan kembali saat-saat Engkau menyatakan semuanya ini kepada kami", kata sang ibu seraya menahan rasa harunya.


 

"Ibu, jangan menangis ibu. Aku sayang sekali ibu. Aku tidak ingin ibu menangis lagi. Cukuplah saat ibu menangisi aku saat diseret ke sebuah tempat pembantaian, dan saat ibu memangkuku untuk terakhir kalinya di bawah sebuah palang kayu tempat-Ku digantung", kata sang Putera menghibur ibunya.


 

"Okey anakku,… terima kasih atas cinta-Mu yang tak terperikan kepada mereka dan kepada ibu. Ibu hanya berdoa supaya mereka mau kembali sadar dan menyebut nama-Mu lagi, menyebut nama Bapa-Mu, dan nama penolong yang lain yang telah Engkau berikan kepada kami semua", kata sang bunda dengan penuh rasa haru.***


 


 

"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar