Tongkonan (symbol Baine)
Alang Sura' (symbol Muane)
(Sebuah Kisah Narasi)
By: P. Yans Sulo Paganna', Pr.
Pengantar Singkat:
Untuk orang Toraja, kehadiran tongkonan dan alang sura' bukan sekedar menunjukkan keberhasilan seseorang. Jauh di balik bangunan ini sesungguhnya tersembunyi sesuatu yang sangat tak terselami. Tongkonan dan alang sura' merupakan symbol seorang ibu dan ayah. Tongkonan, dengan setia duduk bagai ayam mengeram (mangarran) mengandung anak-anak yang lahir dari tongkonan, menjaganya dengan pemali, etc. Sementara alang sura' (lumbung) merupakan symbol laki-laki, pencari nafkah yang berdiri melindungi sang istri.
Aku mengisahkannya dalam kisah yang lucu dan konyol, tetapi semoga bermakna.
Sesungguhnya aku belum mencoba masuk pada ideku semula, yakni berkisah tentang symbol pada masing-masing bangunan tersebut, tetapi aku hanya mengisi waktu luangku sedang mengerjakan sebuah proyek, untuk merangkai kata ini sekadar hiburan. Karena itu narasi yang aku buat ini pasti tidak begitu teratur, tetapi simaklah dan tertawa serta bermenung untuk segera berbuat sesuatu. Selamat,…..
Dari sebuah negeri yang indah, dikisahkan sebuah sharing hidup dua sosok yang sudah hampir dilupakan oleh anak-anaknya. Sebuah komplesks yang sangat bersahabat di tengah rumpun bambu di lereng bukit batu yang cukup jauh dari keramaian. Di tempat itu berdiri sebuah bangunan tua yang sangat cantik dalam usianya yang sudah hampir seabad. Rupanya yang tetap memancarkan kecantikan itu tampak mengundang semua orang yang melihatnya berdecak kagum. Perempuan tua yang tetap memancarkan aura inner beauty-nya itu semakin mengundang kekaguman siapapun yang melihatnya karena kesetiaan sang lelaki tua di depannya. Seorang laki-laki yang tampak kokoh dan kekar dalam keramahan dan tatapan matanya yang sayu, seakan mengisahkan seorang laki-laki pekerja keras yang lembut dan bijak.
"Oh,… betapa bahagianya anda berdua bisa hidup bahagia selamanya di negeri yang indah ini. Di usia tua kamu, kecantikan dan kegagahan tetap terpancar dari wajah-wajah kalian", demikian komentarku saat selesai mengambil gambar mereka.
Perempuan tua yang tetap tampil dalam kecantikannya itu adalah sebuah bangunan tongkonan (rumah toraja) tua yang sudah mulai dimakan zaman. Di depannya berdiri seorang laki-laki gagah yang kalem, sebuah alang sura' (lumbung) yang sebaya dengan perempuan cantik itu. Mereka tinggal di sebuah negeri yang indah. Mereka tidak hidup sendiri. Di sekitar mereka juga hidup para sahabat dan pengawal serta penasehat dan para pelayan mereka. Sang perempuan dalam kecantikannya dikitari dengan rumpun bambu dan pohon-pohon kopi. Sementara sang laki-laki kalem dikawal oleh para pengawal dan penasehat serta para pembantunya. Di belakang si laki-laki itu tumbuh berbagai pohon buah-buahan; langsat yang sedang berbuah, pohon nangka yang sudah cukup berumur. Dan satu lagi pohon yang tumbuh sangat gagah tidak jauh dari itu. Pohon cendana yang umurnya kalau tidak salah taksir seumur dengan mereka. Pohon cendana ini melambai-lambai dalam keramahan seakan-akan sedang berkisah tentang dua tuannya yang sedang dalam masa tuanya.
Aku duduk termenung memandang mereka, dan dalam sayup-sayup kudengar mereka mulai berkisah satu dengan yang lain.
"Eleka nenekna,… taebangmoraka namengkilala-lala temai pia diolu tondok mambela, na masasai omo to tae' bang narampo untollong-tollongngiki' sola dua? (Papa,… apakah anak-anak sudah lupa dengan kita, sudah lama mereka tidak datang-datang menjenguk)?", tanya si tongkonan (perempuan) kepada alang sura' (lumbung) suaminya.
"Akona umbai, bassa' bangmi undaka' kaletteran utan diolu tondokna tau tumai pia. Pasambayang-bayangan bangmi nenekna anna massakke'-sakke' sola nasang diolu tondokna tau (Barangkali mereka sibuk mencari kehidupan yang lebih baik di negeri orang. Doakan saja supaya mereka sehat-sehat)", jawab sang suami kepada istrinya yang mulai gelisah dalam masa tuanya.
"Ako tonganmo iyanna apa kodikuari dikua na susimiki' to lan pangngala' te sola dua. Nakabu'bangmiki' temai riu sia padang-padang. Tae'duka bangmo na den ussonda-sondai temai bayu sia dodo nenekna (Betul, tetapi aku hanya bilang kalau kita seperti hidup di tengah hutan. Rumput-rumput liar sudah mulai panjang, dan kita sudah tidak terurus lagi)".
"Eee nenekna nala iyabangpara tu kale ladiperhatikan na matuamiki'. Kusanga moi anta matesse'mo kusanga tontongbangki' sangkurin sola dua. Moi anna tangdisonda-sondai bangmo temai bayu, dodo sia sambu' apa tontongmangki' sikamali'. Samari kedikua senga'mi diong penammu lako aku (Eee,… istriku tidak usah terlalu pusing dengan penampilan. Bukankah sampai hari ini kita tetap setia sampai tua. Kecuali kalau hatimu sudah lain kepadaku", komentar alang sura' (suami).
"Ammu pokadaori to kada iyato nenekna? Kennaladen diong penangku na masai allomo' aku male untampeanko, apa kusanga tempon dipasitammuki' sola dua tontongbangna untannun pena melo lako iko, sia lako temai anak-ampo tu kutambu' sola nasang. Tontong dukabangna ulla'pa-la'pai tindemai pia dikua anna melo dadinna sia lobo' garaganna. Kusanga biasa bangmurangngi tu panglolloanku te'diomai tonna bitti' temai pia (Kokh papa bilang githu shi? Seandainya ada di dalam hatiku seperti apa yang papa katakan, sudah lama aku meninggalkanmu. Bukankah sejak kita hidup bersama aku dengan setia menemanimu, dan dengan setia juga berdoa bagi mereka semua yang lahir dari dalam rahimku. Aku kira papa masih ingat bagaimana aku meninabobokan mereka", katanya sang istri kepada suaminya.
"Umbaomi nakua to panglolloanmu to? Tikua tangkukilalalaimo na kuporai liu urrangngi (Bagaimana lagi itu lagumu meninabobokan mereka? Aku sangat senang mendengarnya)".
"Kukua: E,… denno upa' ammu lobo' mu kasalle, ammu manarang mu kinaya, ammu bida mu barani (semoga bertumbuh sehat dan menjadi orang besar, semoga memiliki pengetahuan yang luas dan bijaksana, semoga tak terkalahkan dan jadi pemberani)".
"Oindo' e,… mammi' liu inanna to panglolloanmu lako bati'ta. Toleri,…(Aduh,… indah sekali doamu itu kepada mereka. Coba ulang,….), pinta sang suami-alang sura' memuji istrinya.
"E,.. matessekmiki nenekna, ammu ma'gombal bangpa (E,… sudah tua masih merayu terus)", kata sang istri.
"Anna la dennora ma'gombal nadikua kuporairi urrangngi tu panglolloanmu. Mupanglolloan tongan-tongan siaraka iko to tonna bitti' temai pia (Kokh dibilang menggoda na memang aku hanya suka mendengar doamu itu. Tapi apakah memang engkau mendoakannya sungguh anak-anak kita?", tanya sang suami.
"O na kusanga murangngi bang keallo ke bongi. Muangga'i bang omo ma'moleng-moleng na tae'siapara mu tarru' matua bang. Dolo piana' akunna na iko ammu ma'moleng-molengmo (Aku rasa papa selalu mendengarnya siang dan malam. Kokh pura-pura lagi tidak ingat, sepertinya papa sudah lupa ingatan padahal aku lebih duluan lahir dari papa)".
"Hahaha, naiyamora to ammu bukkukmo na maganta' bangpa' akunna inde, belanna doloko dadi anna aku hahaha(Makanya memang mama sudah tampak bungkuk dan aku masih tampak gagah di sini karena mama memang lebih tua dariku hahaha".
"A,… mempia-piaomoko duka'na nenekna. E,…pia'ri to kayu lama'nasuna'. Mabongi diomai (Papa,… jangan jadi kekanak-kanakan lagi dhe. Siapkan kayu bakar, aku mau masak. Malam sudah datang", kata sang istri.
"Na iya bang ora tu ladikandena tu ditangngaran (Akh, kenapa hanya mau pikir makanan saja)".
"Naapapara laditangnga' kematuamiki' nenekna (lalu apa lagi yang mau dipikirkan kalau sudah tua)", komentar sang istri.
"Dikua iyari to panglolloanmu nia' o,… butung tikua tang membua-bua. Tae' siaraka iko mu manglolloan sala-sala bangmo ke malena' te diomai undaka' kande? (Kita kembali ke doa mama sepanjang masa tadi. Jangan-jangan mama salah berdoa ketika aku pergi mencari nafkah?", kata sang suami kembali mengomentari doa istrinya atas anak-cucunya.
"Inang pekarede-rede bangko nenekna. Tempon diopa mai iyabangri iko mupogau'to umpakarede-rede bangna'. Maupa'roko na tosa'bara' tumupobaine. Kennala susi baine senga' na masai allomoko kutampe (Papa memang kerjanya hanya bikin jengkel. Sejak dari dulu itu saja yang papa buat sama aku. Papa bersyukur dapat perempuan seperti aku, seandainya perempuan lain, barangkali sudah lama berpisa)".
"Ahk,.. dikuari iyanna kengkula tangpakarede-rede bangko na umbai anta masaimo sisara'. Kutandaiko kumua iyannala emosimo misa'ri tu bisa umpamoro' penanna yamoto kupakarede-rede bangko. Muangga'I bangri sengke-sengke na muporai to? Hahahaha,….(Ahk, barangkali seandainya tidak demikian kita sudah lama berpisah karena aku tahu kelamahan mama. Kalau sudah marah hanya satu cara untuk meredamnya yakni membuat mama tambah jengkel. Tetapi mama suka khan? Hahahaha,….", kata suaminya sambil tertawa ringan.
"E,… nenekna, ma'kada tongan opa' te. Inang te'liumoraka iyanna namengkilala-lala temai pia diolu tondok mambela na laro'po'mannamiki' sola dua te anna tae' dukanna nala rampo untollong-tollongngiki'? (E,… pa. Aku serius ini. Apakah memang anak-anak di rantau sudah sungguh lupa kepada kita yang sudah tua ini)?", tanya sang istri kepada suaminya-alang sura'.
"Iyo ah,… tikua tangmengkilala-lalamo sola nasang diolu tondok mambela,ba'tang masaki-sakiri sola nasang ( Iya ya,… sepertinya mereka memang sudah lupa dengan kita, atau jangan-jangan mereka sedang sakit)".
"Ako semsesi kede' lako e,… (Coba papa SMS ke sana)", kata sang istri.
"Na apa ladipake ma'semes ke tae'mi tu pulsa. Dikua sedangkan ladipetole' na tangganna'-gannamo. Ikomira semessi lako (Mau SMS pakek apa, pulsa sudah habis. Sedangkan untuk itu beli rokok saja aku sudah tidak punya. Coba mama yang SMS), kata sang suami.
"Apa dukara ladipake semessi, na dikua tae'bangmo apa lante HP (Mau SMS pakai apa juga, tidak pulsa di dalam ini HP).
"Ako talipong bangmi ke taemi nabisa ma'semes (Kalau begitu telpon saja kalau tidak bisa SMS)".
(Indemo iyanna pole' tomatua inang molengliumo e,… dikua ma'semes na tae' iyaparaka tu la ma'talipong (Ini papa memang sudah mulai turun daya ingat e,… sedangkan untuk SMS saja sudah tidak bisa apalagi mau menelpon), kata sang istri.
"Ako parra oria pole' to kela. Pentibianni apole' rokko to'tallang tu HP kela tae'ri nabisa dipake ma'semes sia ma'talipong. Nasulepa tumati' pia anna salengkai temai riu ponno lan tarampa' (Kalau begitu buang saja itu HP kalau memang tidak bisa dipakai. Nanti kalau mereka pulang supaya kaki mereka terjerat rumput yang sudah mulai panjang di halaman)", kata sang suami sedikit emosi.
"Ooo,.. iko omo tu emosi, namanemangka umpakilala tau na iyaomo umpogau'i (Ooo,… lihatlah, baru-baru menasehatiku supaya tidak cepat emosi, sekarang papa yang mulai emosi)", kata sang istri menasehati suaminya.***
Aku yang duduk dari tadi memperhatikan mereka berdua, dan mencoba mendengarkan pembicaraan mereka mulai merasa lelah di salah satu sudut lumbung. Aku banyak belajar dari mereka. Mereka mencoba hidup setia selamanya sampai akhir. Mereka menjalani hari-hari mereka dalam suasana senda-gurau yang penuh keakraban satu dengan yang lain. Terima kasih tongkonan (symbol perempuan) dan alang sura' (symbol laki-laki). Anda telah mengajariku untuk bertumbuh semakin dewasa. Kendati Anda telah dilupakan, namu aku akan menyampaikan keluh-kesah dan kisah kalian ini kepada mereka yang telah anda besarkan***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar